Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rosita Dewi_120

ANGKA KEMISKINAN DIINDONESIA MENINGKAT SAAT PANDEMI COVID 19

Info Terkini | 2021-12-23 16:25:48

ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA MENINGKAT SAAT PANDEMI COVID 19Pandemi Covid-19 atau virus Corona telah ditetapkan sebagai bencana nasional oleh Presiden Joko Widodo. Pandemi ini pun berdampak cukup signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali terhadap perekonomian Indonesia yang turut terkena imbasnya. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam situasi yang sangat berat nantinya akan terjadi peningkatan jumlah angka kemiskinan.Di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini, banyak sekali masyarakat yang sedang mengalami masa-masa sulit. Pandemi ini perlahan-lahan membuat banyak orang harus berusaha keras untuk tetap bertahan hidup. Dengan menyebarnya pandemi Covid-19 dan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak golongan masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, bahkan harus kehilangan mata pencahariannya. Kondisi ini diperkirakan berpotensi menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia.Bagi sebagian orang, tidaklah mudah untuk bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 yang merebak. Kelaparan sudah pasti menjadi momok bagi kehidupan mereka. Bahkan beberapa waktu terakhir ini dihebohkan dan dikejutkan dengan kisah-kisah pilu yang menyayat hati dan begitu miris untuk disaksikan. Kondisi ini tentunya sangat memperihatinkan dan mengundang rasa iba bagi kita yang menyaksikan banyaknya potret kemiskinan yang terus bertambah dari hari ke hari.Ketahanan pangan selama masa pandemi Covid-19 menjadi salah satu isu krusial. Sebab, keterjangkauan akses pangan yang menjadi bagian dari ketahanan pangan mesti dipastikan pemerintah seiring penerapan pembatasan sosial di berbagai daerah. Tanpa ada jaminan akses pangan yang mudah, maka semakin banyak masyarakat yang akan mengalami kelaparan yang akan menyebabkan jumlah penduduk miskin yang selama ini ditekan oleh pemerintah bisa semakin bertambah.Pangkal persoalan saat ini bermula dari banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Terlebih mereka yang masuk dalam kategori miskin maupun rentan miskin. Padahal sekitar 65 persen pengeluaran kelompok masyarakat miskin digunakan untuk kebutuhan makanan. Adapun pengeluaran untuk makanan dari kelompok masyarakat rentan miskin sekitar 62 persen. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjamin dua kelompok itu untuk mendapatkan akses pangan dengan mudah.Pemerintah perlu mengantisipasi potensi peningkatan kemiskinan yang disebabkan akses pangan, khususnya akibat dari kehilangan pekerjaan. Jika tidak, maka angka kemiskinan akan terus bertambah di tengah mewabahnya Covid-19 ini. Terlebih lagi banyaknya pemberitaan, baik di media cetak maupun media elektronik yang menggambarkan betapa sulitnya kehidupan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan, penuh dengan keterbasan dan pastinya dengan tingkat perekonomian yang rendah.Akhir-akhir ini begitu banyak potret kemiskinan yang terjadi akibat dampak dari badai Covid-19 yang terus menerjang kehidupan kita semua. Dan pastinya yang begitu merasakan imbas dari adanya pandemi Covid-19 ini adalah masyarakat dengan tingkat perekonomian yang rendah. Pandemi Covid-19 benar-benar menghantam kondisi perekonomian masyarakat di Indonesia. Berikut sederet potret kemiskinan di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi selama mewabahnya virus Corona ini, antara lain:Banyaknya warga yang mengalami kelaparan dan tidak bisa makan setiap hari. Contohnya ada warga Banten yang tidak makan selama 2 hari dan akhirnya meninggal dunia.Menjual barang yang tersisa. Hal ini diakibatkan semenjak wabah Corona terjadi, tidak ada lagi orang yang mempekerjakannya.Adanya warga yang terpaksa mencuri. Contohnya yang terjadi di Bogor, seorang mantan karyawan pabrik sandal nekat mencuri tabung gas untuk member makan anak dan istri. Selain itu ada juga kasus mencuri beras yang terjadi di Medan, karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan.Beberapa contoh potret kemiskinan di atas barulah segelintirnya saja. Tentunya masih banyak kasus-kasus lain yang terjadi akibat adanya pandemi Covid-19 ini. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghapus potret kemiskinan ini? Yang pastinya harus ada perhatian pemerintah terhadap semakin tingginya angka kemiskinan di tengah badai Covid-19 ini. Pemerintah harus menjamin ketersediaan pangan masyarakat dan berbagai program bantuan sosial. Kita pun sebagai masyarakat juga bisa melakukan hal yang sama, dengan cara seperti pembagian sembako. Dengan demikian setidaknya kita dapat sedikit menolong kehidupan saudara-saudara kita yang membutuhkan dan pastinya kita berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan kehidupan dapat kembali seperti sedia kala.Sejauh ini, Indonesia belum mampu mengendalikan pandemi COVID-19. Sejak diumumkan kasus COVID-19 pertama pada Maret 2020, jumlah kasus harian yang dilaporkan terus meningkat sepanjang 2020 hingga 2021. Dari kondisi terkini, secara kasat mata dapat terlihat bahwa kondisi kehidupan masyarakat Indonesia belum pulih sepenuhnya seperti masa-masa sebelum pandemi. Perekonomian Indonesia telah memasuki krisis sejak triwulan kedua 2020. Dua hal menjadi alasan utama di balik krisis ini. Pertama, semakin banyak populasi yang terinfeksi COVID-19 (termasuk populasi produktif). Situasi ini mengurangi kemampuan rumah tangga mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama bagi rumah tangga yang terdampak langsung oleh pandemi COVID-19 ini. Kedua, pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah membuat perekonomian tidak beroperasi 100% dari kapasitas optimalnya karena sebagian usaha harus ditutup dan sebagian pekerja terpaksa dirumahkan. Terkait krisis ekonomi, salah satu indikatornya adalah angka pertumbuhan ekonomi. Pada 5 Mei 2021, Badan Pusat Statisitik (BPS) merilis laporan bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar -0,74% pada triwulan pertama 2021. Kondisi perekonomian pada triwulan pertama 2021 tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum pandemi meski menunjukkan perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2020. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih berada di bawah laju kondisi normal sebelum terjadi pandemi. Pada saat yang sama, laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita (ukuran kesejahteraan rata-rata nasional) juga turun sebesar 3,15% pada 2020. Artinya, terjadi penurunan tingkat kesejahteraan rumah tangga Indonesia selama 2020 dibandingkan 2019. Jumlah kasus harian COVID-19 Indonesia terus meningkat sepanjang 2020 hingga awal 2021 dan diikuti oleh kebijakan pembatasan sosial. Perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih sebagaimana kondisi sebelum pandemi.Tingkat kemiskinan Indonesia sedikit turun dari 10,19% pada September 2020 menjadi 10,14% pada Maret 2021, tetapi angka ini masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi (9,22% pada September 2019). Rumah tangga menerapkan coping mechanism dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, antara lain dengan menjual barang atau mengurangi pengeluaran.Program bantuan sosial dapat mengurangi beban rumah tangga selama krisis akibat pandemi COVID-19.Tingkat Kemiskinan Nyaris Tidak BerubahPada 15 Juli 2021, BPS merilis laporan bahwa pada Maret 2021 sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Tingkat kemiskinan Maret 2021 ini sedikit turun dari September 2020 namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi pada September 2019.

