Pentingnya Penanggulangan Penyakit Stunting Sejak Dini
Edukasi | 2023-05-09 11:12:40Stunting bukanlah hal yang asing kita dengar. Stunting adalah kondisi pada anak akibat kurangnya nutrisi sehat dari makanan yang dicerna yang menyebabkan stunting yang saat ini sedang ramai diperbincangkan di seluruh dunia. Stunting didefinisikan sebagai tinggi badan untuk usia kurang dari dua standar deviasi dari grafik pertumbuhan dan dianggap sebagai keterlambatan pertumbuhan tinggi badan pada anak akibat kondisi gizi buruk dalam waktu yang lama. Di Indonesia, stunting merupakan masalah utama karena prevalensinya yang tinggi sehingga menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan bicara, peningkatan penyakit degeneratif, morbiditas dan mortalitas. Selain itu, keterlambatan pertumbuhan akan menghambat perkembangan dan pertumbuhan sel saraf sehingga mempengaruhi perkembangan kognitif anak.
Faktor penyebab stunting
Yang pertama adalah alasan ekonomi, seperti pendapatan rumah tangga miskin, yang signifikan dalam menghubungkan stunting dan malnutrisi. Stunting disebabkan oleh berbagai variabel. Menurut sebuah penelitian, ada korelasi yang kuat antara gizi buruk dan pendapatan rumah tangga yang rendah. Temuan ini konsisten dengan hal tersebut. Seorang siswa harus memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang ditawarkan oleh sekolah, termasuk inspeksi perawatan kesehatan yang sering dilakukan oleh tim kesehatan dan pengiriman program makanan pendamping ASI. Namun, sejumlah besar anak kecil tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan, terutama di masyarakat yang kurang beruntung, sejalan dengan fakta bahwa stunting lebih banyak terjadi pada anak usia 1-6 tahun. Terdapat juga komponen pendidikan, yang berimplikasi bahwa anak yang lahir dari orang tua yang berpendidikan tinggi lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang lahir dari orang tua yang berpendidikan lebih rendah. Orang tua yang berpendidikan mungkin pada kenyataannya mendapatkan nasihat kesehatan selama kehamilan, seperti memberi makan dua tubuh dengan benar dan menyusui bayi yang belum lahir sepenuhnya selama enam bulan.
Selain itu, terdapat pola asuh balita yang melibatkan faktor lain, salah satunya adalah fakta bahwa asupan gizi sangat mempengaruhi kesehatan seseorang. Jika asupan gizi seseorang seimbang, maka hal ini juga berlaku untuk gizi seseorang. Namun, terjadi atau tidaknya, tubuh akan kekurangan nutrisi yang kadang disebut dengan malnutrisi. Menurut Notoatmodjo (2007), masalah ini disebabkan oleh ketidakseimbangan atau kekurangan asupan energi dan protein. Menurut Kementerian Kesehatan (2010), 70% dari RDA harus menjadi minimum mutlak untuk konsumsi energi harian. Anak-anak di negara-negara miskin sangat terpengaruh oleh kekurangan gizi atau malnutrisi yang disebabkan oleh berbagai alasan, banyak diantaranya terkait dengan kualitas makanan di bawah standar, nutrisi yang tidak memadai, dan infeksi menular. Khusus untuk pertumbuhan, makanan adalah aspek kehidupan yang paling krusial. Organisme tidak dapat tumbuh dan berkembang secara normal tanpa makanan dan nutrisi yang cukup. Kemudian, terdapat faktor jumlah anggota keluarga merupakan aspek lain yang mempengaruhi perkembangan anak dan balita dalam suatu rumah tangga. Jika memperluas keluarga tanpa meningkatkan pendapatan akan menyebabkan distribusi konsumsi pangan semakin tidak merata.
Strategi pembelajaran menurut penelitian Rahayu et al. (2018), balita yang memiliki riwayat pemberian susu botol lebih jarang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menginduksi stunting pada balita. Menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi, seperti yang dijelaskan oleh Mugiati et al. (2018), sangat penting untuk perkembangan bayi. Stunting dapat dihindari sama efektifnya dengan mengurangi dan menghindari terjadinya infeksi pada bayi. Salah satu faktor risiko stunting agar tidak malnutrisi menurut penelitian Yuniarti, TS, et al. (2019), adalah pemberian ASI eksklusif. Mayoritas anak dalam kategori berisiko stunting tidak mendapatkan ASI eksklusif. Stunting 19,5 kali lebih mungkin terjadi pada anak yang tidak diberikan ASI eksklusif. Selain itu, kualitas ASI dan kesejahteraan bayi dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Perkembangan dan pertumbuhan bayi baru lahir juga dapat dipengaruhi oleh keterlambatan menyusui.
