
Anies Baswedan, Mobil Listrik, dan Pembelaan Terhadap Rakyat Kecil
Politik | 2023-05-13 11:37:53
Orang-orang Istana marah-marah ketika mendengar kritik bernas Anies Baswedan tentang subsidi mobil listrik. Pertanda apakah ketika kekuasaan tersinggung dan marah?
Tidakkah juga Anda bertanya-tanya mengapa Menteri di atas segala Menteri, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), kembali pasang badan dan mengatakan kalau kritik Anies Baswedan tidak benar dan meminta Gubenur DKI Jakarta (2017-2022) itu mendatanginya.
Kita bongkar satu-satu.
Menyoal Kebijakan Mobil Listrik
Kritik Anies Baswedan logis dan disertai solusi konkrit. Begini, ternyata satu unit mobil listrik menghasilkan emisi karbon sangat tinggi. Emisi dari mobil pribadi yang hanya muat tak sampai 8 orang itu masih lebih tinggi dibandingkan kendaraan umum seperti bus bertenaga bahan bakar minyak (BBM) namun mampu menampung 40-50 orang.
Sementara trasnportasi umum berusaha mengurai kemacetan. Penggunaan mobil listrik untuk pribadi malah akan menghadirkan kemacetan baru.
Bukan tidak setuju subsidi mobil listrik, Anies Baswedan menyoroti seharusnya yang di subsidi bukan orang-orang kelas menengah ke atas yang punya daya beli bagus, tetapi yang harusnya mendapat subsidi adalah transformasi umum untuk kalangan rakyat pekerja.
Itulah yang dimaksud dengan demokratisasi sumber daya.
Bagi Anies Baswedan jelas kendaraan umum bukan hanya mengurai macet dan memindahkan orang dan barang, melainkan juga meningkatkan rasa kesetaraan dan rasa persatuan. Ada percakapan hangat antar warga negara.
Itulah yang dibuktikan Anies Baswedan sewaktu menjadi Gubernur dengan sistem transportasi Jaklingko.
Untungkan Pengusaha dan Penguasa dan Bukan Rakyat
Kebijakan subsidi mobil listrik bukan saja tidak tepat sasaran tetapi juga sarat akan kepentingan politik. Bukan memihak rakyat kecil tetapi mengguntungkan segelintir pengusaha yang disokong penguasa.
Lalu apa bedanya pengusaha dan penguasa? Dalam dunia politik keduanya samar-samar. Hampir tidak ada batasan. Contohnya ya ada pada dalam diri LBP konsep perkawinan antara pengusaha dan penguasa itu terlihat jelas.
Bisakah Anda membedakan apakah LBP seorang pengusaha atau penguasa?
Begini, mengapa LBP geram ketika Anies Baswedan menyuarakan ide lain dari subsidi mobil listrik?
Usut punya usut, ditenggarai LBP punya perusahaan kendaraan listrik melalui perusahaan utamanya PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) --- tidakkah Anda teringat dengan film dokumenter Sexy Killer?
Selain nama LBP, rekannya di Istana juga bermain dalam bisnis kepentingan politik ini. Dia adalah Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan yang merupakan pendiri dari PT Mobil Anak Bangsa (MAB). Perusahaan yang memproduksi kendaraan listrik.
Sekarang menjadi jelas bukan.
Bayangkan pemerintah siap menggelontorkan subsidi senilai Rp80 juta untuk mobil listrik, lalu Rp40 juta untuk mobil berbasis hybrid, dan Rp8 juta untuk motor listrik baru, serta Rp5 juta untuk motor konversi.
Anda kalikan sejumlah uang itu. Berapa milliar yang masuk ke kantong dua pejabat pemerintah yang juga ternyata pengusaha itu?
Mereka membuat kebijakan untuk menguntungkan mereka sendiri. Tak ada kosakata rakyat dalam kamus berpikir dan berperasaan mereka.
Pembelaan Anies Baswedan Terhadap Rakyat
Membela rakyat artinya memperjuangkan kebijakan yang memudahkan urusan hidup mereka. Bukan cuma gimmick-gimmick.
Kebijakan subsidi mobil listrik alih-alih membantu masyarakat bawah, subsidi tersebut justru sarat akan kepentingan pejabat yang hidupnya bukan kurang enak lagi.
Kritik Anies Baswedan adalah sebentuk pembelaannya terhadap rakyat. Anies Baswedan tak segan-segan mengingatkan kalau pemerintah harus memastikan sumber daya yang diberikan untuk rakyat merupakan sumber daya yang tepat guna dan sasaran.
Sumber daya yang dimiliki negara dalam artian kebijakan-kebijakan haruslah menghasilkan kesejahteraan untuk rakyat.
Anda bayangkan kalau subsidi miliaran rupiah yang digelontorkan untuk mobil listrik itu dialihkan ke kendaraan umum. Tentu ini jauh lebih jelas bisa memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.