Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gus Manz

Peranan Gosip dalam Politik di Indonesia

Politik | Tuesday, 30 May 2023, 13:20 WIB
"Gosip Lebih Cepat Dari Kecepatan Cahaya"

Peranan Gosip Dalam Politik di Indonesia

Dalam bukunya "Sapiens: A Brief History of Humankind," Yuval Noah Harari membahas peran gosip dalam perkembangan umat manusia. Menurut Harari, gosip memainkan peran penting dalam membangun kehidupan sosial manusia dan membentuk jaringan kerjasama yang kompleks.

Harari menjelaskan bahwa gosip merupakan alat komunikasi yang memungkinkan manusia untuk berbagi informasi tentang orang lain di sekitar mereka. Dengan berbagi informasi ini, manusia dapat membangun hubungan sosial, memperkuat ikatan kelompok, dan mengembangkan norma sosial.

Gosip juga dapat berperan dalam mengontrol perilaku anggota kelompok. Dengan menyebarkan berita baik atau buruk tentang seseorang, gosip dapat memberikan insentif kepada individu untuk mematuhi aturan dan norma sosial. Jika seseorang melanggar norma, gosip dapat digunakan sebagai mekanisme penegakan sosial untuk menegur atau menghukum individu tersebut.

Selain itu, Harari juga mencatat bahwa gosip memiliki potensi untuk menyebar informasi palsu atau tidak akurat. Hal ini dapat memengaruhi persepsi dan opini orang-orang tentang individu atau kelompok tertentu. Gosip yang tidak benar atau memfitnah dapat memicu konflik dan keretakan dalam hubungan sosial.

Dalam konteks evolusi manusia, Harari berpendapat bahwa kemampuan manusia untuk berkomunikasi secara kompleks, termasuk melalui gosip, telah memberikan keuntungan kompetitif dalam bertahan hidup dan berkembang. Gosip memungkinkan manusia untuk mengoordinasikan tindakan mereka, membagikan pengetahuan, dan membentuk kepercayaan di antara anggota kelompok.

Peranan gosip dalam kejatuhan rezim Soekarno

Selain gosip, dalam konteks kejatuhan rezim Soekarno di Indonesia, ada beberapa faktor yang berperan, termasuk politik, ekonomi, dan sosial.

Pada akhir 1960-an, Indonesia mengalami ketegangan politik dan konflik sosial yang kompleks. Salah satu elemen yang muncul dalam konteks itu adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada waktu itu, PKI adalah partai politik terbesar di Indonesia dan memiliki basis pendukung yang kuat.

Setelah percobaan kudeta militer yang gagal pada September 1965, yang dianggap melibatkan anggota PKI, pemerintah dan kelompok anti-komunis lainnya secara massal mengalihkan perhatian dan menyalahkan PKI atas insiden tersebut. Pada saat itu, gosip dan propaganda anti-PKI menjadi sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik dan menciptakan ketakutan terhadap PKI.

Dalam suasana politik yang tegang, pemerintah Soekarno, dengan desakan dari kelompok anti-PKI dan militer, melancarkan kampanye anti-komunis yang keras, yang mengarah pada penangkapan, penahanan, dan pembunuhan massal anggota PKI dan simpatisannya. Banyak gosip dan tuduhan yang tidak terverifikasi beredar mengenai PKI pada saat itu, dan situasi tersebut kemudian berkembang menjadi kekerasan politik yang melibatkan banyak pihak.

Meskipun sulit untuk menentukan secara pasti sejauh mana peran gosip PKI dalam kejatuhan rezim Soekarno, namun gosip dan propaganda anti-PKI yang menyebar luas, bersama dengan faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial lainnya, telah berkontribusi pada suasana yang memicu kejatuhan rezim Soekarno dan melahirkan masa Orde Baru di Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto.

Penting untuk memahami bahwa peristiwa tersebut melibatkan banyak dinamika kompleks dan berbagai faktor lainnya, sehingga atribusi kejatuhan rezim Soekarno secara eksklusif kepada gosip PKI tidak dapat disederhanakan. Sebuah analisis yang lebih komprehensif akan melibatkan mempertimbangkan faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial yang lebih luas dalam periode tersebut.

Peranan gosip dalam kejatuhan rezim Soeharto

Gosip juga memainkan peran dalam kejatuhan rezim Soeharto di Indonesia. Pada awal 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah yang memicu protes massal dan ketidakpuasan terhadap rezim Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade. Dalam konteks ini, gosip dan cerita yang beredar luas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap opini publik dan perasaan masyarakat terhadap rezim.

Selama masa krisis ekonomi tersebut, gosip tentang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh elit politik dan keluarga Soeharto menjadi umum. Gosip ini menguatkan persepsi bahwa rezim tersebut korup dan tidak mengayomi rakyat. Gosip-gosip ini menyebar melalui berbagai saluran komunikasi seperti mulut ke mulut, surat kabar, dan media massa.

Selain itu, gosip juga digunakan sebagai alat politik untuk memperkuat gerakan oposisi dan menggugah opini publik. Berbagai gosip dan cerita yang meragukan integritas dan kebijaksanaan rezim Soeharto digunakan untuk memobilisasi dukungan massa dan mengkritik pemerintahan yang ada.

Namun, penting untuk dicatat bahwa gosip tidaklah menjadi satu-satunya faktor dalam kejatuhan rezim Soeharto. Ada faktor-faktor lain seperti protes massal, tekanan dari gerakan mahasiswa, tekanan internasional, dan dinamika politik yang kompleks yang juga berperan dalam menggoyahkan rezim tersebut.

Dalam situasi politik yang kritis seperti itu, gosip dapat memainkan peran penting dalam membentuk opini publik, mempengaruhi persepsi terhadap rezim, dan memperkuat gerakan perlawanan. Namun, secara keseluruhan, kejatuhan rezim Soeharto merupakan hasil dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan kompleks.

Model gosip perpolitikan yang terjadi di Indonesia.

 

  1. Gosip tentang calon presiden: Gosip sering kali muncul seputar calon presiden dan spekulasi terkait siapa yang akan maju sebagai calon presiden pada pemilihan presiden mendatang. Gosip semacam ini mencakup isu-isu seperti popularitas calon, persepsi publik terhadap mereka, dan potensi aliansi politik.
  2. Gosip tentang skandal politik: Gosip sering kali berkaitan dengan skandal politik, seperti kasus korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan oleh politisi. Gosip semacam ini dapat mempengaruhi citra dan reputasi politisi terkait, serta menimbulkan perdebatan di masyarakat.
  3. Gosip tentang konflik politik: Gosip juga dapat muncul seputar konflik politik antara partai politik atau antara politisi. Gosip semacam ini dapat mencerminkan persaingan politik dan intrik di balik layar yang mempengaruhi dinamika politik di tingkat lokal maupun nasional.
  4. Gosip tentang isu-isu kontroversial: Isu-isu kontroversial sering kali menjadi sumber gosip politik. Gosip semacam ini dapat berkaitan dengan isu-isu sosial, agama, atau kebijakan publik yang memicu perdebatan dan perpecahan di masyarakat.

Harari juga memperingatkan bahwa dalam era modern dengan teknologi digital dan media sosial, gosip dapat dengan mudah menyebar secara massal dan tanpa kontrol, mengarah pada potensi penyebaran informasi yang salah dan merugikan. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai individu untuk menjadi cerdas dalam mengkonsumsi dan menyebarkan informasi, serta memahami dampak yang bisa timbul dari gosip yang tidak terverifikasi atau merugikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image