Bangga Menjadi Generasi Muda Berbahasa Indonesia di Era Globalisasi
Sastra | 2023-05-28 10:06:26Indonesia memiliki beragam suku, agama, ras, dan budaya. Indonesia sendiri memiliki sekitar 700 bahasa (Mabruri, 2021). Namun yang menjadi bahasa pemersatu bangsa ialah Bahasa Indonesia. Penggunaannya sangat dibutuhkan terutama untuk berkomunikasi dengan setiap orang yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia dari latar belakang sosial budaya, dan bahasa yang berbeda-beda (samad & Radmila, 2019). Peran Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yaitu memberi pengertian terhadap apa yang kita ucapkan (samad & Radmila, 2019).
Sebagi contoh orang yang berasal dari Kalimantan dan berkunjung ke Pulau Jawa dan berkomunikasi dengan orang setempat menggunakan Bahasa Indonesia agar terjalin percakapan yang saling dimengerti. Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia dapat memperkuat kehidupan bangsa. Selain itu bahasa pemersatu ini sudah dicantumkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 (Rani Gustiasari, 2018). Dengan menggunakan Bahasa Indonesia, rasa persatuan dan kesatuan semakin terpupuk dalam diri bangsa (Yusi Kamhar & Lestari, 2019).
Penggunaan Bahasa Indonesia tidak sekedar dalam ucapan saja, melalui tulisan juga. Dalam memulai atau melakukan percakapan dengan orang yang lebih tua ataupun dengan orang baru sebaiknya menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar karena orang lain bisa menilai diri kita dari ucapan.
Namun pada perkembangan zaman yang semakin modern ini arus budaya dari luar atau budaya asing sudah banyak masuk ke dalam budaya Indonesia. Sebagai contoh dalam kehidupan keseharian remaja saat ini,mereka sudah hafal bahasa asing karena terpengaruh oleh lagu maupun film. Ditambah lagi dengan arus globalisasi yang semakin berkembang pesat dalam informasi dan komunikais (Assapari, 2014).
Semakin canggih teknologi, masyarakat dapat menjumpai bahasa gaul pada sosmed yang tersedia di handphone (Zein, 2018). Bahasa Indonesia menjadi bahasa asing bagi generasi muda saat ini. Masyarakat lebih sering berkomunikasi menggunakan bahasa gaul daripada Bahasa Indonesia (Febrianti & Pulungan, 2021). Bahasa gaul sendiri dapat diartikan dengan bahasa yang mengikuti zaman dan mempunyai istilah kata unik yang biasanya digunakan dikalangan remaja (Gusnayetti, 2021).
Bahasa seperti itu juga biasa disebut bahasa alay. Para ahli lingustik berpendapat munculnya bahasa gaul dapat memusnahkan atau merusak bahasa nasional (Raditya, 2021). Sebagian besar bahasa gaul merupakan terjemahan, singkatan, maupun pelesetan (Suminar, 2016). Contoh bahasa gaul yaitu, gue, bokap. nyokap, lu, dan masih banyak lagi. Biasanya para remaja juga mencampurkan Bahasa Inggris dalam percakapannya contohnya “Eh by the way lu kemarin dari mana?”.
Selain contoh tersebut banyak ragam bentuk lainnya. Penggunaan awalan e → memang menjadi emang, kombinasi k, a, g → tidak menjadi kagak, dan sisipan e → teman menjadi temen (Suminar, 2016). Faktor yang mendorong penggunaan bahasa gaul di generasi milinial, yaitu pengaruh lingkungan, maraknya media sosial, dan modernisasi. selain faktor tersebut ada berbagai sifat negatif berbahasa dalam masyarakat yaitu, tuna harga diri, mentalisasi menerabas, meremehkan mutu, suka latah atau ikut-ikutan, enggan bertanggung jawab, dan menjauhi disiplin (Rizkiansyah, 2017).
Lagu-lagu daerah seperti Bungong Jeumpa (Aceh), Butet (Sumatera Utara), Apuse (Papua) dan masih banyak lainnya sering dilupakan oleh kalangan remaja saat ini. Mungkin saja ada beberapa kalangan remaja milenial yang tidak tahu sama sekali mengenai lagu daerah tersebut.
