Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rani Yulia Safitri

Jangan Biarkan Masa Depan Terenggut dengan Pernikahan Dini

Info Terkini | Wednesday, 24 May 2023, 10:23 WIB

Pernikahan adalah hal yang wajar dan sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana merupakan suatu tahapan dimana seseorang harus lebih dewasa dari tahapan sebelum menikah. Tahap kedewasaan ini merupakan bagian dari kesiapsiagaan baik secara mental maupun psikologis. Namun, pernikahan yang terjadi pada usia yang sangat dini dapat menimbulkan berbagai masalah dan dampak negatif yang signifikan. Sayangnya, praktik pernikahan dini masih terjadi di banyak negara. Permasalahan pernikahan dini merupakan salah satu masalah sosial yang masih marak terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia. Pernikahan dini masih menjadi isu yang cukup krusial di beberapa daerah di Indonesia. Banyak perempuan muda yang dinikahkan pada usia yang masih terlalu dini, bahkan sebelum usia 18 tahun.

Oleh karena itu, memahami permasalahan pernikahan dini menjadi penting dalam upaya untuk mengurangi angka pernikahan dini. Dalam artikel ini penulis memberikan beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah pernikahan dini, seperti meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi, melakukan kampanye untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, dan memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan yang menjadi korban pernikahan dini. Secara keseluruhan, artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang pentingnya memahami permasalahan pernikahan dini, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini, dampak yang ditimbulkannya, serta langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini, agar perempuan dan masyarakat dapat hidup lebih sejahtera dan berkembang secara optimal.

Pernikahan dini atau pernikahan yang dilakukan pada usia yang masih sangat muda, terutama pada usia anak-anak atau remaja, adalah masalah serius yang perlu diperhatikan. Hal ini dapat menyebabkan banyak konsekuensi negatif pada kedua pasangan yang menikah, seperti kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup, risiko kesehatan reproduksi yang meningkat, dan risiko peningkatan kekerasan dalam rumah tangga. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan maraknya pernikahan dini di antaranya adalah tekanan sosial, kurangnya pendidikan, keterampilan hidup, tradisi setempat, kemiskinan, faktor ekonomi, perjodohan, faktor yang sebenarnya tidak dikehendaki yaitu MBA (married by accident) menikah karena kecelakaan,dan masih banyak faktor lain yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini.

Di beberapa budaya atau masyarakat, pernikahan dini juga dianggap sebagai cara untuk melindungi kehormatan keluarga atau mencegah hubungan seksual di luar nikah. Hasil penelitian UNICEF di Indonesia (2002), menemukan angka kejadian pernikahan anak berusia 15 tahun berkisar 11%, sedangkan yang menikah di saat usia tepat 18 tahun sekitar 35%. Dari hasil Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa perempuan muda di Indonesia dengan usia 10 - 14 tahun menikah sebanyak 0,2 % atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10 - 14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15 - 19 tahun yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki - laki muda yang berusia 15- 19 tahun (11,7 % P : 1,6 % L), diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun - lebih dari 56,2 persen sudah menikah. Berdasarkan data BPS (2008) bahwa angka perkawinan pertama yang dilakukan di bawah usia 16 tahun sebesar 11,23%. Pernikahan dini atau pernikahan dibawah umur menjadi sebuah fenomena di masyarakat akhir-akhir ini. Hal ini bukan sesuatu yang baru, sudah banyak dan sangat mungkin telah ada sejak lama. Menurut hasil penelitian yang dilakukan BKKBN pada tahun 2014, 46 persen atau setara dengan 2,5 juta pernikahan yang terjadi di setiap tahun di Indonesia mempelai perempuannya berusia antara 15 sampai 19 tahun. Bahkan 5% diantaranya melibatkan mempelai perempuan yang berusia di bawah 15 tahun.

Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif jika dipandang dari segi fisik, sosial ekonomi dan mental/psikologis, terutama bagi kesehatan reproduksi remaja tersebut. Dampak dari pernikahan usia dini kesehatan reproduksi salah satunya adalah perempuan usia 15-19 tahun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan dibandingkan yang berusia 20-25 tahun, sedangkan usia di bawah 15 tahun kemungkinan meninggal bisa mencapai lima kali lipat. Perempuan muda yang sedang hamil, berdasarkan penelitian dapat beresiko mengalami beberapa hal yang membahayakan kesehatan seperti mengalami pendarahan, keguguran, dan persalinan yang lama atau sulit. Oleh karena itu, pernikahan dini memiliki banyak dampak negatif yang sangat penting untuk diketahui baik oleh remaja maupun orang tua.

