Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan Perdagangan Manusia
Eduaksi | 2023-06-09 11:00:44Empat orang wanita asal Cianjur, Jawa Barat, telah menjadi korban perdagangan manusia atau tindak pidana perdagangan orang (TTPO). Para korban diiming-iming oleh pelaku bekerja diluar negeri atau menjadi pekerja migran mendapatkan gaji cukup besar, akan tetapi aksi pelaku tersebut lebih dahulu terbongkar oleh Jajaran Satreskrim Polres Cianjur. Satreskrim Polres Cianjur menangkap dua orang tersangka yakni satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.Kalpolres Cianjur Ajun Komisaris Besar Aszhari Kurniawan telah memberikan penjelasan penangkapan tersangka yang dilakukan pada hari Kamis di Jalan Gunung Padang Desa Cikancana Kecamatan Warungkondang.
Kedua tersangka berinisial DL yang merupakan warga Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi dan satunya lagi berinisial UA yang merupakan warga Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur.Aszhari mengungkapkan modus yang digunakan DL dan UA yakni merekrut calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan mengiming-iming calon korban bisa mendapatkan gaji sekitar Rp6 juta per bulan, yang kemudian para korban di berangkatkan bekerja ke luar negeri seperti Arab Saudi dan Singapura akan tetapi unprosedural atau illegal. Dan mereka juga tidak melakukan pelatihan terlebih dahulu kepada calon PMI yang kemudian mereka menggunakan visa ziarah atau umrah serta wisata bagi calon PMI bukan visa kerja. Dari kedua tersangka polisi mengamankan barang bukti di anataranya paspor, telepon genggam, berbagai dokumen ketenagakerjaan dan kesehatan, serta satu unit mobil untuk membawa calon PMI.
Dilihat dari prespektif hukumJika kita lihat dari kasus diatas maka para tersangka tersebut dapat di kenakan pasal 4 dan pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindang Pidana Perdagangan Orang. Pasal 4 berbunyi “Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang”. Dan Pasal 10 berbunyi “Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain”.
Dengan ancaman hukumannya paling sedikit 3 tahun dan maksimal 15 tahun sedangkan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta. Namun jika kita perhatikan lebih baik kasus tersebut tidak hanya melanggar Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindang Pidana Perdagangan Orang akan tetapi kasus tersebut juga melanggar pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang pasal tersebut berbunyi “Setiap Orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 yang dengan sengaja melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp I 5. 000. 000.000,00 (lima belas miliar rupiah)”.
Sebab para tersangka dengan sengaja mengirim para korban dengan ilegal kebeberapa negara untuk menjadikan mereka pekerja migran. Dan tindak kejahatan perdagangan manusia termasuk kedalam pelanggaran HAM berat dan juga menciderai harkat dan martabat manusia. Perdagangan manusia dianggap kejahatan pelanggaran HAM berat karena di dalamnya terdapat eksploitasi, kerja paksa, kekerasan, serta perlakuan semena-mena yang terjadi pada korban. Selain itu karena mayoritas korbanya wanita dan anak-anak, maka hal itu juga merupakan tindak kejahatan yang merenggut hak-hak perempuan dan anak, padahal kedua hak itu juga merupakan bagian dari HAM dalam hal ini perlu dilindungi harkat dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya agar bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
Di dalam sistem hukum pidana Indonesia, ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHP) terdapat pada pasal 297 KUHP menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa dan mengkualifikasikan tindakan tersebut sebagai kejahatan, namun ketentuan KUHP tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Maka dari itu Pemerintah Indonesia harus secara ketat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaku perdagangan manusia dan juga harus lebih tegas dalam memberikan sanksi agar kasus diatas tidak dapat terulang kembali.
Penulis: Yohanes Andreas, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.