Tingkat Kesejahteraan Menurun Selama PandemiSalah satu ukuran kesejahteraan adalah tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita. Pengeluaran rumah tangga dapat menggambarkan daya beli rumah tangga yang sesungguhnya atau kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Gambar 3 menunjukkan perubahan tingkat pengeluaran rumah tangga (dalam %) untuk periode sebelum pandemi (September 2019) sampai selama pandemi (September 2020). Pada Gambar 3, rumah tangga diurutkan menggunakan 100 persentil, mulai dari yang paling miskin (persentil 1) sampai yang paling kaya (persentil 100). Secara nasional, terlihat bahwa secara rata-rata seluruh rumah tangga mengalami penurunan pengeluaran sebesar -2.3% atau dengan penurunan pengeluaran median -3.1%. Namun, tidak semua rumah tangga mengalami perubahan yang sama. Rumah tangga pada rentang persentil 41–95 mengalami penurunan pengeluaran rata-rata sebesar -4%. Untuk rumah tangga dalam persentil 40 ke bawah, pengeluaran mereka rata-rata turun sebesar -0.4% dengan rumah tangga dalam persentil 5 ke bawah mengalami penurunan cukup besar yakni sebesar -1% sampai -1.6%. Sedangkan pada periode ini, rumah tangga pada persentil 95 ke atas mengalami peningkatan tingkat kesejahteraan sebesar 2% sampai 5%.

