Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lushinta Hanifa Anantaningrum

Urgensi Evaluasi Kebijakan SDGs Sebagai Sarana Realisasi Tujuan Penurunan Angka Kemiskinan

Rembuk | Monday, 24 Apr 2023, 09:39 WIB
Potret Kemiskinan di Indonesia yang masih terjadi di beberapa daerah

Pada 2015 Millenium Development Goal (MDGs) berakhir, dan oleh UN Conference on Sustainable Development diperkuat juga dengan disepakatinya dokumen “The future We Want”. Dari kedua hal tersebut mendorong terbentuknya agenda pembangunan pasca 2015 yaitu agenda 2030 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals(SDGs) dalam Sidang Umum PBB pada 15 September 2015. Sustainable development goals (SDGs) memiliki 17 tujuan yang berupaya untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat untuk menunjang kelangsungan hidup. Dilansir dari Bappenas (2021), sebagian besar target MDGs Indonesia sudah sukses dicapai sebesar 49 dari 67 indikator. Namun, terdapat beberapa indikator yang perlu dilanjutkan pada SDGs, salah satunya adalah penurunan angka kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan.

Di Indonesia kemiskinan selalu menjadi perbincangan yang tidak pernah terselesaikan. Masalah kemiskinan dapat dikategorikan sebagai permasalahan multidimensi dilihat dari output yang dihasilkan oleh masalah ini yang cukup besar dan mengakar. Berdasarkan Indeks Kemiskinan Multidimensi (IKM) pengukuran deprivasi individu dibagi menjadi tiga dimensi : kesehatan, pendidikan, dan taraf hidup. Kebijakan-kebijakan yang diupayakan oleh pemerintah untuk dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia belum mampu untuk mengatasi masalah kemiskinan secara total karena masih terdapat banyak ketimpangan dalam tiga aspek Indeks Kemiskinan Multidimensi. Masalah kemiskinan tidak hanya dilihat dari jumlah pendapatan, tetapi pemenuhan hak sebagai warga negara dan perbedaan perlakuan setiap individu atau kelompok. Hilangnya kesejahteraan pada setiap individu baik dalam akses pendidikan , kesehatan, utilitas dasar maupun keamanan sudah dapat digolongkan sebagai bentuk kemiskinan karena dapat menutup akses perkembangan serta kemajuan setiap individu.

Dalam Liputan6.com menyatakan bahwa pada pemerintahan Joko Widodo, program untuk menanggulangi kemiskinan terbukti berhasil karena telah membebaskan sebesar 2,06 juta jiwa dari lingkaran kemiskinan selama kurun waktu empat tahun. Namun, jika dilihat dari perspektif masyarakat upaya Jokowi dalam mengatasi kemiskinan belum bisa dibilang sukses karena masih banyak masyarakat yang mengalami kemiskinan dari tingkat kemiskinan rendah sampai tinggi. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam lima tahun terakhir yang pesat jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga dengan menggunakan dorongan konsumsi rumah tangga belum mampu untuk membangun perekonomian yang berkualitas yang dapat menghilangkan kemiskinan secara signifikan, menghasilkan lapangan pekerjaan yang luas, serta mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Indeks gini Indonesia yang saat ini mencapai 0,4 membuktikan adanya ketimpangan penguasaan kekayaan atau kesejahteraan yang sangat besar antara golongan kaya dan golongan miskin dalam masyarakat.

Dengan adanya fakta yang menunjukan masih besarnya kesenjangan ekonomi yang terjadi, pemerintah harus mengkaji kembali kebijakan publik yang telah dibuatnya. Kebijakan yang dibuat sebelumnya perlu dilakukan evaluasi muldimensi agar dapat menjawab masalah kemiskinan yang memiliki kompleksitas tinggi tidak hanya meliputi ruang lingkup ekonomi semata namun juga masalah sosisal dan insabilitas politik dalam negeri sehingga dapat mewujudkan Indonesia tanpa kemiskinan sesuai target tujuan 1 SDGs.

oleh : Lushinta Hanifa Anantaningrum, Mahasiswi Administrasi Publik Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image