Generasi muda saat ini cenderung mengabaikan pentingnya mempelajari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri sudah mulai diajarkan kepada masyarakat sejak zaman penjajahan Belanda (Harziko Harziko, 2022). Namun, sebagian besar pelajar menganggap bahwa Bahasa Indonesia adalah pelajaran yang biasa saja dan tidak terlalu penting (Madina, 2019). Padahal masih banyak orang yang tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar,seperti menulis ejaan EYD dan lain sebagainya. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat para pahlawan dahulu perlu banyak melakukan perjuangan untuk menciptkan bahasa yang sempurna.
Selama kita masih berada di kawasan negara Indonesia, sudah menjadi keharusan untuk mempergunakan bahasa Indonesia (Rani Gustiasari, 2018). Kewajiban Berbahasa Indonesia juga tertera pada undang-undang salah satunya pada pasal 39 (Presiden Republik Indonesia, 2009). Ada beberapa langkah untuk mencegah dan menaggulangi Bahasa Indonesia agar tidak benar benar punah (Rahayu, 2015):
Basis pembinaan bahasa digerakkan oleh pendidikan. Cara yang digunakakn agar lembaga pendidikan bisa dijadikan sarana pembinaan bahasa yakni, dilakukan oleh pendidik dengan menjadikan bahasa baku sebagai simbol masyarakat yang akademi.
Meningkatkan pemahaman tentang Bahasa Indoensia yang benar sesuai kaidah.
Perlu adanya undang-undang kebahasaan. Hadirnya undang-undang ini nantinya dapat membuat masyarakat Indonesia berpegang teguh pada kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta meninggalkan bahasa gaul.
Adanya peran variasi bahasa dan penggunaanya. Variasi bahasa haruslah digunakan sesuai tempatnya, yakni resmi atau tidak resmi.
Menjunjung tinggi Bahasa Indonesia di negerinya sendiri.
Penggunaan ragam bahasa yang teratur dan mengikuti kaidah bahasa sudah dapat dikatakan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar (Azizah, 2020). Kita juga dapat mempertahankan peran Bahasa Indonesia dengan berbagai cara yang sederhana, Contoh kecilnya berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik kepada orang tua, adik, kakak, saudara, teman hingga nantinya di masyarakat luas.
Berliterasi tentunya dapat mendukung agar kita dapat berada dilingkungan dengan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Misalnya membaca buku maupun berita yang tentunya dengan pilihan dalam ranah penggunaan bahasa yang baik dan benar. Walaupun pelestarian bahasa sangatlah sulit (Anto et al., 2019) karena perkembangan dunia kita harus tetap bersuha meertahankan kedudukan bahasa sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan.
DAFTAR RUJUKAN
Anto, P., Hilaliyah, H., & Akbar, T. (2019). Pengutamaan Bahasa Indonesia: Suatu Langkah Aplikatif. El Banar : Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 2(1), 17–24. https://doi.org/10.54125/elbanar.v2i1.21
Assapari, M. M. (2014). EKSISTENSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL DAN PERKEMBANGANNYA DI ERA GLOBALISASI. 9.
Azizah, A. R. (2020). PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA GAUL DI KALANGAN REMAJA. Jurnal Skripta, 5(2). https://doi.org/10.31316/skripta.v5i2.424
Febrianti, Y. F., & Pulungan, R. (2021). PENGGUNAAN BAHASA GAUL TERHADAP EKSISTENSI BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT. JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 2(1), 6.
Gusnayetti, G. (2021). DAMPAK PENGGUNAAN BAHASA GAUL DI KALANGAN REMAJA TERHADAP BAHASA INDONESIA. Ensiklopedia Sosial Review, 3(3), 275–281. https://doi.org/10.33559/esr.v3i3.971
Harziko Harziko. (2022). SEJARAH, FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.15387.13602
Mabruri, Z. K. (2021). Pengelolaan Bahasa Untuk Pembelajaran Di Indonesia. NATURALISTIC : Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 6(1), 1078–1085. https://doi.org/10.35568/naturalistic.v6i1.1609
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.