Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image brilliant azwa

Darurat Stunting di Indonesia! Berikut Cara Mencegah Stunting

Eduaksi | Thursday, 08 Jun 2023, 09:51 WIB

Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022. Hasil SSGI ini untuk mengukur target stunting di Indonesia. Sebelumnya SSGI diukur 3 tahun sekali sampai 5 tahun sekali. Menkes mengatakan mulai 2021 SSGI dilakukan setiap tahun.

Stunting adalah masalah kurang gizi dan nutrisi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya. Beberapa di antaranya mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit. Seorang anak dikategorikan stunting apabila tinggi badan menurut usianya lebih dari dua standar deviasi, di bawah ketetapan Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Stunting wajib diwaspadai karena dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak buah hati Anda. Anak pengidap stunting cenderung memiliki IQ rendah serta sistem imun lemah. Secara jangka panjang, kondisi ini memberikan risiko lebih tinggi untuk anak menderita penyakit degeneratif, seperti diabetes dan kanker. Sebagai orang tua, Anda dapat membedakan tanda anak stunting dari tinggi badan di bawah rata-rata teman sebayanya. Kekurangan gizi kronis juga membuat berat badan mereka sulit naik, bahkan terus men Salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi dan kebersihan diri pada ibu hamil dan anak dibawah usia dua tahun. Selain itu kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi seimbang serta pemberian ASI yang kurang tepat.

Kurangnya asupan gizi pada bayi khususnya pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu sejak anak dalam kandungan hingga usia 2 tahun, permasalahan kesehatan pada bayi yang menyebabkan sakit yang berlangsung lama status gizi Ibu menyebabkan anak pendek, kurus pra hamil, anemia, PBBH, keterpaparan Bumil terhadap asap rokok, pertumbuhan dan perkembangan janin →BBL, PBL, Simpanan Zat Besi Bayi menyebabkan stunting.

Pola asuh dan praktik memberi makan keliru, penyakit dan infeksi, kesehatan lingkungan buruk, sistem pelayanan kesehatan, pendidikan dan budaya, kondisi politik dan kapasitas ekonomi. Dampak dengan adanya Stunting ini dalam jangka pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta gangguan metabolisme. Sementara untuk jangka panjang dapat memperngaruhi penurunan harapan kualitas hidup 4x lebih rentan terhadap kematian, mal nutrisi lintas generasi. Penurunan daya saing SDM sehingga prestasi sekolah lebih rendah, kehilangan pendapatan rata-rata 22 % saat dewasa. Menghambat pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya: 2-3%dari GDP, mempersulit rantai kemiskinan

Menkes juga menekankan untuk berkonsentrasi di sini karena memang ini tugas Kemenkes dalam membantu tugas BKKBN. Ada dua titik intervensi kesehatan yang harus dilakukan. Pertama, pada saat Ibunya hamil yakni pada masa sebelum kelahiran, karena faktor risiko stunting paling besar. Kedua, pada saat usia bayi 6-23 bulan sesudah kewajiban pemberian ASI selesai. Cara pengukurannya, Ibu hamil tidak boleh kurang gizi dan anemia. Untuk bayi yang sudah selesai pemberian hanya ASI saja (ASI Eksklusif), harus diberi makanan tambahan dengan mengutamakan pemberian protein hewani.

Pencegahan stunting bukan hanya urusan pemerintah, melainkan hal tersebut merupakan urusan semua warga Indonesia, maka dari itu banyak pusat layanan kesehatan sudah melakukan sosialisasi tentang pencegahan stunting kepada wanita yang memasuki usia produktif. Upaya pencegahan stunting antara lain :

  • Pemenuhan gizi sejak hamil

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.

  • Pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai berusia 6 bulan

Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.

  • Memberikan MPASI yang sehat

Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu dengan dokter.

  • Terus memantau tumbuh kembang anak

Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.

  • Selalu menjaga kebersihan lingkungan

Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.

Semoga informasi ini membantu para ibu mencegah stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan anak.

sumber : https://promkes.kemkes.go.id

Penulis : Brilliant Azwa Pinasthika / Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image