Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vania helsa

Work - Life Balance, Apa, Bagaimana, dan Mengapa?

Gaya Hidup | Wednesday, 24 May 2023, 17:33 WIB

Balanced life atau kehidupan yang seimbang mungkin sudah sering kita dengar. Baik itu di lingkungan pelajar dan mahasiswa ( study-life balance ) maupun di lingkungan pekerjaan ( work-life balance). Sebenarnya apa saja yang dimaksud dengan life balance, life balance sendiri mencakup keseimbangan aspek-aspek dalam kehidupan, yaitu keseimbangan antara pekerjaan atau pendidikan, keluarga, kesehatan fisik, kesehatan mental, spiritual, finansial, dan kehidupan sosial.

Oleh karena banyaknya aspek kehidupan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam hidupnya, untuk memiliki hidup yang seimbang, seseorang dituntut untuk memiliki kesadaran dan kemampuan mengatur waktu yang baik. Pada artikel ini, kita akan membahas secara bersama-sama mengenai work - life balance. Mengutip pendapat dari Hudson (2005), Work-Life Balanced (WLB) merupakan bentuk kepuasan individu dalam mencapai keseimbangan kehidupan selama melakukan pekerjaannya. Work-life balance menjelaskan bagaimana individu dapat mengatur batasan antara lingkungan pekerjaan dengan kehidupan pribadi dan waktu bersama keluarganya untuk mencapai keseimbangan (Clark, 2000).

Seorang karyawan dapat dikatakan memiliki work-life balance yang baik ketika ia dapat mengatur waktu antara pekerjaan dengan kehidupan pribadinya, dengan syarat keduanya tidak boleh saling terbengkalai. Secara singkat, menerapkan work-life balance sama dengan bertanggung jawab baik dalam pekerjaan maupun keluarga dan dirinya sendiri. Di sisi lain, menurut Forbes, bagi generasi milenial work - life balance berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi gaya hidup melalui pekerjaan yang dilakukan.

Greenhaus, Collins, dan Shaw (Dalam Hudson, 2005) menyatakan bahwa ada tiga komponen keseimbangan, yaitu time balance (Keseimbangan waktu) yang menyangkut jumlah waktu yang diberikan baik untuk pekerjaan maupun peran di luar pekerjaan, involvement balance (Keseimbangan keterlibatan) yang menyangkut keterlibatan tingkat psikologis atau komitmen, dan terakhir statisfaction balance (Keseimbangan kepuasan) yang berkaitan dengan tingkat kepuasan setelah melakukan pekerjaan maupun kegiatan di luar hal pekerjaan.

Besarnya persaingan di dunia pekerjaan membuat orang bekerja lebih keras lagi dari hari ke hari, bahkan hingga bekerja lembur untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dengan harapan dapat menjadi orang sukses. Secara tidak sadar, perilaku tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan akhirnya kehidupan di luar lingkungan pekerjaan mulai terabaikan. Apalagi belakangan ini, semua kegiatan yang sebelumnya lumpuh total karena pandemi virus corona, kini sudah pulih dan kembali bergeliat, berlomba-lomba untuk bangkit.

Ketika masa pandemi, para pekerja yang dituntut melakukan pekerjaan dari rumah atau Work from Home (WFH) dapat lebih mudah membagi waktunya untuk keluarga maupun hobi dan kegiatan lainnya dengan pekerjaannya. Seperti salah satu dari tiga komponen keseimbangan menurut, Greenhaus, Collins dan Shaw (Dalam Hudson, 2005), yaitu keseimbangan waktu yang berkaitan dengan proporsi waktu yang diluangkan untuk pekerjaan dan hal- hal di luar pekerjaan, dengan tidak adanya jarak yang harus ditempuh untuk melakukan keduanya, maka akan ada lebih banyak waktu yang bisa dibagi sebab tidak ada waktu yang terbuang untuk perjalanan.

Ada banyak pekerja yang berpikiran bahwa melakukan hobi, beristirahat yang cukup, maupun berbincang dengan teman dan keluarga akan menghambat kesuksesan karier mereka. Padahal pada kenyataannya banyak pula orang sukses di luar sana yang mampu menerapkan work-life balance.. Akan tetapi, tak sedikit pula yang ingin bisa menerapkan work-life balance karena banyak hal positif yang bisa didapatkan dari menerapkannya. Di antaranya yaitu mengurangi rasa jenuh dan stress akibat pekerjaan sehingga terhindar dari penyakit-penyakit yang dapat muncul ketika dipicu oleh stress, mencegah terjadinya ketimpangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan, dan tentunya menciptakan hidup yang lebih berkualitas.

Dengan begitu, performa kinerja seseorang akan tetap baik atau bahkan menjadi lebih produktif dalam melakukan pekerjaannya. Work-life balance dapat dikatakan sebagai hal yang esensial karena tidak tercapainya work-life balance dapat menyebabkan kelelahan, rendahnya produktivitas dan efisiensi bekerja, rendahnya kepuasan kerja, rendahnya kebahagiaan, burnout, dan hilangnya motivasi bekerja seseorang. Dapat sedikit disimpulkan bahwa dengan menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat membawa seseorang menuju kesuksesan sekaligus tetap menjaga kesehatan mental dan fisiknya.

Untuk dapat mencapai hidup yang seimbang, dibutuhkan waktu dan proses perbaikan diri secara terus menerus. Upaya ini perlu disertai dengan penyesuaian kebiasaan dan pandangan dari masing-masing pribadi. Terdapat beberapa tips yang mungkin dapat membantu seseorang dalam menerapkan work-life balance dalam hidupnya, yaitu yang pertama menentukan skala prioritas, dengan membagi waktu berdasar mana hal yang penting untuk dilakukan dan perlu didahulukan. Kedua, mencoba hal baru atau melakukan hobi yang dapat membawa dampak positif dan mengurangi stress. Ketiga, meluangkan waktu untuk keluarga dan melakukan me time. Keempat, beranikan diri untuk bilang “tidak” atau menolak tugas-tugas di luar jobdesk dan tanggung jawab, selama bukan dalam waktu darurat.

Terakhir, yang paling penting dan mungkin kadang dilupakan, yaitu tidak membawa pekerjaan ke rumah, dengan begitu tubuh dan pikiran akan mendapatkan waktu untuk fokus beristirahat sehingga dapat menjadi produktif kembali keesokan harinya. Selain usaha dari diri masing-masing karyawan, perusahaan tempat seseorang bekerja juga berperan penting dalam membantu karyawannya mencapai work-life balance tadi, yaitu dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik, seperti memberikan batasan waktu kerja yang jelas dan cukup agar tidak terjadi overwork, maupun jam kerja yang fleksibel sesuai perjanjian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image