Alternatif Konsumsi Berkelanjutan atau Sekadar Tren Belaka?
Edukasi | 2023-05-20 11:11:48Era globalisasi membuat masyarakat menjadi haus akan informasi dan perkembangan tren yang ada. Infiltrasi budaya asing membuat semakin banyak orang penasaran dan ingin menirunya.
Dampak positif dan negatif juga tersebar dalam gempuran budaya asing di dalam negeri. Dampak positif yang sebenarnya dapat dirasakan adalah pemikiran masyarakat semakin modern. Selain itu, penetrasi budaya asing juga memberikan dampak negatif yaitu hilangnya minat terhadap produk domestik dan seringkali lebih menyukai budaya negara lain. Misalnya, orang Indonesia suka membeli pakaian merek asing yang sebenarnya cukup mahal dibandingkan dengan produk lokal.
Itulah masalah yang membuat masyarakat mau membelinya dalam kondisi bekas yang mana fenomena ini biasa disebut dengan thrifting.
Thrifting adalah kegiatan membeli dan menjual barang bekas, mulai dari pakaian hingga perabotan rumah tangga, dengan tujuan mengurangi limbah dan mendorong konsumsi berkelanjutan.
Salah satu alasan trifting semakin populer adalah karena harga barang bekas yang lebih terjangkau dibandingkan dengan barang baru. Selain itu, trifting juga dapat memberikan kesempatan untuk menemukan barang unik dan vintage yang sulit ditemukan di tempat lain.
Dalam konteks trifting, barang-barang bekas yang masih layak pakai dijual kembali, sehingga tidak menjadi sampah. Selain itu, trifting juga dapat menghemat uang, karena harga barang bekas cenderung lebih murah dibandingkan barang baru.
Dalam beberapa kasus, thrifting bahkan menjadi bisnis yang menguntungkan bagi para pelakunya.Namun, di balik manfaat yang dihadirkan, trifting juga menghadapi beberapa tantangan.
Salah satunya adalah stigma terhadap barang bekas yang dianggap tidak berkualitas dan tidak layak digunakan. Padahal, banyak barang bekas yang masih dalam kondisi baik dan bisa digunakan kembali.
Hal ini dapat diatasi dengan melakukan seleksi yang baik saat membeli barang bekas, seperti memeriksa keadaan barang dan mencari ulasan dari penjual atau pengguna sebelumnya.
Tantangan lainnya adalah adanya kekhawatiran tentang sanitasi dan kebersihan barang bekas. Namun, hal ini dapat diatasi dengan cara membersihkan dan mendisinfeksi barang sebelum digunakan, serta menghindari membeli barang yang tidak dapat dicuci atau dibersihkan dengan mudah.
Ada kekhawatiran bahwa thrifting hanya sekadar tren belaka yang tidak memiliki dampak signifikan dalam mengurangi dampak konsumsi berlebihan.
Beberapa orang menganggap bahwa thrifting hanya menjadi tren sementara yang akan segera berlalu, tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap lingkungan.
Akan tetapi di sisi lain ternyata thrifting dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam mengurangi dampak konsumsi berlebihan. Kegiatan thrifting dapat mempromosikan kreativitas dalam menciptakan gaya hidup yang unik.
Selain itu, thrifting juga mendukung ekonomi sirkular, karena barang-barang bekas yang masih layak pakai dapat digunakan kembali dan tidak menjadi sampah.
Secara keseluruhan, thrifting dapat dianggap sebagai antara tren dan perubahan nyata menuju konsumsi berkelanjutan. Meskipun masih banyak tantangan yang perlu dihadapi, thrifting memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Kita semua dapat memainkan peran penting dalam mendukung thrifting dengan cara membeli barang bekas, mendaur ulang barang bekas yang tidak terpakai, dan mempromosikan kesadaran akan pentingnya konsumsi berkelanjutan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.