
Efek Stimulus Negatif Terhadap Anak Usia Sekolah pada Tayangan Anime
Edukasi | 2023-05-30 14:55:27
Anime telah menjadi fenomena budaya populer di seluruh dunia dan menarik perhatian tidak hanya kalangan remaja dan dewasa, tetapi juga anak-anak usia sekolah. Anime merupakan genre animasi yang berasal dari Jepang dan memiliki gaya gambar yang khas serta cerita yang beragam. Salah satu alasan utama mengapa anime begitu populer di kalangan anak-anak usia sekolah adalah karena anime menawarkan berbagai tema menarik yang relevan dengan kehidupan mereka. Anime sering kali menggambarkan petualangan, persahabatan, keberanian, dan tantangan yang dihadapi oleh karakter utama dalam usia mereka. Karakter-karakter dalam anime seringkali sebaya dengan anak-anak usia sekolah, yang membuat anak-anak dapat dengan mudah mengidentifikasi diri mereka dengan tokoh-tokoh tersebut (Hasdian Gunawan:2022)
Selain itu, anime juga menawarkan gaya animasi yang unik dan menarik. Penggunaan warna yang cerah, desain karakter yang menarik, dan penggambaran aksi yang dinamis membuat anime menjadi visual yang menarik bagi anak-anak usia sekolah. Anime juga menggunakan musik yang menggugah dan tema yang emosional untuk menciptakan pengalaman yang lebih mendalam bagi penontonnya. Aksesibilitas anime juga telah meningkat dengan adanya platform streaming online. Anak-anak usia sekolah dapat dengan mudah menonton anime melalui platform seperti Netflix, Crunchyroll, atau YouTube. Hal ini membuat anime lebih mudah diakses dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak-anak. Namun, penting untuk diingat bahwa sebagai orang tua atau pengasuh, perlu memantau dan mengawasi tayangan anime yang ditonton oleh anak-anak usia sekolah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ada anime yang mungkin memiliki konten yang tidak sesuai atau efek stimulus negatif pada anak-anak. Oleh karena itu, pemilihan anime yang sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak serta komunikasi terbuka dengan anak-anak sangat penting.
Anime telah menjadi fenomena budaya populer di kalangan anak-anak usia sekolah di seluruh dunia karena cerita yang menarik, karakter yang dapat diidentifikasi, gaya animasi yang unik, dan aksesibilitas yang lebih baik. Dalam pengalaman menonton anime ini, anak-anak usia sekolah dapat merasakan hiburan, menggali kreativitas, dan belajar tentang nilai-nilai yang penting dalam kehidupan mereka. Namun, ada beberapa kekhawatiran yang muncul terkait efek stimulus negatif yang dapat dimiliki oleh tayangan anime pada anak-anak. Dalam konteks ini, teori Albert Bandura tentang pembelajaran sosial dapat memberikan wawasan yang bermanfaat.
Teori Albert Bandura mengemukakan bahwa anak-anak belajar melalui pengamatan dan meniru perilaku orang lain. Ia berpendapat bahwa perilaku yang dipertontonkan oleh model atau tokoh dalam media dapat mempengaruhi perilaku anak. Dalam kasus ini, tayangan anime dapat berfungsi sebagai model bagi perilaku yang akan ditiru oleh anak-anak. Anime memiliki berbagai genre dan tema yang berbeda. Tidak semua tayangan anime memiliki efek stimulus negatif. Banyak anime yang mengajarkan nilai-nilai positif seperti persahabatan, keberanian, dan kerja keras. Namun, ada juga anime dengan konten yang lebih gelap, kekerasan, atau adegan yang tidak pantas untuk anak-anak usia sekolah.
Salah satu contoh efek stimulus negatif yang mungkin timbul adalah normalisasi kekerasan. Beberapa anime menggambarkan adegan kekerasan yang ekstrem, baik dalam bentuk pertarungan fisik maupun penggunaan senjata. Anak-anak yang terpapar terlalu banyak pada adegan kekerasan ini mungkin menjadi kurang sensitif terhadap dampak negatif dari kekerasan atau mempertimbangkan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, anime juga dapat memperlihatkan gambaran yang tidak realistis tentang dunia atau masyarakat. Misalnya, karakter utama dalam anime sering kali memiliki kekuatan atau keterampilan luar biasa yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Hal ini dapat menciptakan harapan yang tidak realistis pada anak-anak dan mengurangi motivasi mereka untuk mengembangkan kemampuan yang nyata dan mencapai tujuan dengan usaha.
Berdasarkan teori Albert Bandura, ada beberapa faktor yang dapat memperkuat efek stimulus negatif dari tayangan anime pada anak-anak. Pertama, kehadiran tokoh yang menarik dan karismatik dalam anime dapat membuat anak-anak lebih cenderung meniru perilaku yang mereka tunjukkan. Kedua, frekuensi dan intensitas perilaku yang dipertontonkan juga dapat mempengaruhi tingkat peniruan. Semakin sering dan intens perilaku tersebut ditampilkan, semakin besar kemungkinan anak-anak menirunya.Namun, sebagai orang tua atau pengasuh, ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan efek stimulus negatif dari tayangan anime pada anak-anak. Pertama, penting untuk memilih anime yang sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak. Membatasi jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton anime dan mengawasi konten yang mereka tonton juga merupakan langkah yang penting (Razieh Tadayon Nabavi:2012)
Diskusi terbuka dan komunikasi dengan anak-anak tentang apa yang mereka tonton juga sangat penting. Dengan berbicara tentang nilai-nilai yang diperlihatkan dalam anime, orang tua dapat membantu anak-anak memahami perbedaan antara dunia fiksi dan realitas serta memahami konsekuensi dari perilaku tertentu. Selain itu, orang tua juga dapat memperkenalkan alternatif tayangan yang lebih positif dan mendidik kepada anak-anak. Anime dengan cerita yang mempromosikan nilai-nilai positif seperti persahabatan, kerjasama, kejujuran, dan kebaikan hati dapat dipilih sebagai pilihan yang lebih baik. Mengajak anak-anak untuk membaca buku, menonton film animasi lainnya, atau berpartisipasi dalam aktivitas kreatif seperti menggambar atau menulis cerita juga bisa menjadi alternatif yang baik (Suroso:2004)
Sebagai bagian dari pengasuhan, orang tua juga harus memberikan teladan yang baik dan konsisten. Mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menghormati orang lain, mengelola emosi dengan baik, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang positif dan konstruktif merupakan aspek penting dalam membentuk perilaku anak. Tayangan anime dapat memiliki efek stimulus negatif terhadap anak-anak usia sekolah jika tidak dipantau dengan baik. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat, orang tua dan pengasuh dapat meminimalkan dampak negatif tersebut. Memilih anime yang sesuai, membatasi waktu menonton, mengawasi konten, berkomunikasi secara terbuka, dan memberikan alternatif yang positif dapat membantu anak-anak memahami nilai-nilai yang sehat dan membedakan antara fiksi dan realitas. Dengan pendekatan ini, orang tua dapat membantu anak-anak mengembangkan sikap yang positif dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati dalam masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.