Dapatkah Guru Tergantikan AI?
Rembuk | 2023-04-25 21:31:58Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa minggu ini pada media online dibahas rencana sebuah televisi swasta untuk menampilkan presenter Artificial Intelligence (AI) sebagai pembawa pada acara yang ditayangkannya. Penetapan kebijakan tersebut membuat gerah beberapa presenter karena akan berdampak pada pengurangan durasi kerja mereka. Bahkan, bila program ini berhasil akan berakibat pada pengurangan tenaga kerja presenter pada beberapa stasiun televisi. Sosok AI yang akan ditampilkan televisi dimaksud sebanyak dua presenter. Mereka akan membawakan berita dari televisi swasta dimaksud. Sebagai produk kekinian, AI telah memperlihatkan sebuah fenomena yang selama ini sulit direkonstruksi. Pada beberapa tayangan, AI telah mampu menggambarkan sosok para tokoh terkenal dari kerajaan tempo dulu yang terpaut ratusan tahun. Bahkan, AI telah mampu menggambarkan suasana sebuah peperangan tempo dulu yang fenomenal. Padahal, peperangan dimaksud selama ini hanya dapat dinikmati melalui tuturan lisan atau tulisan yang disampaikan oleh para sejarawan.
Generasi saat ini dihadapkan pada satu dinamika kehidupan, yaitu era VUCA. Era VUCA yang merupakan akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity adalah satu dinamika kehidupan yang penuh gejolak/anomali, ketidakpastian, kompleksitas, dan ketidakjelasan/ambigutas. Era ini terbentuk karena ditopang fenomena revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 serta kehidupan milenial. Keberadaannya diperkuat pula dengan merebaknya pandemi Covid-19 yang selama lebih kurang 2,5 tahun melanda dunia. Era VUCA telah melahirkan dinamika kehidupan dengan perubahan yang begitu cepat.
Era ini telah melahirkan fenomena disrupsi pada beberapa ranah kehidupan. Semakin maraknya pemanfaatan perangkat digital oleh masyarakat telah melahirkan perubahan pada pola kehidupan mereka. Perubahan terjadi pada berbagai ranah kehidupan, semisal: ranah sosial, ekonomi, budaya, serta ranah lainnya. Adanya lompatan perubahan kehidupan tersebut memang merupakan fenomena yang harus dihadapi dan disikapi oleh masyarakat saat ini.
Sejak beberapa tahun ke belakang, ranah kehidupan ekonomi sudah mulai berubah dengan memanfaatkan online atau daring (dalam jaringan) sebagai medianya, sehingga berbagai budaya kehidupan offline atau luring (luar jaringan) tersingkirkan oleh keberadaan daring. Tidak berlebihan bahwa perubahan transaksi ekonomi ke dalam moda daring ini melahirkan perubahan mendasar.
Perubahan bisa dilihat dari semakin maraknya transaksi keuangan yang menggunakan aplikasi sebagai basisnya. Menghilangnya kantor pembantu Bank beserta ATM-nya. Tersingkirkannya pemanfaatan alat transportasi luring oleh alat transportasi daring. Tergantikannya petugas pintu tol yang melayani transaksi penggunaan jalan tol dengan perangkat nontunai. Bahkan, peran manusia dalam industri berat sudah tergantikan pula oleh robot industri.
Fenoma disrupsi tersebut melahirkan bertumbangannya perusahaan-perusahan yang tidak dapat melakukan adaptasi dengan cepat. Bagaimana bioskop berguguran karena mudahnya masyarakat mengakses film. Begitu banyak mall yang mengalami kebangkrutan karena tergeser oleh peran marketplace atau toko online.
Tidak sedikit perusahaan media yang mengalami kebangkrutan karena tergerus oleh media online. Bahkan, peran televisi yang selama beberapa puluh tahun ke belakang menjadi sarana hiburan masyarakat sedikit demi sedikit tergeser oleh keberadaan media online melalu perangkat digital.
Kembali pada paparan awal, melihat fenomena pemanfaatan AI sebagai presenter televisi, pertanyaan mendasar yang patut diungkap adalah mungkinkan peran guru dapat tergantikan pula oleh peran AI? Hal ini perlu ditelaah karena selama beberapa dekade, guru menjadi aktor utama dalam pelaksanaan proses pembelajaran kelas. Dengan demikian, selama ini peran guru berada pada titik sentral yang sangat strategis dan tidak tergantikan.
Guru dalam domain pelaksanaan tugas dan fungsinya adalah sosok yang memiliki tugas dan fungsi pembelajaran. Merujuk pada konsep pembelajaran kekinian yang menjadi tugas dan fungsi utamanya, guru memiliki peran sebagai tutor, resource linkers, fasilitator, gate keepers, dan catalyst. Dalam kapasitas sebagai tutor, guru memiliki tugas sebagai pemberi bimbingan belajar terhadap seluruh siswa pada mata pelajaran yang diampunya.
Sebagai seorang resource linkers, guru memosisikan diri menjadi penghubung atas sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran. Berkenaan dengan fasilitator, guru berada pada posisi penyedia kebutuhan pembelajaran yang dilakukan setiap siswanya. Dalam posisi gate keepers, guru menempatkan diri sebagai penyeleksi materi yang dianggap penting dan esensial untuk dipahami siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakannya. Sedangkan sebagai catalyst, seorang guru merupakan sosok yang menjadi agen perubahan sehingga pembelajaran yang dilakukannya akan bermanfaat bagi kehidupan masa depan siswa.
Sebagai penyampai materi pelajaran, sosok AI dimungkinkan dapat menggantikan sosok guru, tetapi pada sisi penguatan karakter siswa, sosok AI sulit menggantikannya. Agak sulit, sosok AI untuk dapat berperan sebagai teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Melihat kenyataan tentang tugas dan fungsi yang diemban oleh guru bisa dimungkinkan bahwa posisi demikian tidak dapat tergantikan sekalipun kehidupan telah memasuki era VUCA yang diwarnai dengan pemanfaatan perangkat digital sebagai pembantu kemudahan hidup. Keberadaan sosok AI dimungkinkan tidak akan mampu mengemban seluruh tugas yang dipikul guru karena guru bukanlah sosok yang memberi ajaran tentang materi yang harus dimiliki, tetapi guru menjadi sosok yang mengarahkan pada penguatan karakter siswa.
Berkenaan dengan kenyataan tersebut, kekhawatiran akan tergesernya peran guru di tengah semakin maraknya peran AI, harus menjadi stimulan bagi guru untuk terus melakukan inovasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan zaman. ***
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.