Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image I Kadek Yudy Prasetia

Pesona Dolar AS Melemah, Dolar AS Bukan Lagi Mata Uang Internasional?

Bisnis | Sunday, 04 Jun 2023, 00:12 WIB

Hadirnya BRICS sebagai variabel baru mengejutkan banyak pihak yang menguatkan fakta bahwa popularitas dolar Amerika Serikat sebagai alat tukar pembayaran Internasional semakin menurun. Sebelumnya, dolar AS adalah mata uang terkuat di dunia dengan tingkat kestabilan nilai tukarnya sehingga dijadikan alat tukar pembayaran transaksi internasional oleh berbagai negara di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan dolar AS tersebar di seluruh penjuru dunia dan banyak digunakan oleh masyarakat dunia yang menjadikan dolar AS sebagai mata uang global. Kondisi ekonomi dan politik Amerika Serikat yang relatif stabil juga menjadi penyebab kestabilan nilai dolar AS terhadap mata uang lainnya.

Namun, tidak seperti dahulu kala, kondisi perekonomian Amerika Serikat sedang mengalami gejolak yang disebabkan berbagai insiden yang melanda negara dengan julukan Paman Sam tersebut. Merebaknya Covid-19 yang memporak-porandakan perekonomian Amerika Serikat yang mencatatkan Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19. Untuk memenuhi kebutuhan selama Covid, pemerintah Amerika Serikat juga rajin memberikan insentif pada warganya untuk memutar roda perekonomian. Hal ini tentu menimbulkan efek snowball terhadap perekonomian AS yang terjadi di awal 2023. Efek tersebut dimulai dengan keputusan rapat FOMC pada Kamis, 4 Mei 2023 yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan dari 5% menjadi 5,25% atau sebesar 25 basis poin. Keputusan ini juga menjadi kenaikan suku bunga acuan dalam 10 bulan berturut-turut sejak 2022. Keputusan ini direalisasikan The Fed sebagai solusi dalam meminimalisir tingkat inflasi yang tinggi dalam ketatnya pasa tenaga kerja dan gejolak industri perbankan yang merupakan snowball effect dari Covid.

Peristiwa tersebut menjadi salah satu penyebab turunnya elektabilitas dolar AS di mata negara lain. Selanjutnya kebijakan agresif Joe Biden dalam perseteruan Rusia-Ukraina juga memperkeruh kondisi perekonomian Amerika Serikat. Amerika Serikat melakukan embargo ekonomi terhadap Rusia yang berarti Amerika Serikat juga kehilangan pasokan gas alam, minyak bumi, gandum, dan produk lainnya yang biasanya diperoleh dari Rusia. Hal ini mengakibatkan kondisi persediaan dari komoditas-komoditas tersebut mengalami kelangkaan, sedangkan permintaan yang terus meningkat sehingga harga komoditas tersebut mengalami peningkatan signifikan yang berdampak pada ketidakstabilan ekonomi mengingat komoditas tersebut merupakan bahan pokok dalam pemenuhan kebutuhan.

Kedua peristiwa tersebut menghantam perekonomian Amerika Serikat yang terjadi secara beriringan menyebabkan negara dengan julukan Paman Sam tersebut terdorong ke jurang resesi. Hal ini didukung juga dengan Amerika Serikat yang sedang dibayang-bayangi kondisi gagal bayar utang pada Juni 2023 karena jumlah utang Amerika Serikat yang telah menyentuh plafon batas utang yang ditetapkan Undang-Undang yaitu sebesar US$31,4 triliun atau sekitar 451.890 triliun rupiah.

Kondisi-kondisi tersebut menurunkan pesona dolar AS sebagai alat tukar pembayaran karena nilai dolar AS yang dikenal stabilitasnya berpotensi bergejolak akibat kondisi perekonomian Amerika Serikat yang berada di fase krisisnya. Oleh karena itu, banyak negara di dunia yang sudah memulai langkah dedolarisasi yaitu berhenti menggunakan dolar AS untuk transaksi atau perdagangan internasional. Salah satunya aliansi BRICS yang meliputi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan yang menggalakkan dedolarisasi yang berpotensi membuat alat pembayaran baru. Dedolarisasi sendiri mulai diikuti dengan negara-negara lain, tak terkecuali Indonesia. Indonesia memulai dedolarisasi melalui Bank Indonesia yang menandatangani MoU dengan Bank of Korea untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi bilateral di antara kedua negara tersebut. Melalui ASEAN, Indonesia bersama sembilan anggota lainnya juga setuju dalam meminimalisir penggunaan dolar AS dengan menggantinya menggunakan local currency transaction (LCT). Bahkan penggunaan LCT yang sebelumnya bernama LCS (local currency settlement) telah mencapai US$3,8 milliar pada 2022 yang merupakan 3-4% total transaksi bilateral Indonesia dengan beberapa negara Asia seperti Jepang, Thailand, dan China.

Dedolarisasi sendiri ternyata memberikan berkah tersendiri bagi negara berkembang seperti Indonesia seperti stabilnya nilai rupiah, dengan penggunaan sistem LCT menyebabkan nilai rupiah semakin menguat dan stabil serta menarik investor potensial untuk berinvestasi di Indonesia mengingat kondisi perekonomian negeri Paman Sam yang sedang mengalami gejolak sehingga perekonomian Indonesia dapat tumbuh lebih pesat dan solid dalam jangka menengah ke panjang. Selain stabilisasi nilai rupiah, kebijakan ini juga membuat hubungan dagang bilateral dan regional Indonesia lebih erat karena efisiensi perdagangan yang terjadi akibat eksportir dan importir tidak perlu lagi dalam mengonversi dolar AS terlebih dahulu.

Ketidakstabilan perekonomian Amerika Serikat menjadi awal kejatuhan Dolar AS yang menurunkan pesona dolar AS di mata dunia. Berbagai negara juga telah bergerak untuk mengurangi penggunaan dolar AS, salah satunya melalui BRICS yang menjadi sumber aliansi baru dalam dunia dan akan berpotensi menggantikan Amerika Serikat dalam tahtanya sebagai negara adidaya dan Dolar AS sebagai mata uang Internasional.

Sembilan Nampan Selasih

Sekian dan Terima Kasih

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image