Transisi Energi Berkelanjutan Melalui Penggunaan Kendaraan Listrik
Edukasi | 2023-05-28 14:44:09Permasalahan Lingkungan selalu menarik perhatian khayalak ramai, tak terkecuali perubahan iklim. Dewasa ini perubahan iklim menjadi fokus utama para pemerintah di tiap-tiap negara karena menjadi isu lingkungan kontemporer yang dapat memberikan efek secara global. Perlu diketahui terdapat tiga penyebab utama iklim, diantaranya adalah keberadaan industri, kenda raan berbahan bakar fosil, dan pembangunan sarana publik. Kebutuhan energi untuk memenuhi sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial saat ini masih menggunakan energi tak terbarukan. Konsumsi energi tersebut diprediksi akan terus bertambah sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi suatu negara yang diiringi pula dengan semakin meningkatnya emisi bahan pencemar dan gas rumah kaca. Dampak perubahan iklim tersebut seharusya menjadi sebuah momentum untuk membuat sebuah regulasi. Kenyataan mengenai konsumsi energi saat ini mempertegas bahwa butuh usaha transisi energi yang serius dan langkah sistematis dalam mengelola, mengembangkan, dan menerapkan penggunaan energi berkelanjutan guna mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fossil.
Berdasarkan data yang dimuat oleh Badan Pusat Statisik, sepanjang tahun 2018 hingga 2019 terdapat tujuh juta lebih kendaraan yang terus bertambah baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Sebagai langkah menekan laju perubahan iklim akibat dari bertambahnya kendaraan-kendaraan berbahan bakar fossil, maka dibutuhkan pula inovasi berupa kendaraan ramah lingkungan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Kendaraan ramah lingkungan sebenarnya bukan inovasi baru. Kendaraan tersebut telah dikembangkan sekitar pada tahun 1828 oleh seorang biarawan di Hongaria. Akan tetapi, saat itu invoasi menegnai kendaraan ramah lingkungan tersebut tidak benar benar diperhatikan karena dianggap kurang ekonomis akibat dari tingginya harga produksi untuk satu unitnya. Keadaan zaman dahulu dengan zaman sekarang sangat berbanding terbalik. Penggunaan minyak bumi yang kian tahun makin meningkat menyebabkan kelangkaan minyak bumi dan menimbulkan dampak yang ekstrim terhadap perubahan iklim. Sehingga pengembangan inovasi kendaraan listrik harus segera dilakukan dan diperkenalkan secara luas ke hadapan publik. Indoesia sebagai negara yang merativikasi Paris Agreement berkomitment untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan target penurunan emisi gs rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional yang tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Dengan kehadiran kendaraan listrik ini merupakan salah satu solusi untuk pemerintah untuk memperhatikan regulasi yang mengatur tentang kendaraan listrik sebagai salah satu solusi cemerlang bagi pengendalian dampak perubahan iklim dan membantu menurunkan emisi gas rumah kaca. Dalam menindaklanjuti kehadiran kendaraan listrik dihadapkan dengan beberapa kendala seperti permintaan konsumsi listrik yang kian meningkat dengan dibarengi oleh penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber pembangkit listrik dapat menimbulkan emisi dari sektor energi. Kendala lain berupa limbah baterai yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, serta diprediksi akan terjadinya peningkatan terhadap permintaan lithium, nikel, kobalt, dan mangan sebagai bahan baku utama baterai. Disamping itu juga, pemerintah perlu untuk memikirkan mengenai biaya lingkungan sebagai langkah memitigasi potensi kerusakan lingkungan, deteksi kerusakan lingkungan, pengolahan limbah, serta aktivitas untuk memperbaiki lingkungan yang terdampak.
Keseriusan pemerintah mengenai transformasidari kendaraan berbahan bakar fossil ke kendaraan listrik yang ramah ilngkungan memilki tantangan perubahan yang sangat lebih besar, karena bukan hanya merubah kebiasaan masyarakat tetapi juga mengubah budaya masyarakat dalam berkendara. Sehingga karena itu, diperlukan regulasi dalam bentuk yang kuat serta kokoh dalam menjamin stabilitas perubahan dimasa mendatang. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan Perpres No.55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Baterry Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan dapat dikatakan tepat, meskipun terlambat. Regulasi tersebut menghadirkan kendaraan listrik di Indonesia memiliki landasan hukum yang cukup kuat. Dipilihnya peraturan berbentuk perundang-undangan berupa Peraturan Presiden dikarenakan tidak adanya Undang-Undangan yang secara khusus menaungi pengembangan kendaraan listrik. Keberadaan kendaraan listrik diseluruh dunia, dan secara khusus di Indonesia dinilai mampu memberikan kontribusi bagi pengendalian dampak perubahan iklim.
Dengan hadirnya Perpres Kendaraan listrik menurut saya data dikatakan tepat, namun sangat disayangkan Perpres tersebut tidak detail dikarenakan perlindungan hukum bagi konsumen dan investorbelum diatur secara rinci, edukasi dan peningkatan kepedulian publik juga belum diatur secara jelas. Menurut saya Perpres mengenai percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai juga dianggap menghawatirkan karna sifatnya hanya Peraturan Presiden yang manakala berganti atau berubah seiring dengan pergantian kepala negara atau pemerintahan. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa alasan yang telah saya sampaikan, maka saya dapat menawarkan kebijakan berupa kepastian hukum dalam bentuk regulasi yang lebih kuat untuk mengatur seperti undang undang demi menjamin keberlanjutan pertumbuhan listrik di Indonesia.
Saya telah membahas keberadaan kendaraan listrik di Indonesia, mari kita sedikit bergeser untuk membahas mengenai eksistensi kendaraan listrik di dunia. Ditataran global, pengembangan energi seperti kendaraan yang semula mengandalkan sumber energi tak terbarukan menjadi menjadi kendaraan listrik tentu saja membutuhkan rezim hukum yang komperehensif, termasuk pengaturan mengenai pemberian kesempatan bagi swasta untuk berpartisipasi serta hak negara untuk memungut royaliti dan melindungi kepentingan nasionalnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.