Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image dr. Nisak Humairok Sp.A

Mampukah Daun Kelor Mengatasi Stunting?

Info Terkini | Sunday, 28 May 2023, 10:11 WIB

Mampukah Daun Kelor Atasi Stunting di Nusa Tenggara Timur?

Kelor (Moringa oleifera) adalah tanaman yang tumbuh subur di daerah tropis. Pohon kelor telah lama dikonsumsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Daun kelor, buahnya, serta biji dan akarnya telah digunakan dalam berbagai masakan dan ramuan tradisional di daerah ini. Masyarakat NTT sering mengonsumsi daun kelor dalam bentuk sayuran, tumisan, atau campuran dalam makanan tradisional atau makanan khas daerah. Beberapa waktu terakhir, pemerintah daerah NTT mewajibkan serbuk kelor sebagai makanan tambahan pada balita untuk mencegah stunting. Dengan demikian, timbul pertanyaan di masyarakat, mampukah daun kelor mencegah stunting?

Daun kelor (Moringa oleifera) adalah tumbuhan yang kaya akan nutrisi penting seperti protein, zat besi, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan zat antioksidan. Dikutip dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bahwa kandungan nutrisi per 100 gram daun kelor mencapai 92 kalori energi; 6,8 gram protein; 1,7 gram lemak; 12,5 gram karbohidrat; dan 0,9 gram serat. Di samping itu, daun kelor juga mengandung berbagai vitamin dan mineral. Namun demikian, meskipun kaya akan beberapa nutrisi penting seperti protein, zat besi, dan vitamin A, daun kelor bukan merupakan sumber utama nutrisi yang diperlukan oleh anak-anak yang mengalami stunting.

Pendekatan gizi secara komprehensif amat dibutuhkan dalam tatalaksana stunting. Kandungan nutrisi yang lengkap dari makanan tetap menjadi kunci utama dalam penanganan kasus. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, Provinsi Nusa Tenggara Timur masuk dalam daftar provinsi dengan tingkat stunting tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia yaitu sebesar 42.6%. Masalah stunting di NTT membutuhkan perhatian dan upaya serius untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam konteks SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), upaya untuk mengurangi stunting termasuk dalam target yang harus dicapai pada tahun 2030. Untuk mencapai target ini, diperlukan akses yang lebih baik terhadap makanan bergizi, peningkatan praktik pemberian makan yang baik, pendidikan gizi yang komprehensif, dan perbaikan infrastruktur dan sanitasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama dengan berbagai pihak terkait telah bekerja keras untuk mengurangi prevalensi stunting di NTT melalui program-program gizi, pendidikan, dan pemulihan gizi. Kunci utama penanganan stunting adalah pemberian pola makan yang seimbang pada anak, meliputi karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serta vitamin dan mineral dari berbagai sumber makanan protein hewani dan nabati, produk susu, sayuran, serta buah-buahan.

Protein hewani merupakan salah satu sumber utama yang penting dalam tatalaksana stunting. Protein adalah zat gizi yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak, termasuk pembentukan otot, jaringan, dan organ. Bila dibandingkan dengan protein nabati, protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan protein nabati mungkin tidak memiliki semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Selain itu, zat besi heme dalam protein hewani lebih mudah diserap tubuh dibandingkan dengan zat besi non-heme yang terdapat pada sumber nabati. Protein hewani juga mengandung lebih banyak mikronutrien seperti vitamin D, vitamin B12, zinc/seng, dan kalsium. Dengan demikian, protein hewani memiliki kelebihan yang signifikan dibandingkan protein nabati yang membuatnya sulit digantikan dalam penanganan stunting.

Terkait infrastruktur, beberapa daerah di NTT masih mengalami tantangan dalam hal aksesibilitas. Hal ini yang seringkali menjadi hambatan terhadap akses makanan bergizi, program pendidikan gizi, serta pemantauan dan pemulihan gizi secara terintegrasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang melibatkan sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, dan sosial untuk mengoptimalkan gizi anak-anak.

Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam upaya peningkatan gizi anak-anak. Di NTT, terdapat program pelatihan khusus bagi kader puskesmas yang berasal dari masyarakat. Mereka dilatih untuk melakukan pengukuran antropometri yang tepat guna mendeteksi kasus stunting dan masalah gizi lainnya dengan lebih cepat di lapangan. Ahli gizi puskesmas juga akan menindaklanjuti temuan kasus dan melakukan rujukan pasien ke rumah sakit untuk ditangani oleh dokter spesialis anak. Sistem pemantauan gizi yang baik diperlukan untuk mengidentifikasi anak-anak yang mengalami stunting dan memberikan intervensi yang tepat, seperti suplementasi gizi dan perawatan medis yang diperlukan.

Dalam mengatasi stunting, penting untuk memperhatikan aspek gizi yang holistik dan berkelanjutan. Penggunaan daun kelor sebagai bagian dari makanan sehat dapat memberikan kontribusi nutrisi tambahan, tetapi tidak boleh dianggap sebagai solusi tunggal untuk mengatasi stunting. Protein hewani merupakan kunci utama tatalaksana stunting, bukan daun kelor.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image