Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image citrawani marthabakti

Menguak Minat Generasi Z Terhadap Kearifan Lokal Batik Surabaya

Eduaksi | Saturday, 03 Jun 2023, 18:38 WIB
Sesi wawancara dengan Cah Marlin. Sumber: dokumen pribadi

Kearifan lokal sebagai salah satu aspek yang memiliki keunikan khusus untuk dibahas. Batik merupakan salah satu kearifan lokal asli Indonesia yang telah ditetapkan sebagai “Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity)” oleh UNESCO. Namun, apakah kearifan lokal ini masih diminati oleh kalangan muda?

Nyatanya saat ini, batik masih terkesan kurang menarik minat kalangan muda. Mayoritas dari mereka pasti lebih memilih menggunakan fashion gaya luar negeri dibandingkan batik dengan alasan ‘tampil kece'. Padahal di luar negeri batik banyak diminati lantaran penduduknya menganggap batik memiliki pola yang elok, bahkan membanggakan batik. Hal tersebut terbukti dengan beberapa insiden beberapa negara yang sempat mengeklaim batik sebagai warisan budaya milik mereka. Lalu bagaimana pendapat Cak Marlin selaku pembatik lokal Surabaya terkait fenomena tersebut?

Cak Marlin merupakan salah satu pemilik sekaligus distributor batik di kawasan Surabaya. Batik Cak Marlin mulai dirintis pada tahun 2017 oleh Cak Marlin sejak menginjak bangku SMK. Dimulai darinya yang magang di tempat produsen batik berlokasi di daerah Surabaya, kemudian menjadi ketertarikan untuk merintis usaha batik di Surabaya.

Dalam menjalankan usaha tentunya ada beberapa rintangan yang perlu dihadapi. Proses pembuatan batik sendiri cukup rumit karena memerlukan ketekunan sehingga membutuhkan waktu lama, yakni sekitar 1 minggu hingga 1,5 bulan tergantung dari jenis dan pola batik yang diinginkan oleh pelanggan. Tidak hanya itu, Cak Marlin juga menyebutkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tidaklah sedikit. Hal inilah yang menyebabkan batik memiliki harga jual yang tinggi sehingga kurang diminati oleh masyarakat, terutama kalangan muda.

Cak Marlin juga menuturkan perkembangan batik di Surabaya masih dibilang kurang memuaskan dan agak lambat.

“Di awal tahun 2017 produsen batik di Surabaya tidak sampai 5 orang dan pada tahun 2022 sekarang jumlah pembatik di Surabaya sendiri bahkan belum menyentuh 20an orang,” kata Cak Marlin.

Menurutnya salah satu faktornya yaitu besarnya biaya dan lamanya waktu produksi. Guna mengatasi permasalahan tersebut, langkah yang dipilih yakni melakukan modernisasi agar lebih efektif dari segi tenaga, biaya, dan waktu.

Cak Marlin selaku distributor batik juga menuturkan bahwa selama menjalankan usahanya, mayoritas pelanggannya adalah masyarakat yang berusia 40 tahun keatas.

“Mayoritas pelanggan yang selalu memesan batik berusia 40 tahun keatas, kalangan muda masih sedikit dan jika dipresentasikan 5 orang kemungkinan yang berasal dari kalangan muda hanya 1-2 orang saja,” kata Cak Marlin.

Cak Marlin menambahkan selain mahalnya harga jual, faktor yang menyebabkan kalangan muda kurang tertarik kepada batik yakni adanya normalisasi yang menggap batik terlalu kuno dan hanya digunakan saat acara formal. Karena hal itulah, Cak Marlin berinovasi guna menarik minat kalangan muda terhadap batik. Ada dua inovasi yang beliau lakukan yaitu, melalui pelatihan membatik di sekolah terdekat seperti SD dan SMP bahkan beberapa komunitas di Surabaya. Lebih lanjut, inovasi yang kedua yaitu merancang desain batik agar bersifat kasual sehingga dapat mematahkan pandangan batik yang hanya dipakai untuk acara formal.

Setelah membaca informasi di atas, apakah kalian tertarik untuk melestarikan batik? Apabila ingin mengetahui lebih lanjut mengenai batik Cak Marlin, kalian dapat mengunjungi profil Instagram @batikcakmarlin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image