Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Savira Hayyun Audina

Ilmu Pengetahuan Melejit Pesat, Bagaimana Nasib Moral Anak Bangsa?

Teknologi | Thursday, 25 May 2023, 14:48 WIB

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu jelas dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Adanya revolusi industri 4.0 (Cyber Physical System) yang menitikberatkan pada kolaborasi antara gerakan otomatisasi dengan teknologi siber yang kemudian memunculkan banyak terobosan baru dalam berbagai bidang, seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.

Adanya Chat-GPT, salah satu produk kecerdasan buatan berupa chatbot yang membantu dalam penulisan esai, puisi, ulasan karya ilmiah, bahkan pengkodingan, menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi manusia, terutama generasi zilenial. Beragamnya produk berupa robot berbasis sistem cerdas pun dibuat dengan tujuan mempercepat serta meningkatkan efisiensi dan mutu produksi.

Namun, perkembangan IPTEK ini justru menjadi tantangan bagi para penggunanya. Kemudahan-kemudahan yang timbul akibat kemajuan teknologi dapat menimbulkan dampak yang begitu berbahaya, seperti adanya penyalahgunaan hak cipta, cyberstalking, dan yang terpenting adalah degradasi moral.

Kontinuitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, seperti Artificial Intelligence akan mengguncang pasar-pasar teknologi di seluruh belahan dunia. Perkembangan teknologi ini berimbas luas terhadap seluruh aspek kehidupan, seperti produk berupa robot-robot berbasis sistem cerdas yang begitu canggih telah tercipta dengan tujuan menggantikan kinerja manusia. World Economic Forum memprediksi akan ada 14 juta pekerjaan yang hilang dalam 5 tahun ke depan sehingga dirasa cukup menyita terbukanya lapangan kerja. Baru-baru ini, telah diciptakan robot dengan sistem cerdas untuk membantu penanganan di rumah sakit, seperti robot yang dapat mengurangi kontak antara tenaga medis dengan pasien, bahkan memberikan diagnosis terhadap suatu penyakit. Hal ini menjadi bukti bahwa robot mulai mengambil alih pekerjaan manusia, meskipun dalam kondisi yang memerlukan ketelitian tinggi sekalipun. Ini memberikan akibat terhadap kondisi ekonomi, di mana akan semakin banyak pengangguran. Meningkatnya angka pengangguran ini justru memicu terjadinya aksi yang menunjukkan degradasi moral, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), kasus pencurian, serta aksi lain yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Dengan kualitas sumber daya manusia di Negara Indonesia yang masih tergolong rendah, perkembangan globalisasi dalam bidang teknologi ini cenderung bersifat mengancam. Konten-konten kurang mendidik yang beredar, informasi yang tidak terbukti validitasnya, serta dependensi atas kemudahan-kemudahan teknologi yang ada menjadi faktor rentan penurunan nilai moral. Sikap ramah-tamah yang menjadi karakter unggul bangsa Indonesia terancam luntur bahkan berisiko mengalami kepunahan seiring berjalannya waktu. Adat dan tradisi yang menjadi identitas setiap daerah di Indonesia pun tidak lagi dianggap sebagai sebuah urgensi, melainkan sesuatu yang malah dianggap kuno.

Salah satu bukti adanya perkembangan teknologi yang saat ini tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia adalah gawai. Dalam dunia teknologi, gawai merupakan alat yang dibuat dalam bentuk sederhana sehingga siapapun dapat menggunakannya. Gawai merupakan suatu alat yang saat ini diterapkan untuk segala keperluan karena di dalamnya termuat aplikasi yang sangat memudahkan manusia, seperti pesan cepat, akses informasi, games, transaksi, pemesanan barang, fitur kamera, dan konsumsi media sosial dapat dioperasikan secara mudah dan cepat hanya dalam genggaman tangan. Saat ini, gawai pun telah menjadi konsumsi publik dalam kesehariannya. Kemudahan akses melalui gawai ini memberikan dampak baik, namun dapat memberikan efek yang berbahaya pula. Ketika seseorang tidak mampu melakukan filtrasi mengenai perkembangan teknologi yang ada, hal tersebut dapat menjerumuskan seseorang pada pergaulan bebas yang mengarah pada hal negatif, misalnya narkoba, seks bebas, pelecehan seksual, bahkan pembunuhan. Kasus ini sudah marak terjadi pada zaman ini sehingga diperlukan seleksi secara maksimal.