Beberapa Cara Bertahan Rumah Tangga Selama KrisisDari penjelasan di atas terdapat bukti bahwa tingkat kesejahteraan sebagian besar rumah tangga di Indonesia menurun selama krisis akibat pandemi COVID-19. Untuk mencukupi kebutuhan hidup selama pandemi, beberapa strategi diterapkan oleh rumah tangga. Gambar 5 menunjukkan beberapa coping mechanism yang umum dilakukan untuk mengatasi penurunan kesejahteraan. Cara yang paling umum dilakukan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari antara lain dengan menjual atau menggadaikan barang, mengurangi pengeluaran nonmakanan, meminjam uang kepada kerabat, mengurangi pengeluaran makanan, dan mekanisme lainnya. Hanya 15% rumah tangga yang melaporkan bahwa kebutuhan hidup mereka sudah terpenuhi.

Bantuan Sosial Sebagai Pengurang Beban PengeluaranSelain usaha coping mechanism dari rumah tangga sendiri, selama 2020 pemerintah juga telah menyalurkan sejumlah program perlindungan sosial baik dalam bentuk subsidi maupun uang tunai atau bantuan sosial (bansos) sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hasil Survei Rumah Tangga 2020 menunjukkan bahwa 85% rumah tangga menerima setidaknya satu program bantuan dari pemerintah. Sementara itu, 95% dari rumah tangga di persentil 20 ke bawah mendapatkan bantuan tersebut.Empat program besar berupa bantuan tunai, yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), BLT Dana Desa (BLT DD), dan Bantuan Sosial Tunai (BST), digunakan untuk memudahkan penghitungan dalam mengukur kecukupan nilai program bantuan. Empat program tersebut mencakup setidaknya 35 juta atau 50% rumah tangga.

