Guru tidak Pantas... ?
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-24 08:14:02Teman dari seorang dosen sedang menjemput sahabatnya berkebangsaan Australia, sebut saja namanya John yang bertemu di bandara Juanda Surabaya. Informasi sebelumnya adalah John sedang belajar bahasa Indonesia, dan masih sulit membedakan kepala dan kelapa. Ketika saling bercengkerama di dalam mobil, selama perjalanan Surabaya-Malang, karena kondisi panas, serta-merta John menginginkan untuk membeli es kelapa, dalam permintaannya kepada temannya tersebut, sang sahabat mengucapkan dengan bahasa Indonesia yang kurang tepat yakni : ‘bagaimana kalau kita beli es kepala dahulu?’, secara spontan sahabat dosen dari malang tersebut menertawakan sahabat Australia tersebut hingga terpingkal-pingkal, yang padahal menururt John hal tersebut tidaklah lucu.
Fenomena ini sangat asing bagi John, karena sahabatnya yang dari malang ini adalah seorang guru, dan John sedang dalam belajar bahasa, reaksi menertawakan John oleh temannya asli malang ini membuat John langsung berkata didalam mobil tersebut yakni ‘ kamu tidak pantas jadi guru’. Cerita di atas, ternyata mewakili karakter atau tipe orang asia tenggara, dimana ketika ada seseorang yang sedang belajar, dan dalam proses belajarnya terdapat kesalahan, reaksi pertama adalah menertawakan teman tersebut. Sehingga mentalitas orang Indonesia sulit berkembang menjadi Negara maju karena masyarakatnya sangat menjaga budaya tersebut, yakni menertawakan temannya ketika salah dalam proses belajar.
Kenapa John mengatakan ‘kamu tidak pantas menjadi guru’, padahal temannya tersebut berprofesi sebagai guru dan dosen?. Sehingga perlu menjadi intropeksi bagi kita, bahwa ternyata bangsa yang maju, masyarakatnya tidak malu ketika belajar dan dalam proses belajar melakukan kesalahan. Pak Yus cholili dosen saya di UMM justru mengatakan beruntunglah anda ketika dalam posisi tersesat dalam belajar, salah dalam belajar, karena hal tersebut akan dapat menjadi pengalaman, pelajaran berharga bagi diri sendiri untuk bisa merefleksi kesalahan yang pernah dilakukan sehingga menjadi lebih baik di kemudian hari.
Dikatakan oleh Pak Yus bahwa kecenderungan orang yang keluar dari kebiasaan biasa dikatakan salah. Padahal keluar dari kebiasaan atau biasa dianggap aneh belum tentu salah. Selanjutnya Pak Cholily juga mengatakan bahwa proses atau jalan menuju mengerti dalam belajar adalah dari tidak mengerti atau tidak tahu apa-apa lurus terus menuju jalan mengerti, ketika kita sudah sampai pada posisi bingung, pada hakikatnya bingung tersebut adalah satu garis dengan proses belajar untuk mengerti tersebut.
Tidak mengerti – bingung – mengerti, karena sudah dalam posisi bingung yakni ditengah-tengah maka tinggal sedikit lagi kita menjadi mengerti, kebanyakan dari kita ketika dalam posisi bingung kemudian tidak melanjutkan untuk terus menuju posisi mengerti karena terbentur berbagai hal, salah satunya adalah ketidak percayaan pada diri sendiri untuk bisa sampai pada posisi mengerti. Perlu kita ketahui bersama bahwa menjadi guru adalah kesempurnaan profesi, wacana dari Menpan yang mengatakan bahwa lebih baik pensiun dini dari pada tidak ada motivasi untuk menjadi guru (bagi seorang guru), karena tidak adanya totalitas dan loyalitas pada seorang guru akan dapat merusak anak didik. lebih baik pensiun dini dari pada terus memaksa menjadi guru akan tetapi minim pengembangan diri.
Saya hari ini lebih pintar dari kemarin karena saya terus belajar. Kata-kata tersebut adalah motivasi yang sangat bagus dan saya dapat dari dosen sebelum Pak Yus, yakni Pak Machfud. Setiap hari kita wajib menjadi lebih pintar, setiap hari kita wajib menjadi lebih hebat, karena kita harus terus belajar. Menjadi guru SD contohnya, dengan bergelar Doktor belumlah cukup, karena tuntutan zaman yang terus menggilas, sehingga apapun gelar kita sebagai guru SD, diminta untuk terus dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Tidak ada kata stagnan, tidak ada kata menyerah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.