Sektor Industri Obat-Obatan Herbal
Bisnis | 2023-04-17 09:56:57Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (BPOM, 2014). Tanaman obat dapat tumbuh dan berkembang hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah, ketersediaan lahan yang masih tinggi, dan budaya masyarakat Jawa Tengah untuk minum jamu merupakan sebuah potensi yang perlu ditangkap guna menjadi sebuah peluang bagi industri obat tradisional. Komoditas yang prospektif memiliki keunggulan, baik dari segi kemudahan pasar, nilai ekonomi, potensi nilai tambah, dan yang paling banyak dibutuhkan industri adalah jahe, kencur, temulawak, kunyit, dan kapulaga.
Menurut BPOM terdapat sekitar 87% produk fitofarmaka dan 26% produk OHT yang terdaftar adalah hasil produksi dari 1 Industri Farmasi dan sisanya oleh 19 industri obat tradisional. Hal ini menggambarkan bahwa belum banyak Industri yang mulai mengalihkan fokusnya kepada fitofarmaka, baik industri farmasi yang masih berkonsentrasi pada obat-obat kimia, maupun industri obat tradisional yang belum berminat untuk meningkatkan status produknya dari jamu. Jumlah Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan Jamu serta potensi alam Indonesia yang melimpah. Hal tersebut dapat dipahami karena memang investasi yang diperlukan juga cukup banyak, seperti peningkatan dari sisi fasilitas dan persyaratan CPOTB, serta persyaratan mutu melalui uji-uji tambahan yang harus dipenuhi agar produk dapat diakui sebagai Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
PERMASALAHAN EKSPOR OBAT-OBATAN HERBAL DI INDONESIA
Kinerja ekspor produk farmasi Indonesia belum dapat menunjukkan tajinya, lantaran tingginya hambatan dagang nontarif di luar negeri dan produktivitas industri domestik yang belum mumpuni.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Vincent Harijanto mengatakan, hambatan dagang di antaranya datang dari China serta beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan Eropa.Hambatan tersebut antara lain berupa persyaratan paten, perizinan, dan kualitas barang.
“Untuk produk obat-obatan, kami sudah terhambat dari sisi sulitnya kami mendapatkan bahan baku. Lalu, ketika akan ekspor, hambatannya dari negara tujuan besar sekali. Semacam proteksi untuk dalam negeri mereka,” katanya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.
Di sisi lain, dia menyebutkan, beberapa negara seperti China dan India telah berhasil menjual produk obat-obatan dan farmasi dengan harga lebih murah dibandingkan dengan produk farmasi Indonesia.Menurutnya, hal tersebut membuat daya saing produk farmasi RI menjadi tertekan di pasar internasional.
Sementara itu, tutur Vincent, prospek untuk ekspor produk farmasi herbal dan tradisional sebenarnya sangat menjanjikan. Permintaan terbesar selama ini berasal dari negara-negara Asia Tenggara dan China.Hanya saja, kapasitas produksi komoditas tersebut dinilainya kurang konsisten, sehingga volume dan nilai ekspornya fluktutatif.Hal itu setidaknya tercermin dari ekspor komoditas simplisia atau bahan obat tradisional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2017, tidak ada ekspor produk tersebut yang dilakukan Indonesia.
Fluktuasi ekspor juga terjadi pada penjualan produk obat obat tradisional. BPS mendata, nilai ekspor obat tradisional pada November 2017 mencapai US$339 juta, tetapi pada November 2018 nilainya terpelanting menjadi hanya US$7.000.Secara kumulatif, ekspor produk obat tradisional pada Januari—November 2018 mencapai US$231.000 atau turun 47,84% secara year on year (yoy). Adapun, total ekspor obat kimia dan obat tradisional sepanjang Januari—November 2018 mencapai US$550 juta atau terkoreksi 4,81% secara yoy.
Pelaku usaha industri jamu masih menemui kendala menciptakan produk berkualitas, berdaya saing tinggi dan berorientasi pasar. Kendala yang kedua adalah permasalahan akses permodalan pada usaha jamu terutama, usaha jamu tradisional; Pengembangan tanaman obat bahan baku jamu dan proses pengolahan yang efisien, serta kendala terkait peraturan dan prosedur pengujian Laboratorium.
SOLUSI OBAT-OBATAN HERBAL DI INDONESIA
Terkait dengan hambatan dagang nontarif yang dihadapi pelaku industri farmasi Tanah Air, Marolop mengatakan, para pengusaha harus meningkatkan kualitas dan mutu produknya agar dapat diterima lebih luas di pasar internasional.Salah satunya adalah dengan meningkatkan belanja penelitian dan pengembangan serta pendaftaran paten.
