Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hasan Albana

Disteachia Guru

Pendidikan dan Literasi | Sunday, 28 May 2023, 07:33 WIB

DISTEACHIA GURU

Bila guru datang terlambat berarti beliau pemalas, namun bila siswa datang terlambat berarti ia tidak menyukai pelajaran gurunya. Bila guru marah-marah berarti ia memiliki kelainan jiwa, namun bila siswa marah-marah berarti ia menuntut rasa keadilan. Bila guru sering tidak masuk, berarti ia sok penting dan sok sibuk, namun bila siswa sering tidak masuk berarti ia sudah muak dengan sekolah.

Siswa ibarat mutiara, ia bernilai sangat tinggi. Ia tersembunyi dibalik wajah-wajah polos yang penuh kreatifitas dan unik. Masing-masing dari mereka memiliki karakter masing-masing, tidak ada dan tidak akan pernah ada karakter siswa yang sama persis. Menghadapi keragaman tersebut, kadangkala kita jumpai seorang pendidik sedang malpraktik kepada siswa yang ‘cerdas’ namun di cap nakal.

Seringkali guru beranggapan bahwa sudah banyak melakukan aneka pendekatan, tetapi tetap saja, belajar itu tidak menghasilkan apa pun sehingga ujung ujungnya adalah menyalahkan anak sebagai pembelajar yang tidak peka, tidak kreatif, malas, dan aneka cap/ labeling negatif lainnya. Padahal, ketika anak yang sudah terlanjur di cap negatif tadi ditangani oleh guru yang tepat, justru bisa belajar dengan baik bahkan akan muncul menjadi sosok yang berprestasi.

Atas dasar fenomena inilah, Munif Chatib dalam bukunya, Sekolahnya Manusia, menyebutkan bahwa ada gangguan dan gejala penyakit yang terjadi pada pengajar kita (guru). Penyakit tersebut disebut disteachia. Sebuah penyakit yang diderita oleh guru-guru yang gagal mencerdaskan anak-anak yang ‘cerdas’. Penyakit guru ini dapat sembuh dengan senantiasa berpositif thingking kepada seluruh siswanya, baik itu cerdas sungguhan maupun cerdas yang masih tersembunyi. Tantangan guru adalah menemukan siswa yang cerdas tersembunyi atau cerdas yang kadangkala terselubung dibalik pelabelan “nakal’ seorang anak. Tingkah laku seorang cerdas tersembunyi kadangkala anomali, tidak sama seperti pada umumnya anak-anak seusianya. Tingkah laku tersebut dapat dibentuk dengan beberapa cara oleh guru.

Penyakit disteachia dapat disembuhkan ketika guru senantiasa mengatakan I am the best teacher and you are the best student’, sehingga guru senantiasa memberikan yang terbaik pada siswanya, serta menganggap setiap siswanya adalah siswa terbaik, ketika mendapati siswanya bertingkah aneh dan memiliki model belajar yang berbeda, sang guru akan memberikan yang terbaik baginya dengan metode maupun cara cerdas dengan tidak melabeli siswa tersebut dengan label negatif terlebih dahulu, akan tetapi senantiasa memberikan label positif pada siswanya, kemudian perlahan menemukan potensi kecerdasan sesungguhnya melalui cara cerdas oleh guru cerdas untuk siswa cerdas sesungguhnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image