Baru-baru ini, Kominfo mencatat sekitar 30 juta remaja di Indonesia menjadi pengguna internet dan media sosial. Artinya, mayoritas remaja telah menjadi konsumen yang mendominasi dalam penggunaan perangkat gawai. Seringkali media sosial yang dapat diakses melalui gawai menyajikan informasi yang informatif. Namun, tak jarang media sosial memberikan kabar yang tidak patut untuk ditiru, seperti banyak bermunculannya tren yang tidak edukatif. Tren ini biasa dilakukan oleh remaja. Dengan usia yang cenderung labil, remaja mengikuti tren untuk menghindari FOMO (Fear of Missing Out), yaitu perasaan takut mengalami ketertinggalan kabar dan tren sehingga mereka cenderung mengikuti tren-tren yang beredar tanpa memikirkan timbal baliknya.

Media sosial sebagai sarana penyebaran informasi di zaman ini justru digunakan sebagai sarana flexing, yaitu mengagungkan pencapaian diri dan menjatuhkan orang lain. Dari hal ini, terlihat bahwa perkembangan teknologi dalam lingkup media sosial cukup memberikan efek buruk bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti tidak adanya sikap menghargai kesetaraan hak antar sesama. Dengan kecepatan perkembangan teknologi yang terjadi saat ini, justru membuat manusia merasa kesulitan untuk mempelajari bagaimana perkembangan tersebut dapat terjadi dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya.

Perkembangan teknologi tidak hanya memberikan dampak dalam sebuah kalangan, tetapi juga dapat melibatkan aksi antar kalangan yang berbeda, misalnya tren yang ramai tidak lama ini, tren mandi lumpur. Tren ini merupakan cara baru seseorang untuk mengemis. Tren mandi lumpur dilakukan dengan memanfaatkan orang tua sebagai pelaku tren sehingga menimbulkan rasa belas kasihan bagi para penontonnya dan memberikan suatu tip atau uang imbalan karena kegiatan mandi dengan lumpur tersebut. Nahasnya, tren ini sempat diikuti oleh sebagian orang karena dianggap lebih menjanjikan. Ini mencerminkan adanya kerusakan moral dengan cara mengemis dan durhaka kepada orang tua. Beruntungnya, Kominfo bergerak cepat agar tren tersebut diblokir sehingga tidak menjadi tren yang berkepanjangan.

Manusia di era ini dipenuhi oleh ancaman dan hambatan yang menggoda. Jika tidak dibekali dengan iman, adab, dan ilmu yang cukup, maka hal yang sangat mungkin terjadi adalah terjerumus ke dalamnya. Kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh karakter masyarakatnya. Kemudahan-kemudahan yang diberikan akibat perkembangan teknologi ini seharusnya menjadi batu loncatan bagi generasi muda untuk meningkatkan kualitas dan menjadi sosok yang inspiratif. Jika negara berilmu tanpa diiringi oleh karakter yang baik, akan terjadi keterbengkalaian tujuan yang sudah direncanakan secara matang pada jauh waktu sebelumnya, seperti bonus demografi yang diharapkan terjadi di Indonesia pada 2045. Karakter yang buruk dapat memberikan efek memburuknya ilmu pengetahuan dan kualitas yang dimiliki oleh generasi suatu negara di masa depan sehingga sangat besar kemungkinan bonus demografi ini untuk mengalami kegagalan.

Menjadi generasi digital yang melek sains bukanlah hal yang buruk, justru hal ini sangat positif dan baik untuk diterapkan oleh suatu negara. Namun dengan ultimatum yang selalu bersiap dari luar, suatu bangsa perlu untuk waspada. Dengan informasi-informasi yang masuk ke dalam negeri, setiap warga negara harus melakukan filtrasi. Penanaman karakter juga wajib ditanamkan sejak usia dini sehingga tercetak generasi penerus bangsa yang menjadi teladan. Teknologi dapat menjadi tangan kanan, namun dapat pula menjadi sebuah ancaman yang riskan. Dengan berpegang teguh pada karakter yang baik sebagai salah satu identitas negara, seseorang dapat berkembang secara baik, begitu pula dengan perkembangannya terkait pengetahuan dan teknologi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image