Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Milenia Ferli

Keterkaitan Penujukan PJ Gubernur dengan Pemilu 2024: Masihkah Demokrasi Kerakyatan?

Politik | Friday, 26 May 2023, 11:01 WIB
Sumber foto: google.com/www.nu.or.id
Sumber foto: google.com/www.nu.or.id

Menurut penulis, penunjukan Pj tidak ada urgensinya untuk daerah yang akan dipimpin nanti. Pasalnya, masih banyak ruang untuk bisa menata kembali jadwal pilkada untuk mengganti kepala daerah yang habis masa jabatannya. Mekanisme Pj itu memang dibuka jika tidak ada kepala dareah definitif. Namun, penunjukan Pj dirasa tak sejalan dengan semangat otonomi daerah. Pengisian jabatan negara seperti yang kita ketahui, merupakan suatu unsur terpenting dalam pelaksanaan organisasi kenegaraan.

Hal ini didasari karena tanpa diisi oleh pejabat negara, maka fungsi-fungsi dari jabatan kenegaraan tersebut tidak akan dapat dilaksanakan Begitu pentingnya peran pejabat negara karena jabatan tersebut menjadi aktor penting yang bertangggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga apabila terdapat kekosongan jabatan negara tersebut dapat menimbulkan stagnasi pemerintahan. Karena adanya penundaan Pilkada pada tahun 2022 dan tahun 2023 tersebut, terdapat 271 kepala daerah yang akan habis masa jabatannya sehingga diperlukan suatu mekanisme khusus untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah tersebut guna menghindari stagnasi pemerintahan daerah.

Dalam menghadapi ancaman kekosongan jabataan kepala daerah pada masa transisi pilkada serentak nasional tahun 2024, terdapat beberapa mekanisme yang dapat digunakan untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, yakni melalui penunjukan pelaksana harian (Plh), pelaksana tugas (Plt), penjabat sementara (Pjs) dan penjabat (Pj) kepala daerah. Penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah di 271 daerah merupakan suatu kebijakan yang problematik. Hal ini didasari karena dalam proses penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah sama sekali tidak melibatkan partisipasi DPRD maupun masyarakat daerah dalam setiap proses tahapannya, sehingga masyarakat selaku pemegang kedaulatan daerah terabaikan dan tidak sesuai dengan esensi demokrasi.

Penunjukan pejabat publik tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dan syarat demokrasi yakni adanya pemerintahan yang terbatas dan tidak bertindak secara sewenang-wenang dengan senantiasa menjadikan rakyat sebagai pemegang kekuasaan atau government or rule by people. Tertutupnya ruang partisipasi masyarakat daerah dapat terlihat di dalam Pasal 174 ayat (7) UU No. 10 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa Presiden menetapkan penjabat gubernur dan Menteri Dalam Negeri menetapkan penjabat bupati/walikota. Selanjutnya, di dalam Pasal 201 ayat (10) dan ayat (11) UU No. 10 Tahun 2016 juga menjelaskan bahwa penjabat (Pj) gubernur berasal dari jabatanpimpinan tinggi madya dan penjabat (Pj) bupati/walikota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Ketentuan tersebut sama sekali tidak mensyaratkan adanya partisipasi dari masyarakat daerah untuk dapat turut serta dalam proses penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah, sehingga masyarakat daerah selaku pemegang kedaulatan daerah terabaikan. Padahal, penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi masyarakat daerah karena hal ini berkaitan dengan prosesi penentuan pemimpin di daerahnya serta berakibat pula pada kebijakan yang akan mempengaruhi masyarakat daerah secara langsung.

Penunjukan PJ Gubernur oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri dirasa bermuatan politis, karena mereka yang ditunjuk adalah orang yang mendapat rekomendasi langsung dari Pusat, dan tentu memiliki kedekatan khusus, untuk selanjutnya mengamankan capres pilihan Presiden. Agenda pertemuan seluruh kepala daerah yang dilaksanakan oleh Kemendagri di Jakarta, beberapa waktu lalu mengisyaratkan bahwa arahan pusat secara langsung benar adanya untuk mengamankan salah satu capres, pasalnya, agenda pertemuan itu dilakukan setelah Anies Baswedan tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI. Dan hanya DKI yang dihadiri oleh PJ Gubernur, sedangkan beberapa daerah lainnya masih dipimpin oleh Gubernur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image