Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anshal Abhinaya

Energi Baru dan Terbarukan (EBT): Solusi atau Tantangan untuk Mengurangi Emisi Karbon?

Teknologi | Monday, 22 May 2023, 17:23 WIB

Apakah Anda pernah mendengar istilah "Energi Baru dan Terbarukan" (EBT)? EBT adalah sumber energi alam yang dapat digunakan secara terus-menerus, seperti angin, air, matahari, dan panas bumi.

Penggunaan EBT dapat menjadi alternatif bagi sumber energi konvensional seperti minyak bumi dan batu bara, yang diketahui memperburuk emisi karbon dan perubahan iklim. Meskipun pemerintah Indonesia menargetkan penggunaan EBT sebesar 23% pada tahun 2025, menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, EBT di Indonesia pada tahun 2020 hanya mencapai 11% dari target tersebut.

Meskipun EBT dianggap sebagai solusi yang bagus untuk mengurangi emisi karbon dan perubahan iklim, ada pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Seorang pencinta lingkungan, Michael Shellenberger, telah berubah pikiran tentang penggunaan EBT dan kini mempertimbangkan tenaga nuklir sebagai alternatif yang lebih efisien. Shellenberger berargumen bahwa penggunaan EBT membutuhkan lahan yang luas dan dapat merusak lingkungan. Contohnya, pembangunan ladang surya terbesar di California di Ivanpah telah merusak habitat kura-kura gurun dan membunuh sekitar 6.000 burung setiap tahun akibat panas yang dihasilkan. Selain itu, energi panas matahari dan angin tidak dapat diandalkan secara konsisten, dan teknologi untuk memperbaikinya masih belum tersedia.

Shellenberger mengusulkan agar solusi awalnya adalah membangun panel surya yang lebih murah dan turbin angin yang lebih besar, tetapi masalah utama masih terkait dengan lahan yang diperlukan untuk membangun instalasi EBT yang signifikan. Menurutnya, tantangan terbesar dalam penggunaan EBT adalah masalah alaminya, bukan masalah teknis.

Sepanjang tahun ini, harga panel surya dan kincir angin mengalami penurunan. Meskipun begitu, Michael Shellenberger menganggap penurunan harga ini belum cukup untuk mengatasi tantangan menghubungkan energi yang tidak stabil ke jaringan listrik. Michael sebelumnya berpikir bahwa kita harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk memperoleh energi listrik bersih dalam menghadapi perubahan iklim, namun pandangannya berubah setelah melihat keberhasilan Perancis dalam menghasilkan energi listrik bersih yang sebagian besar dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir.

Meskipun ada kekhawatiran tentang keamanan energi nuklir, Michael mengatakan bahwa terdapat penelitian ilmiah yang dilakukan selama 40 tahun yang menunjukkan bahwa energi nuklir adalah yang paling aman. Menurutnya, pembangkit listrik nuklir tidak menghasilkan polusi dan dapat digunakan dengan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya.

Selain itu, Michael juga menyatakan bahwa pembangkit listrik tenaga surya membutuhkan 17 kali lebih banyak bahan daripada pembangkit listrik tenaga nuklir. Limbah elektronik dari panel surya yang sudah usang juga dapat menghasilkan bahan beracun seperti timbal, kadmium, dan kromium. Namun, semua gagasan yang diutarakan oleh Michael Shellenberger membutuhkan studi lebih lanjut dari berbagai sudut pandang untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif.

Sedangkan energi nuklir sendiri merupakan salah satu energi terbarukan yang sering dibicarakan karena memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon. Meskipun energi nuklir masih menjadi isu kontroversial, karena teknologi yang terus berkembang dan kebutuhan energi yang terus meningkat, energi nuklir bisa menjadi pilihan yang sangat menarik.

Energi nuklir sendiri berasal dari reaksi fusi dan fisi nuklir. Reaksi fusi terjadi ketika inti dari dua atom melebur menjadi satu, sedangkan reaksi fisi terjadi ketika inti atom dipecah menjadi dua bagian atau lebih. Reaksi fisi paling sering digunakan di pembangkit listrik tenaga nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir menghasilkan listrik dari reaksi fisi nuklir, yang menghasilkan panas. Ini melibatkan inti atom dengan partikel reaktif yang membelah atom menjadi dua. Proses fisi nuklir ini menghasilkan energi panas, yang kemudian diubah menjadi energi listrik.

Salah satu keunggulan energi nuklir sebagai alternatif energi terbarukan adalah menghasilkan gas rumah kaca yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Pembangkit listrik tenaga nuklir menghasilkan sejumlah kecil karbon dioksida, yang merupakan gas rumah kaca utama, serta polutan udara lainnya. Tenaga nuklir juga menawarkan keuntungan berbeda dalam hal ketersediaan. Uranium, bahan bakar yang digunakan di pembangkit listrik tenaga nuklir, terbukti lebih melimpah dan lebih mudah ditemukan daripada sumber daya fosil. Pada tingkat penggunaan saat ini, cadangan uranium diperkirakan cukup untuk beberapa dekade mendatang.

Namun, pemanfaatan energi nuklir sebagai alternatif energi terbarukan menimbulkan kekhawatiran. Salah satu masalahnya adalah limbah radioaktif yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir. Limbah radioaktif memiliki potensi yang sangat besar untuk merugikan lingkungan dan manusia jika tidak dikelola dengan baik.

Selain itu, risiko kecelakaan nuklir menjadi perhatian. Kecelakaan Chernobyl dan Fukushima menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi kecelakaan nuklir, yang tidak hanya mempengaruhi lingkungan, tetapi juga kesehatan manusia.

Di sisi lain, keunggulan energi nuklir sebagai alternatif energi terbarukan dapat memberikan efek yang sangat bagus dalam mengurangi emisi dan membantu negara-negara yang menggunakan sumber daya alam fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dengan pengembangan teknologi yang tepat dan sistem pengelolaan limbah radioaktif yang efektif, energi nuklir dapat menjadi alternatif energi terbarukan yang menjanjikan di masa depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image