Permasalahan Juru Parkir Liar dalam Masyarakat
Eduaksi | 2023-05-29 22:46:36Di berbagai kota di Indonesia, masalah juru parkir liar telah menjadi salah satu permasalahan yang merusak ketertiban umum dan menghadirkan tantangan bagi penegakan hukum. Dalam praktiknya juru parkir liar ialah individu yang memarkirkan kendaraan di tempat umum atau swasta tanpa otorisasi atau izin yang sah. Tindakan ini kerap diikuti dengan penyalahgunaan ruang parkir dan intimidasi terhadap pengguna kendaraan. Mereka sering kali melakukan tindakan tersebut dengan tujuan menarik retribusi parkir dari pemilik kendaraan yang memarkirkan kendaraannya di tempat tersebut. Padahal, penarikan biaya parkir bukanlah hal yang wajib kecuali tempat parkir tersebut berada di wilayah yang mewajibkan untuk membayar parkir seperti lingkungan perkantoran dan pertokoan.
Permasalahan juru parkir liar memiliki dampak yang merugikan terhadap ketertiban umum. Mereka sering mengambil alih area parkir yang seharusnya dikelola oleh otoritas terkait, sehingga mengganggu lalu lintas dan menyebabkan kemacetan. Selain itu, mereka juga kerap bertindak memaksa dan mengintimidasi kepada pemilik kendaraan yang menolak membayar biaya parkir tersebut. Alhasil, timbullah atmosfer yang tidak nyaman bagi warga yang menggunakan area parkir tersebut. Disisi lain, kehadiran juru parkir liar dapat membuat warga menjadi enggan untuk berkunjung ke tempat tersebut, sehingga merugikan pemilik tempat.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, hal pertama yang harus ditingkatkan adalah kesadaran masyarakat akan kekuatan hukum dan undang-undang terhadap para juru parkir liar. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tertera Pasal 368 Ayat 1 yang berbunyi, “Barang Siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Sebagai pelapis, masyarakat juga dapat melihat Peraturan Daerah (Perda) masing-masing yang mengatur perihal penarikan retribusi parkir.
Selanjutnya, Pemerintah melalui komponen penegakan hukum juga harus tegas dalam upaya mengatasi masalah ini. Otoritas yang berwenang harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap tempat parkir dan mengambil tindakan hukum terhadap individu yang terbukti menjadi juru parkir liar. Hal ini dapat mencakup penerapan denda atau sanksi administratif, atau bahkan penuntutan pidana terhadap pelanggar hukum yang sering melakukan tindakan tersebut. Pemerintah juga harus memperketat peraturan izin parkir dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan tempat parkir yang legal. Masyarakat juga dapat dilibatkan dengan melaporkan kegiatan penjaga parkir ilegal kepada pihak berwenang dan berhenti memberikan uang kepada mereka. Kolaborasi antara Pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hal yang penting guna menghasilkan solusi yang efektif.
Kesimpulannya, tarif uang parkir yang dilayangkan oleh juru parkir liar bersifat tidak mengikat/tidak sah dalam peraturan. Pembayaran uang parkir kepada juru parkir liar dapat dibilang sebagai sebuah itikad baik dari pengunjung yang berlandaskan keikhlasan dan bukan secara normatif harus dipatuhi. Untuk menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat, langkah-langkah tegas harus diambil. Instansi berwenang harus mengambil tindakan hukum terhadap parkir juru parkir ilegal dan melibatkan masyarakat dalam upaya menegakkan undang-undang. Dengan solusi yang efektif dan koordinasi yang baik, masalah parkir liar dapat diatasi dan ketertiban umum dapat dipulihkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.