Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Annisa Fitri

Zakat Sebagai Pengurang Pajak

Agama | 2023-04-26 16:08:04

Pada masa Rasulullah SAW zakat menjadi salah satu instrumen fiskal sebagai pemasukan keuangan negara. Seorang muslim wajib membayar zakat apabila harta yang dimilikinya sudah mencapai haul dan nisab yaitu 85 gram emas per tahun. Fungsi zakat dalam Islam adalah untuk membersihkan harta serta sebagai suatu ibadah yang bernilai sosial. Di dalam sebuah negara sering terjadi adanya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosail mengakibatkan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut dibutuhkan sebuah instrumen pendistribusian kekayaan, salah satunya yaitu zakat.

rupixen.com on Unsplash" />
Photo by rupixen.com on Unsplash

Dalam sejarah ekonomi Islam, zakat merupakan sumber kekuatan ekonomi yang dapat mensejahterakan masyarakat. Sunnah Nabi Muhamamd SAW yaitu zakat bukan sekadar memberikan kebutuhan kepada fakir, akan tetapi dapat membebaskan seorang fakir dari kefakirannya. Apabila sudah tidak ada mustahik yang berhak menerima zakat, maka dana zakat disalurkan ke baitul maal seperti yang dicontohkan oleh Mu’az pada zaman Khalifah Umar. Pada masa tersebut pernah ada gubernur Yaman yang memberikan zakat kepada Umar sebanyak tiga kali, namun Umar menolaknya dikarenakan sudah tidak ada lagi mustahik zakat.

Masa kejayaan Islam dapat dilihat dari adanya surplus harta yang didapatkan salah satunya dari zakat. Muzakki yang dengan keimanan dan kesadarannya untuk membayar zakat dapat menjadikan pembangunan peradaban pada suatu negara. Zakat dapat dimaknai secara vertikal sebagai bentuk ketaatan atau ibadah kepada Allah SWT dan secara horizontal sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap sesama makhluk.

Di Indonesia yang penduduknya mayoritas adalah muslim memiliki potensi zakat yang sangat fantastis yakni mencapai Rp400 Triliun. Namun masih banyak tantangan-tantangan untuk pengoptimalan penghimpunan zakat tersebut. Salah satu yang harus dioptimalkan adalah zakat penghasilan, dimana zakat tersebut wajib dibayarkan setiap bulan sebesar 2,5% dari total pendapatan (tanpa harus menunggu satu tahun) dan atau juga dapat dibayarkan secara akumulasi satu tahun.

Sumber pendapatan di Indonesia salah satunya berasal dari pajak. Pajak dibebankan kepada seluruh masyarakat, baik muslim maupun non muslim. Oleh sebab itu, kewajiban seorang muslim di Indonesia saat ini selain membayar zakat, mereka juga harus membayar pajak. Banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa zakat dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Zakat yang bersifat wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayarkan kepada lembaga penerima zakat yang telah disahkan pemerintah.

Faktanya, masih sedikit masyarakat yang mencantumkan bukti pembayaran zakat sebagai pengurang pajak penghasilan. Salah satu penyebabknya adalah kurangnya literasi dan juga sosialisasi dari pemerintah terkait zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Peraturan Pemerintah yang menyatakan bahwa zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak diatur dalam Perturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2010 tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kemudian diatur pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat serta termaktub dalam UU No. 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat atas UU No. 7/1983 tentang pajak penghasilan, pada pasal 4 ayat (3) huruf a 1 berbunyi:

”Yang dikecualikan dari objek pajak adalah bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Kemudian pada pasal 9 ayat (1) huruf G, berbunyi :

”Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan dengan harya yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagai mana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf 1 sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Kemudian menurut Handayani (2022) pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 254 tahun 2010 yang mengatur yang mengatur tentang tata cara pembebanan zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berdasarkan PMK No 254 Tahun 2010, zakat yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam. Artinya, zakat yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah zakat atas penghasilan, bukan zakat selain atas penghasilan.

2. Subjek pajak yang diperkenankan untuk mengurangkan zakat atas penghasilan bruto adalah wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan/atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam. Artinya, zakat hanya berlaku atas wajib pajak muslim, orang pribadi maupun badan.

3. Badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dimaksud adalah badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat dan perubahannya. Artinya, apabila pembayaran zakat tersebut kepada selain lembaga sebagaimana ditetapkan, maka zakat penghasilan tidak bisa dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak muslim.

4. Zakat penghasilan dapat berupa uang atau yang disetarakan dengan uang. Yang disetarakan dengan uang adalah zakat yang diberikan dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan.

5. Zakat penghasilan yang dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto harus dilaporkan dalam SPT Tahunan dengan melampirkan bukti pembayaran yang sah.

Jika ketentuan sebagaimana yang ditetapkan dalam PMK No 254 Tahun 2010 tersebut tidak dapat dipenuhi, maka zakat penghasilan tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Ketentuan mengenai zakat yang tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto diuraikan dalam PMK No 254 Tahun 2010 Pasal 4.

Jadi, zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim, sedangkan pajak adalah kewajiban yang ditetapkan oleh negara kepada masyarakat. Keduanya adalah salah satu bentuk pengeluaran dari sebagian penghasilan, sehingga terkesan adanya beban ganda yang ditanggung oleh wajib pajak muslim. Oleh sebab itu, pemerintah membuat peraturan berupa zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dampak positif dari peraturan tersebut adalah beban pajak yang dibayarkan oleh umat muslim yang telah berzakat akan lebih rendah. Hal tersebut tentu saja harus dibuktikan dengan slip pembayaran zakat melalui badan amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah dan dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan dengan melampirkan bukti yang valid. Diharapkan pemerintah semakin aktif untuk melakukan sosialiasi sehingga masyarakat teredukasi terkait zakat sebagai pengurang pajak tersebut. Jika masyarakat sudah teredukasi maka bisa memanfaatkan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak serta dapat meningkatkan pembayaran zakat penghasilan kepada lembaga zakat yang disahkan pemerintah sehingga pembayaran zakat dapat tercatat dan meningkatkan potensi zakat penghasilan di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image