Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Romi Febriyanto Saputro

Mewujudkan Visi Kerakyatan Undang-Undang Perpustakaan

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 27 Apr 2023, 10:51 WIB

Oleh : Romi Febriyanto Saputro, Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Tanggal 23 Januari 2007, Dewan Perwakilan Rakyat secara resmi mengesahkan RUU Perpustakaan menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Ironisnya, saat ini kondisi perpustakaan di tanah air belum banyak memenuhi harapan sesuai amanah undang-undang. Padahal, undang-undang ini memiliki visi kerakyatan yang cukup kuat. Visi untuk memberdayakan rakyat melalui perpustakaan.

Visi kerakyatan ini tampak dari cara undang-undang ini mendefiniskan perpustakaan. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Dari uraian di atas ada satu benang merah yang dapat ditarik bahwa Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 ini menghendaki agar perpustakaan dikembangkan dengan visi kerakyatan. Kebijakan pengembangan perpustakaan harus memihak kepentingan rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Ada empat aspek dari undang-undang ini yang mengandung semangat untuk memihak rakyat.

Pertama, perpustakaan harus menjadi alat bagi pemerintah untuk memberdayakan rakyat. Hal ini sesuai dengan amanah pasal 7 ayat 1 dari Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 yang mewajibkan pemerintah untuk :

a. Mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;

b. Menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;

c. Menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;

d. Menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia);

e. Menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;

f. Meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan;

g. Membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;

h. Mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan

i. Memberikan penghargaan kepada setiap orang yang menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno.

Kedua, undang-undang perpustakaan ini juga memberikan jaminan hak asasi bagi rakyat untuk mendapatkan akses layanan perpustakaan secara terbuka dan transparan. Pasal 5 mengamanahkan :

(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:

a.Memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;

b.Mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;

c. Mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;

d.Berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.

(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.

(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

Ketiga, perpustakaan umum merupakan sarana tepat untuk mendekatkan rakyat dengan dunia buku. Pasal 22 menegaskan hal ini :

(1). Perpustakaan umum diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat.

(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan menetap.

Keempat, mewajibkan setiap sekolah untuk menyelenggarakan perpustakaan sekolah sekaligus mengalokasikan anggaran yang jelas. Pasal 23 merepresentasikan hal ini :

(1)Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.

(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.

(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.

(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Untuk mewujudkan visi kerakyatan, perlu adanya revolusi kebijakan pengembangan kepustakawanan nasional, pertama, penguatan struktur kelembagaan. Tidak adanya kesatuan struktur perpustakaan merupakan kendala tersendiri bagi pengembangan perpustakaan di tanah air. Seperti diketahui bersama antara perpustakaan nasional, perpustakaan provinsi, dan perpustakaan umum tidak ada koordinasi struktural, melainkan sebatas koordinasi fungsional. Belum lagi dengan perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Kedua,mendekat kepada rakyat. Struktur kelembagaan yang kuat memungkinkan pengembangan perpustakaan hingga ke tingkat kecamatan dan desa. Sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berada di daerah terpencil sekalipun. Sudah saatnya perpustakaan diposisikan sama pentingnya dengan pendidikan yang juga memiliki cabang dinas hingga ke tingkat kecamatan. Dengan tingkat organisasi yang lebih independen diharapkan perpustakaan dapat menjadi basis pembelajaran masyarakat.

Dengan layanan Perpustakaan Umum di setiap ibukota kecamatan diharapkan perpustakaan dapat menyentuh lapisan gross root di pedesaan, sehingga perpustakaan telah memasuki medan kerja yang sebenarnya. Minat baca masyarakat akan sulit untuk ditingkatkan jika hanya ada satu perpustakaan umum di ibukota kabupaten/kota, mengingat sebagian besar masyarakat tinggal di desa-desa.

Masyarakat di pedesaan inilah yang selama ini terlupakan oleh pengambil kebijakan peningkatan minat baca masyarakat, karena pembangunan perpustakaan umum berhenti hanya sampai di ibukota kabupaten saja.

Ketiga,berhenti menyalahkan rakyat. Minat baca masyarakat desa yang rendah sering menjadi kambing hitam. Padahal mungkin saja rendahnya minat baca masyarakat desa karena tidak adanya perpustakaan desa yang berkualitas. Bahkan kebanyakan desa di tanah air nihil dari perpustakaan desa.

Minat baca masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan kualitas perpustakaan yang ada. Jadi tidak perlu heran jika minat baca masyarakat kita masih rendah, karena memang tidak didukung dengan perpustakaan yang berkualitas. Juga tidak perlu heran jika masyarakat Jepang memiliki budaya baca yang tinggi, karena didukung oleh perpustakaan yang "qualified". Jadi perlu keseriusan pemerintah untuk memajukan perpustakaan .

Keempat,mengangkat pustakawan kontrak. Untuk mewujudkan perpustakaan sekolah yang berkualitas perlu didukung revolusi di bidang sumber daya manusia. Sudah menjadi rahasia umum, tenaga pengelola perpustakaan sekolah selama ini hanya menjadi tugas sampingan dari guru kelas atau guru bidang studi. Padahal bapak -- ibu guru tercinta ini sudah memiliki tugas yang cukup berat yaitu mengajar peserta didik di depan kelas. Akibatnya, mereka tak punya waktu luang untuk mengelola perpustakaan dengan baik dan benar.

Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan pengangkatan tenaga pustakawan kontrak di setiap perpustakaan sekolah. Kehadiran pustakawan kontrak ini cukup penting untuk menjamin agar program perpustakaan sekolah dapat berjalan dengan optimal. Sesungguhnya kehadiran pustakawan kontrak ini sama pentingnya dengan kehadiran guru kontrak atau dulu sering disebut dengan istilah guru bantu yang kini hampir semuanya sudah diangkat menjadi CPNS.

Kehadiran pustakawan kontrak ini dapat diperluas hingga menjangkau seluruh perpustakaan umum kecamatan maupun desa. Agar kehadiran perpustakaan yang dekat dengan rakyat dapat segera terwujud.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image