Mengapa RUU Kesehatan Harus Ditolak: Analisis Kritis atas Konsekuensinya
Politik | 2023-05-23 16:13:01Penolakan RUU Kesehatan oleh organisasi profesi, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), merupakan isu yang sangat penting untuk dibahas. RUU tersebut menimbulkan berbagai tanda tanya dan kekhawatiran di kalangan organisasi profesi dan masyarakat umum. Alasan utama penolakan ini adalah karena RUU Kesehatan menghilangkan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi. Menurut Beni Satria, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota IDI, organisasi tersebut mempertanyakan apakah draf RUU Kesehatan ini merupakan inisiasi pemerintah atau DPR. Kemudian, di bulan Februari ada dari Baleg bahwa ini adalah inisiatif DPR. Nah, kemudian kami mempelajari draf RUU Kesehatan itu," ujar Beni saat aksi demo RUU Kesehatan Omnibus Law di depan gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Senin 8 Mei 2023.
Poin-poin penolakan RUU Kesehatan yang ditentukan oleh IDI dan organisasi profesi lainnya adalah menghapuskan unsur organisasi profesi, penghapusan anggaran yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), dan cabutnya seluruh undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, dan rumah sakit. Pencabutan undang-undang tersebut dinilai mengganggu perlindungan dan hak masyarakat. Selain itu, IDI dan organisasi profesi lainnya juga menolak aturan aborsi dalam RUU Kesehatan. Pemerintah mengusulkan agar aborsi yang tadinya diatur maksimal 8 minggu, menjadi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Hal ini dinilai bukan lagi kategori aborsi melainkan pembunuhan janin. IDI juga mengkhawatirkan legalisasi tembakau dan alkohol dalam RUU Kesehatan. IDI mengatakan bahwa banyak masyarakat yang tidak terlindungi dari sisi kesehatan akibat legalisasi tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa akan banyak tenaga kesehatan yang dipenjara karena adanya perbedaan pandangan dalam mencapai kesembuhan.
Beni menekankan bahwa untuk membuktikan adanya unsur kelalaian, tidak bisa menggunakan azas pidana umum yang diatur dalam KUHP. Sehingga, Beni menegaskan bahwa pasal-pasal pemidanaan di dalam RUU Kesehatan perlu ditinjau ulang dan direvisi agar tidak mengancam tenaga kesehatan. Mengulang Kembali bahwa Pada Senin, 8 Mei 2023, IDI dan organisasi profesi lainnya telah melakukan aksi damai di depan gedung Kemenkes. Lima perwakilan IDI diminta masuk untuk berdiskusi. Saat diskusi, poin-poin di atas lah yang disampaikan. Setelah diskusi, Beni menerangkan bahwa pihaknya menunggu keputusan dari Kemenkes.
"Mereka (Kemenkes) akan mempertimbangkan itu dan kami harap pertimbangannya tidak terlalu lama. Kita akan lihat terus reaksinya seperti apa. Apakah kita terus dikasih gula manis-manis atau memang direalisasikan." Beni menambahkan bahwa pihaknya meminta waktu sesegera mungkin, dua atau 20 hari ke depan. Jika tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes, mereka akan melakukan aksi seperti ini lagi dan melibatkan seluruh Indonesia. Banyak pihak yang mendukung aksi yang dilakukan oleh IDI dan organisasi profesi lainnya. Mereka menyatakan bahwa RUU Kesehatan tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan jangan sampai direalisasikan. Mereka meminta pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan dengan matang mengenai dampak dari RUU tersebut jika diimplementasikan.
Dalam hal ini, IDI menolak RUU Kesehatan karena dianggap sangat merugikan masyarakat dan tenaga kesehatan. Mereka juga menuntut agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan dengan matang mengenai dampak RUU ini terhadap masyarakat, terutama dalam hal penghapusan anggaran kesehatan yang telah ditetapkan. Beni menilai, dengan adanya penghapusan anggaran tersebut, masyarakat akan kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan yang layak dan terjangkau.
Setelah melakukan aksi demo di depan gedung Kemenkes pada 8 Mei 2023, lima perwakilan IDI diminta untuk masuk dan berdiskusi dengan pihak Kemenkes. Pada kesempatan tersebut, IDI menyampaikan poin-poin penolakan terhadap RUU Kesehatan yang telah mereka kaji dan pelajari. Setelah diskusi, Beni mengatakan bahwa pihaknya menunggu keputusan dari Kemenkes mengenai penolakan mereka terhadap RUU Kesehatan. IDI meminta agar pertimbangan dari pihak Kemenkes tidak terlalu lama dan meminta waktu selama dua hingga 20 hari ke depan untuk melihat tindak lanjut dari pihak Kemenkes. Jika tidak ada tindak lanjut dari Kemenkes, IDI mengancam akan melakukan aksi seperti ini lagi dan meluaskan ke seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa IDI dan organisasi profesi lainnya sangat serius dalam menolak RUU Kesehatan yang dianggap merugikan masyarakat dan tenaga kesehatan.
Namun demikian, upaya penolakan terhadap RUU Kesehatan ini harus diiringi dengan usulan alternatif yang lebih baik dan dapat dijadikan solusi bagi permasalahan yang ada di sektor kesehatan. IDI dan organisasi profesi lainnya harus terus melakukan dialog dan diskusi dengan pemerintah dan DPR untuk menyampaikan usulan dan masukan terkait perbaikan sistem kesehatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, IDI dan organisasi profesi lainnya juga dapat mengambil peran aktif dalam menyusun kebijakan dan strategi di bidang kesehatan, serta memberikan masukan dan saran kepada pemerintah dan DPR terkait rencana kebijakan yang akan diambil.
Masyarakat juga harus terus memberikan dukungan dan partisipasi aktif dalam menyuarakan aspirasi terkait RUU Kesehatan dan permasalahan di sektor kesehatan secara umum. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan mengikuti aksi-aksi protes yang digelar oleh IDI dan organisasi profesi lainnya, atau dengan menyampaikan pendapat dan masukan melalui media sosial atau forum-forum diskusi. Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan DPR untuk mendengarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat dan organisasi profesi kesehatan. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa RUU Kesehatan yang akan disahkan memperhatikan kepentingan masyarakat dan tenaga kesehatan, serta sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum yang berlaku.
Beberapa poin penolakan antara lain penghapusan anggaran kesehatan yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) serta pencabutan undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, dan rumah sakit. Selain itu, organisasi profesi juga menolak pasal aborsi yang memperbolehkan aborsi hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk, legalisasi tembakau dan alkohol yang berpotensi merugikan kesehatan masyarakat, serta pasal-pasal pemidanaan tenaga kesehatan yang dianggap dapat mengganggu hubungan keperdataan kesehatan. Dinda Miko Ramadhanti Mahasiswa Keperawatan Universitas Airlangga Dindamikoramadhanti261004@gmail.com
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.