Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Rifki Ivan Alfizar

Literasi vs AI, Jangan Diperangi!

Eduaksi | Friday, 26 May 2023, 12:06 WIB
Ilustrasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (ebsedu.org)

Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah mengubah berbagai sektor secara signifikan. Ancaman yang dihadapi bukan hanya terbatas pada lapangan pekerjaan yang mungkin digantikan oleh mesin. Jika manusia terus bergantung pada AI, maka manusia bisa dikatakan memiliki pikiran yang lebih lembut dan sederhana. Hal ini disebabkan oleh dominasi sistem digital dalam mengendalikan hampir segala hal tanpa manusia perlu berpikir keras.

Salah satu faktor kunci keberhasilan Amazon adalah pendekatan operasional digital yang mereka terapkan. Amazon memiliki filosofi untuk mengubah seluruh aspek operasional mereka menjadi model yang didigitalkan, dengan menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan pembelajaran mesin (machine learning), robotik, serta perangkat lunak (software).

Dengan hadirnya kemudahan ini, seringkali kita terjebak dalam kenyamanan dan kurang menyadari dampak negatifnya. Sebelum adanya kecerdasan buatan (AI), minat baca masyarakat Indonesia sendiri sudah sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya sekitar 0,001% dari total penduduk. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang secara aktif membaca. Hal ini menempatkan Indonesia dalam kategori negara dengan minat baca yang rendah. Apalagi sekarang, dengan kehadiran kecerdasan buatan, informasi dapat dengan mudah diakses hanya dengan sekali klik, yang membuat kita semakin tergantung padanya.

Memang benar bahwa kita harus memanfaatkan segala kemudahan yang ada. Namun, kemudahan tersebut tidak seharusnya membuat kita menjadi kurang cerdas dan enggan untuk berpikir. Sebagai upaya kontribusi terhadap minat literasi di Indonesia, kita setidaknya dapat menetapkan target untuk membaca satu atau dua buku dalam setahun. Dengan demikian, kita dapat berperan dalam meningkatkan minat literasi di negara ini.

Penulis terancam pekerjaannya

Saat ini, penulis dapat dikategorikan sebagai profesi di mana karya-karyanya yang berharga dicetak dan dijual kepada pembaca. Namun, jika kehadiran kecerdasan buatan (AI) menggeser peran penulis dan minat membaca buku menurun, tidak menutup kemungkinan bahwa menulis hanya akan menjadi hobi semata bagi seseorang. Untuk mengurangi dampak tersebut, salah satu solusinya adalah bagi penulis untuk beralih ke platform online guna menyebarkan karyanya. Dengan demikian, mereka dapat meminimalisir dampak pergeseran peran penulis akibat AI.

Banyak toko buku tutup

Memang benar bahwa harga buku bisa menjadi faktor yang membuat masyarakat berpikir dua kali untuk mengeluarkan anggaran untuk membeli buku. Terlebih lagi, di era digital saat ini, media online telah menjadi sangat canggih dan mudah diakses. Beberapa orang mungkin lebih memilih opsi online karena hanya perlu membaca sekali, dan setelah itu buku tidak lagi digunakan, kecuali bagi mereka yang benar-benar menyukai buku dan membaca. Sayangnya, jumlah orang yang benar-benar menyukai membaca masih tergolong sedikit. Oleh karena itu, kemungkinan tutupnya toko buku memang besar.

Literasi vs AI, bagaimana?

Jika kita membahas tentang buku dan melawan kemajuan kecerdasan buatan (AI), akan menjadi mustahil untuk meraih kemenangan. Sebagai manusia, kita memiliki sifat dinamis dan selalu mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana untuk melawan AI dan meninggalkan teknologi, karena hal tersebut akan mengakibatkan kemunduran bagi bangsa Indonesia. Yang seharusnya kita lakukan adalah menjalin hubungan baik dengan AI, menjadi teman AI dalam menghadapi perubahan zaman.

Membuat program wajib baca untuk menguatkan literasi

Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah budaya masyarakat secara bertahap dengan memberikan edukasi yang baik mengenai penggunaan AI agar tidak disalahgunakan. Meskipun sudah ada platform pengecekan plagiarisme di kalangan akademik, penting untuk mendorong kewajiban membaca buku sebagai program utama dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pelaksanaannya dapat diserahkan kepada kebijakan sekolah dan institusi masing-masing, karena akademisi juga akan tunduk pada peraturan tersebut. Meskipun mungkin membutuhkan sedikit pemaksaan pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu, hal ini akan menjadi kebiasaan. Selain itu, memang perlu ada pengorbanan, misalnya pemerintah dapat memberikan fasilitas buku kepada kalangan akademik untuk mendukung program ini.

Memang benar bahwa segala sesuatu tumbuh dari kebiasaan. Jika kita secara rutin melaksanakan kegiatan membaca atau literasi, minat membaca akan tertanam dalam diri kita. Selain itu, penting untuk diingat bahwa kita tidak perlu meninggalkan perkembangan zaman, termasuk kecerdasan buatan (AI). Kita masih dapat memanfaatkan fasilitas kemudahan yang ada, namun sebaiknya diimbangi dengan kegiatan yang dapat mengasah otak kita. Hal ini bertujuan agar kita tidak tertinggal dan dapat bersaing dengan kecerdasan buatan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image