Kebijakan penanggulangan stunting
Selain itu, terdapat inisiatif untuk mencegah stunting, khususnya untuk program pangan pokok dan gizi jangka panjang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Pendekatan multidisiplin ilmu gizi dan pengembangan pangan yang memperhatikan penyiapan, pengolahan, distribusi, dan konsumsi pangan dengan pola makan yang sesuai, seimbang, dan aman. Pertumbuhan jangka panjang yang lambat dicapai dalam lima tahun yang ditentukan dalam dokumen Rencana Pertumbuhan Jangka Menengah. Perpres tersebut memuat ringkasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Terdapat dua indikator outcome gizi selama fase 2 RPJMN 2010–2014: prevalensi gizi kurang (gizi buruk) yang diketahui dengan ketentuan Perbaikan Gizi (SUN). Kenyataannya, ada gerakan perbaikan gizi nasional di Indonesia. Program 1000 HPK (Percepatan Peningkatan Gizi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan) yang menekankan mindfulness disebut Gerakan dan Eliminasi 1000 Hari Pertama Kehidupan. Gerakan SUN adalah proyek dunia yang dipelopori oleh berbagai negara yang bertujuan untuk menyinkronkan komitmen dan rencana aksi untuk mempercepat perbaikan gizi, khususnya manajemen gizi dari 1.000 hari setelah pembuahan menjadi 2 tahun, karena sebagian besar negara berkembang memiliki kondisi gizi yang buruk, kemajuan yang tidak merata dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dan telah menarik perhatian dunia internasional.
Intervensi pada penanggulangan stunting
Untuk menurunkan prevalensi stunting, kekurangan gizi, dan kematian balita, diperlukan pengobatan yang efektif. Hal tersebut akan dengan cepat mengurangi (semua kematian anak) sekitar seperlima jika dilakukan dalam skala yang cukup besar. Anjuran pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi seng dan vitamin A paling berpotensi untuk menurunkan beban penyakit dan kematian pada anak. Selain itu, melalui strategi seperti konseling gizi dan fortifikasi makanan untuk balita, fortifikasi di daerah rawan pangan ini dapat mengurangi beban penyakit, mengurangi morbiditas dan mortalitas pada populasi Horn. Intervensi nutrisi ibu, seperti penambahan zat besi, folat, dan mikronutrien lainnya, serta keseimbangan kalsium, kalori, dan protein dapat menurunkan risiko berat badan lahir rendah hingga 16%. Anak-anak di daerah tanpa prevalensi malaria dan demam yang tinggi harus diberikan suplemen mikronutrien yang diresepkan, seperti suplemen vitamin A (selama bayi dan akhir masa bayi), suplemen seng, suplemen zat besi, dan garam beryodium. Strategi pengurangan stunting jangka panjang juga harus mengatasi penyebab gizi, termasuk kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, beban penyakit, malnutrisi, dan hak-hak perempuan (Bhutta, 2008). Intervensi yang ditujukan untuk mencegah malnutrisi dari stunting juga memprioritaskan populasi yang paling rentan. Menerapkan strategi ini sangat penting untuk memenuhi tujuan yang diajukan oleh WHO dan 36 negara dengan beban berat patut mendapat perhatian khusus (Cobham, 2013). Pengutamaan gizi di berbagai daerah, masyarakat, dan kelompok masyarakat prasejahtera diperlukan agar program gizi nasional dan organisasi internasional dapat menjamin tertutupnya kesenjangan. Peningkatan gizi adalah hasil dari kebijakan perlindungan sosial dan tindakan lain yang mempromosikan pemerataan kekayaan nasional (Cobham, 2013). Dorongan pemberian ASI eksklusif, vaksinasi, dan intervensi gizi masyarakat adalah strategi lain yang digunakan untuk memerangi stunting. Anak asuh dan keluarga juga bisa mendapatkan makanan kaya nutrisi melalui strategi ini.
Maka dari itu, upaya penanggulangan penyakit stunting dapat dilakukan dengan memberikan nutrisi yang cukup pada anak, terutama pada masa 1000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Nutrisi yang cukup termasuk jumlah protein, zat besi, vitamin A dan seng yang cukup. Lingkungan yang sehat dan menstimulasi anak juga dapat membantu mencegah stunting. Selain itu, pencegahan stunting membutuhkan upaya kolaboratif dari banyak pihak, antara lain pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dengan upaya pencegahan stunting malnutrisi diharapkan dapat menurunkan angka kejadian stunting, meningkatkan kualitas kesehatan, dan menciptakan generasi yang sehat dan berkualitas di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.