Tantangan PemulihanDari status terkini (per 15 Juli 2021), kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Menanggapi hal ini, Bank Indonesia bahkan sampai menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2021 dari 4%–5% menjadi 3,8%. Salah satu langkah utama yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengendalikan pandemi adalah mempercepat vaksinasi secara nasional. Selain itu, bantuan sosial masih sangat diperlukan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, terutama rumah tangga miskin, dalam situasi krisis saat ini. Secara sederhana, ada tiga langkah yang dapat diambil pemerintah untuk meningkatkan efektivitas bantuan sosial. Pertama, pemerintah bisa memperbesar nilai bantuan. Misalnya, nilai bantuan dapat diperbesar dari rata-rata Rp300.000 per bulan per rumah tangga pada 2020 menjadi Rp600.000 per bulan per rumah tangga pada 2021. Pada 2020, rata-rata nilai bantuan sosial tunai periode April–Juni sebenarnya sudah sebesar Rp600.000 per bulan, tetapi pada periode Juli–Desember nilai bantuan ini turun menjadi Rp300.000 per bulan per rumah tangga. Angka nominal ini dinilai kurang memadai mengingat beban rumah tangga makin berat selama krisis berkepanjangan akibat pandemi. Sebagai perbandingan, rata-rata garis kemiskinan nasional adalah Rp2.216.714 per rumah tangga miskin per bulan. Untuk menambah nilai bantuan, satu program dapat saling melengkapi atau dikombinaskan dengan program lain untuk memperbesar manfaat program terhadap pengeluaran rumah tangga. Kedua, pemerintah dapat memperluas cakupan program-program perlindungan sosial yang telah ada, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan miskin yang belum tercakup bantuan sosial mana pun. Gambar diatas menunjukkan bahwa sekitar 25%–30% dari 10% rumah tangga termiskin tidak menerima satu program bantuan sosial pun. Angka rumah tangga yang tidak tercakup juga masih cukup besar untuk 40% rumah tangga termiskin. Untuk keperluan ini, perbaikan pangkalan data rumah tangga miskin, rentan miskin, dan yang terdampak pandemi pun menjadi krusial karena pangkalan data yang baik menentukan tepat sasaran dan berhasil atau tidaknya sebuah program. Ketiga, pemerintah perlu memastikan tersalurkannya program bantuan sosial secara tepat waktu, yakni sebelum dampak krisis menjadi terlalu besar terhadap rumah tangga. Ketepatan sasaran dan ketepatan waktu penyaluran bantuan menjadi kunci efektivitas program dalam menanggulangi penurunan kesejahteraan rumah tangga. BPS mencatat kenaikan angka kemiskinan pertama dalam tiga tahun terakhir akibat virus corona. Mereka yang masuk kategori miskin - berdasarkan data BPS - adalah yang pengeluarannya di bawah Rp460 ribu per orang atau Rp2,2 juta per keluarga per bulan. Meski begitu, pemerintah mengklaim bantuan sosial yang diberikan sudah sangat menekan angka kemiskinan. Pemerintah mengatakan akan terus memberikan bansos seraya memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) demi pemulihan ekonomi.Indonesia masuk resesi, pemerintah disarankan fokus 'menangani pandemi' demi perbaikan ekonomi Virus corona: Terdampak wabah Covid-19, Jepang kembali alami resesi dan mungkin akan catat 'kinerja ekonomi terburuk' 'Kena PHK, tak dapat bansos'Bansos diklaim membantuMelalui keterangan tertulisnya, Kementerian Keuangan mengeklaim bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah menahan angka kemiskinan. Tanpa perlindungan sosial, Bank Dunia memperkirakan angka kemiskinan bisa mencapai 11,8%, kata kementerian itu. Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan, "Artinya, program PEN sepanjang 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru."Pentingnya UMKMPemerintah perlu fokus menggerakan ekonomi, salah satunya dengan memberi bantuan pada wirausahawan mikro, kecil, dan menengah (UMKM).Sebelumnya, pemerintah menggelontorkan hibah sebesar Rp2,4 juta per bulan selama empat bulan untuk sejumlah UMKM yang memenuhi syarat.

Daftar pustaka[1] UNICEF, UNDP, Prospera, dan SMERU (2021) ‘Analysis of the Social and Economic Impacts of COVID-19 on Households and Strategic Policy Recommendations for Indonesia.’ Laporan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU.[2] UNICEF, UNDP, Prospera, dan SMERU (2021) ‘Analysis of the Social and Economic Impacts of COVID-19 on Households and Strategic Policy Recommendations for Indonesia.’ Laporan Penelitian. Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU. Program bantuan yang tercakup yakni Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sembako/BPNT, BLT Dana Desa, Bantuan Sosial Tunai (BST), subsidi listrik, Kartu Pra-Kerja, BLT UMKM, subsidi untuk pekerja bergaji di bawah 5 juta, pemotongan pajak, bantuan internet, dan penundaan cicilan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image