Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Pemberhentian tidak dengan Hormat Terhadap Pegawai Negeri Sipil Terkait Kasus Korupsi

Lainnnya | Monday, 05 Jun 2023, 15:21 WIB

Dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia yang diatur dalam alinea 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu tujuan perlindungan, kesejahteraan, kecerdasan dan ketenteraman, dan tujuan utamanya adalah masyarakat yang adil dan makmur, merupakan bagian yang diperlukan dari penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai tujuan negara, dan pada saat yang sama keberadaan pejabat sangat penting. Upaya untuk mencapai tujuan nasional memerlukan pejabat yang dibentuk oleh kesetiaan dan komitmen terhadap prinsip-prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pegawai negeri sipil sudah seharusnya efisien, berkualitas, sadar akan tanggung jawabnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pembawaan dari pegawai negeri sipil ini akan berpengaruh pada penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional.

Penyelewengan pegawai negeri sipil dengan melakukan korupsi ini sudah sangat merugikan negara. Dari data yang dikeluarkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) tertulis pada tahun 2022 telah terjadi kasus pemberhentian PNS dikarenakan kasus korupsi yaitu ada sebanyak 597 kasus, 1.396 orang tersangka, dengan kerugian negara sebesar Rp 42,747 triliun. Kasus suap sebesar Rp 693 miliar, pungutan liar Rp11,9 miliar, pencucian uang Rp955 miliar. (ICW, 2022). Tentunya kasus korupsi ini melanggar undang-undang yang menyebabkan PNS tersebut harus berhenti dari kedudukan pegawai negeri sipilnya. Oleh karena itu, korupsi tidak hanya merugikan keuangan dan perekonomian negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial masyarakat.

Dasar kebijakan pemberhentian Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia didasarkan pada beberapa peraturan yang relevan. Salah satu dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-undang ini mengatur mengenai prinsip-prinsip dasar, tugas, hak, kewajiban, pengangkatan, promosi, dan pemberhentian ASN. Undang-undang ini menjadi landasan hukum dalam melaksanakan pengaturan kepegawaian dan memberikan wewenang kepada instansi terkait untuk melakukan pemberhentian ASN.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil juga merupakan dasar kebijakan pemberhentian ASN. Peraturan ini mengatur mengenai tata cara pelaksanaan disiplin bagi PNS, termasuk proses penyelidikan, proses pemberian sanksi, dan mekanisme banding terkait pelanggaran disiplin. PP ini memberikan kerangka kerja yang jelas dalam menangani kasus pelanggaran dan pemberian sanksi disiplin kepada ASN yang melanggar.

Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang untuk mengakhiri hubungan kerja antara PNS dengan instansi pemerintah. Pemberhentian ini biasanya dilakukan akibat terjadinya misconduct atau yang biasa kita sebut sebagai pelanggaran serius yang dilakukan oleh PNS tersebut. Pemberhentian tidak dengan hormat adalah tindakan pembatalan hubungan kerja antara PNS dengan negara, di mana PNS dinyatakan tidak lagi memiliki hak dan kewajiban sebagai abdi negara. Pemberhentian semacam ini biasanya dilakukan setelah melalui proses hukum yang adil dan berdasarkan bukti-bukti yang cukup kuat. Meskipun pemberhentian tidak dengan hormat berdampak pada hilangnya hak-hak PNS, namun sanksi ini merupakan bagian penting dari upaya pemerintah dalam memberantas korupsi.

Misconduct dalam konteks pemberhentian tidak dengan hormat mengacu pada pelanggaran kode etik, norma, aturan, atau tindakan yang merugikan kepentingan negara, instansi pemerintah, atau masyarakat secara umum. Hal ini mencakup tindakan seperti penyalahgunaan wewenang, korupsi, pemalsuan dokumen, pelecehan, atau pelanggaran hukum serius lainnya. Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS dalam kasus korupsi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 7 ayat (1) dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ASN wajib menjalankan tugas dengan baik, jujur, adil, dan tidak memihak. Sementara itu, Pasal 7 ayat (2) menjelaskan bahwa ASN dilarang melakukan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau pelanggaran kewajiban lainnya. Proses pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS biasanya melalui tahapan yang jelas dan adil.

Salah satu kasus pemberhentian tidak terhormat karena kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh tersangka Tri Prasetyo. Kasus korupsi ini terjadi dan melibatkan Tri Prasetyo Utomo, yang pada saat itu menjabat menjadi seorang staf di Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Barat (Jakbar), dapat menjadi contoh konkret mengenai pemberhentian tidak dengan hormat terhadap seorang PNS dalam kasus korupsi. Dalam kasus tersebut, Tri Prasetyo Utomo diduga terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. Setelah proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat hukum, jika terbukti bersalah, pemberhentian tidak dengan hormat menjadi salah satu sanksi yang dapat diterapkan terhadapnya.

Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Tri Prasetyo Utomo akan memberikan sinyal tegas bahwa pemerintah tidak akan mentolerir tindakan korupsi di kalangan PNS. Hal ini juga akan memperlihatkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi dan menjaga integritas institusi pemerintahan. Pemberhentian semacam ini memiliki efek jera yang diharapkan dapat mencegah praktik korupsi di masa depan. Selain pemberhentian tidak dengan hormat, dalam kasus korupsi Tri Prasetyo Utomo juga perlu dilakukan proses hukum yang adil dan transparan. Dalam hal ini, penting untuk memastikan bahwa Tri Prasetyo Utomo diberikan kesempatan untuk membela diri, menghadapi tuduhan dengan bukti yang cukup, dan melalui proses peradilan yang independen. Prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia harus menjadi prioritas dalam menangani kasus korupsi ini. Lebih lanjut, penanganan kasus korupsi Tri Prasetyo Utomo juga harus melibatkan upaya pemulihan aset negara yang dirugikan.

Pemerintah perlu memastikan bahwa dana yang dikorupsi dikembalikan ke kas negara dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa pemberhentian tidak dengan hormat bukan hanya sebagai sanksi, tetapi juga sebagai bagian dari upaya pemulihan dan pengembalian kerugian negara akibat korupsi. Kasus korupsi Tri Prasetyo Utomo di Sekretariat Kota Administrasi Jakbar juga harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem pengawasan dan mencegah terjadinya korupsi di institusi pemerintahan. Perlu dilakukan evaluasi terhadap mekanisme pengawasan, peningkatan transparansi, serta penguatan integritas dan etika kerja di kalangan PNS. Selain itu, perlu pula dilakukan penegakan hukum yang konsisten dan adil terhadap semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini, tanpa pandang bulu.

Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap PNS dalam kasus korupsi merupakan langkah yang tepat dan proporsional sebagai sanksi terhadap pelanggaran etika dan integritas. Langkah ini didasarkan pada prinsip hukum, kebutuhan menjaga kepercayaan publik, dan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh korupsi. Sebagaimana kasus korupsi sangat merugikan negara, oleh karena itu kasus ini harus ditangani dengan tegas. Namun, penting untuk memastikan adanya proses yang adil dan mengikuti prinsip-prinsip hukum yang berlaku untuk memastikan keadilan dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Pemberhentian tidak dengan hormat diharapkan menjadi contoh yang kuat bagi PNS lainnya untuk menghindari perilaku korupsi dan memperkuat integritas pelayanan publik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image