Terkait dengan kesehatan reproduksi dan pernikahan dini, maka dokter anak berperan serta dalam memberikan penyuluhan pada remaja dan orangtua mengenai pentingnya mencegah terjadinya pernikahan di usia dini serta membantu orangtua untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sesuai tahapan usianya. Dokter anak juga berperan membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi juga alat kontrasepsi, menilai kemampuan orang tua berusia remaja dalam mengasuh anak untuk mencegah terjadinya penelantaran atau perlakuan salah pada anak, serta berpartisipasi dalam masyarakat untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia dini.

Dalam kesimpulannya, pernikahan dini masih menjadi permasalahan kompleks yang perlu ditangani dengan serius. Angka pernikahan di bawah usia 18 tahun di Indonesia masih terbilang tinggi dikarenakan oleh beberapa faktor. Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif untuk kesehatan fisik dan psikis, sosial ekonomi, dan mental/psikologis, terutama bagi kesehatan reproduksi remaja tersebut. Dampak pernikahan dini bagi remaja lebih banyak diderita oleh remaja perempuan. Oleh karena itu, diperlukan upaya terintegrasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Selain itu dokter anak berperan serta dalam memberikan penyuluhan pada remaja dan orangtua mengenai pentingnya mencegah terjadinya pernikahan di usia dini serta membantu orangtua untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sesuai tahapan usianya. Dokter anak juga berperan membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi juga alat kontrasepsi, menilai kemampuan orang tua berusia remaja dalam mengasuh anak untuk mencegah terjadinya penelantaran atau perlakuan salah pada anak, serta berpartisipasi dalam masyarakat untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia dini.

Pemerintah dapat melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif pernikahan dini dan memberikan akses pendidikan dan keterampilan hidup kepada anak-anak dan remaja. Keluarga juga harus memberikan dukungan dan bimbingan kepada anak-anak mereka agar tidak tergesa-gesa menikah. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menghentikan praktik pernikahan dini dengan cara seperti memberikan pendidikan dan dukungan kepada orang tua dan anak-anak, serta menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak dan remaja untuk tumbuh dan berkembang. Dengan mengubah pandangan masyarakat tentang pernikahan dan memberikan akses pendidikan yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan, serta memberikan bantuan ekonomi kepada keluarga kurang mampu, diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan dini di Indonesia. Dengan meningkatkan kesadaran dan mengubah norma sosial, diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan dini dan memberikan dampak positif bagi individu dan masyarakat secara luas.

DAFTAR PUSTAKA

ELFRIDA RIYANNI SYALIS, Nunung Nurwati Nurwati. (n.d.). Analisis Dampak Pernikahan Dini Terhadap Psikologis Remaja | SYALIS | Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial. Jurnal Unpad. Retrieved April 20, 2023, from http://journal.unpad.ac.id/focus/article/view/28192

Handayani, S., Nuraini, S., & Agustiya, R. I. (2021). Faktor-faktor penyebab pernikahan dini di beberapa etnis Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 24(4), 265-274.

Selia Almahisa, Y., & Agustian, A. (2021). Pernikahan Dini Dalam Perspektif Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam. Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 3(1), 27–36.

Syalis, E. R., & Nurwati, N. N. (2020). Analisis Dampak Pernikahan Dini Terhadap Psikologis Remaja. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 3(1), 29-39.

UTAMI, FAJAR TRI. (2010, November 13). PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DU USIA MUDA. UMS ETD-db. Retrieved April 20, 2023, from http://eprints.ums.ac.id/4804/

Widiamurti, A. S., & Mulyani, W. P. (2017). Persepsi Remaja Pedesaan terhadap Kasus Pernikahan Usia Dini. Jurnal Bumi Indonesia, 6(4), 1–9. https://media.neliti.com/media/publications/228882-persepsi-remaja-pedesaan-terhadap-kasus-6fed650d.pdf

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image