Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Evi Nurul Izzah

Parenting Mempengaruhi Kesehatan Mental Anak

Parenting | Tuesday, 30 May 2023, 20:01 WIB

Kesehatan mental adalah kondisi dimana seseorang dapat menyadari potensi dirinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup, mampu bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.

Kesehatan mental seseorang juga dapat bekaitan dengan pola asuh yang diberikan orang tuanya. Namun, seringkali orang tua tidak terlalu memperdulikan kesehatan mental anaknya dan merasa tidak melakukan kesalahan dalam cara mengasuhnya.

Toxic parents bukan hanya sebutan untuk orang tua yang melakukan kekerasan seperti memukul, membentak, dan kekerasan fisik lain dalam mendidik anaknya. Namun, gelar toxic parents juga bisa berlaku untuk orang tua yang melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak keadaan psikologis anak.

Tanpa disadari, perilaku-perilaku yang didapat sedari kecil menjadi luka atau trauma. Terlebih lagi, jika luka itu belum disembuhkan maka bisa saja mempengaruhi masa dewasa seorang anak.

1. Jika sewaktu kecil dirinya tidak pernah didengarkan atau diabaikan, ketika dewasa ia bisa menjadi sering menutup diri dan sulit bersosialisasi

Mungkin banyak orang tua yang tanpa sadar mengabaikan anaknya ketika anak ingin berkomunikasi dengan alasan sibuk mengerjakan sesuatu atau berbagai alasan lain. Jika hal ini terus berulang, dampaknya anak menjadi sering menutup diri dan sulit bersosialisasi karena rasa traumanya ketika ingin berbicara namun selalu diabaikan. Anak juga dapat merasa kurang percaya diri sehingga ia menarik dirinya untuk tidak bersosialisasi.

2. Jika sewaktu kecil tidak pernah diberi apresiasi, ketika dewasa bisa saja ia mencari-cari atau butuh validasi

Seringkali orang tua terlalu fokus pada kesalahan yang dilakukan anak, namun tidak dengan pencapaiannya. Tidak banyak orang tua yang memberikan apresiasi atas pencapaian anak. Padahal, hanya dengan “rajin sekali” ketika anak sedang belajar atau membantu pekerjaan rumah tanpa diminta, mengucapkan selamat ketika anak memperoleh suatu pencapaian, dan apresiasi lain dari orang tua sangat penting bagi seorang anak. Jika seorang anak tidak pernah mendapatkan apresiasi dari orang tuanya, ketika dewasa tidak jarang ia akan mencari-cari validasi atas apa yang telah ia lakukan.

3. Ketika kecil seringkali diteriaki dan dibentak, dewasanya ia bisa menjadi takut dan trauma ketika mendengar orang berteriak

Jika orang tua sering memarahi anaknya atas kesalahan yang anaknya perbuat dengan menggunakan nada tinggi hingga membentak, biasanya anak akan merasa takut bahkan trauma jika mendengar orang lain berteriak. Selain itu, anak yang kerap kali dimarahi dapat merasa sakit hati dan sedih karena orangtuanya melakukan kekerasan verbal. Hal ini dapat menyebabkan masalah psikologis seperti depresi atau gangguan kecemasan yang mendorong seorang anak melakukan self harm.

4. Jika saat kecil suka bercerita dan banyak ngomong tapi dibilang berisik, saat dewasa bisa saja ia malah takut bercerita dan menutup diri

Tidak sedikit remaja yang menutup diri dan enggan bercerita ketika mendapatkan masalah karena merasa takut. Hal ini dapat terjadi karena semasa kecilnya ketika ingin bercerita, ia malah dibilang banyak ngomong dan berisik. Akibatnya, banyak dari mereka yang memendam masalahnya sendiri bahkan hingga merasa depresi karena tidak dapat membagi ceritanya.

5. Sedari kecil dituntut untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun, dewasanya ia tumbuh menjadi orang yang terlalu perfeksionis

Jika sedari kecil orang tua selalu menuntut anaknya untuk tidak melakukan kesalahan sekacil apapun dalam berbagai hal, kebiasaan tersebut akan terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, anak tumbuh menjadi seorang yang terlalu perfeksionis. Jika terlalu berlebihan, perfeksionisme justru mengakibatkan seseorang merasa tidak bahagia dengan diri sendiri bahkan hingga depresi.

6. Jika sejak kecil mengalami banyak tekanan, ia akan terbiasa memaksakan diri mencapai berbagai standar yang tinggi

Seorang anak yang tumbuh dalam keluarga toxic cenderung mengalami banyak tekanan, oleh karena itu anak menjadi terbiasa memaksa dirinya untuk mencapai berbagai standar yang tinggi. Kebiasaan ini dapat menimbulkan stres terutama ketika mereka tidak dapat memenuhi standar yan tinggi tersebut.

7. Sejak kecil tidak diizinkan memilih sesuai keinginannya, saat dewasa menjadi sulit menentukan pilihan untuk dirinya sendiri

Rasa terkekang ketika anak tidak memiliki kesempatan untuk memilih apa yang mereka suka juga dapat menimbulkan stres yang kemudian menyebabkan anak merasa lelah dan menjadi emosional. Selain itu, ia juga dapat mengalami kesusahan ketika dihadapkan dengan berbagai pilihan.

8. Jika orang tua tidak bisa menerima dengan baik rasa gelisah serta cemas anak sejak kecil, anak dapat mengalami gangguan kecemasan

Jika orang tua tidak bisa menerima dengan baik rasa gelisah serta cemas anak sejak kecil, anak akan mengalami kesulitan dalam memahami rasa cemas yang dialaminya. Jika tidak segera ditangani, rasa cemas tersebut bisa menyebabkan gangguan mental ketika anak beranjak dewasa. Rasa cemas ini juga dapat membuat anak menjadi tidak mudah untuk percaya atau memiliki trust issue lantaran anak tumbuh di lingkungan yang tidak dapat memberikan ia rasa aman dan nyaman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image