“Untuk hambatan lain yang bentuknya lebih ke proteksionisme dari negara tujuan ekspor, kami akan upayakan dengan membentuk kerja sama dagang baik bilateral maupun regional, supaya produk kita terjamin dan lebih mudah diterima di negara tujuan,” jelasnya.
Para pemangku kepentingan yang meliputi Pemerintah, swasta dan Akademisi perlu bersinergi dalam mengembangkan usaha jamu di Indonesia. Diantaranya, perlu melakukan kerjasama antara perusahaan/ Industri jamu dengan pemerintah dan institusi pendidikan dalam Bidang penelitian untuk mengembangkan teknologi, inovasi proses, Pembuatan regulasi dan kebijakan industri jamu, dan saintifi kasi jamu Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Penguatan inovasi teknologi produksi Obat herbal hulu-hilir juga harus dilakukan, guna mewujudkan berkembangnya industri Bahan baku obat herbal, industri manufaktur produk obat herbal dan sistem pelayanan Kesehatan menggunakan obat herbal. Pengembangan dan penerapan teknologi produksi Bahan baku herbal (simplisia, ekstrak), teknologi pengujian khasiat dan keamanan serta Teknologi formulasi sediaan untuk mendapatkan produk obat herbal yang bermutu Merupakan solusi yang tepat.
PERUSAHAAN OBAT-OBATAN HERBAL YANG SUDAH GO-INTERNASIONAL
Produsen produk herbal, rempah dan kopi, PT Latransa Citra, memperluas promosi produknya ke pasar internasional, salah satunya ke Uni Eropa. Perusahaan ini berdiri tahun 1993, berfokus pada ekspor produk pertanian. Latransa Citra telah mengekspor produknya ke Singapura, China, India, Pakistan, UAE, Syria, dan Rusia. Produk ekspor dari perusahaan ini meliputi produk agro, seperti getah damar dan ekstrak herbal, produk herbal seperti Orthosiphon, Moringa, Centella, Turmeric, Mangosteen, Eurycoma Longifolia dan rempahrempah, misalnya Cinnamon, Lemon Grass, Long Pepper, dan Dried Ginger. Produk ekspor tersebut tersedia mulai dari bahan baku hingga produk setengah jadi (grinding, crushed, split). Latransa Citra melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan lokal dalam mengembangkan produk baru dan memenuhi selera pasar.
Dalam memasarkan produknya, perusahaan ini aktif mengikuti pameran dagang baik di dalam maupun luar negeri. Tahun 2012, Latransa Citra memperoleh penghargaan Primaniyarta dari Pemerintah sebagai pengakuan atas kontribusi ekspor yang telah dilakukan selama ini.
Di bulan Oktober 2014, Latransa Citra bersama 15 perusahaan lainnya mengikut kegiatan “EXPRO on Food Ingredients 2014” yang berlangsung di Prancis dan Jerman. Kegiatan ini salah satu implementasi dari kerja sama pengembangan ekspor untuk sektor food ingredients dan home décor & home textile, antara Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan dan Center for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) yang ditandatangani pada 2012. EXPRO merupakan export marketing and management training yang bertujuan meningkatkan pengetahuan pasar food ingredients di Eropa melalui pelatihan, kunjungan ke pameran SIAL di Paris. Selain itu, kunjungan ke perusahaan dan retailers/consumer store di Jerman, serta workshop penyusunan Export Marketing Plan (EMP) para pelaku usaha dan Sector Export Marketing.
Plan (SEMP) untuk Business Support Organizations (BSO’s), yaitu perwakilan kementerian atau lembaga/asosiasi. Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar langsung kepada peserta mengenai kondisi pasar, selera konsumen, dan persaingan usaha sektor food ingredients di Eropa.
Dengan mengikuti kegiatan ini, Latransa Citra berharap memperoleh pengetahuan terhadap Persyaratan dan tren pasar sekaligus untuk Memperkenalkan produknya di Uni Eropa.
PENDAPAT PARA AHLI EKONOMI MODERN DAN AHLI EKONOMI ISLAM
Guru Besar Bidang Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. Dikdik Kurnia, M.Sc., PhD, menilai Indonesia perlu lebih banyak melakukan riset mengenai pengembangan obat herbal. Ini didasarkan potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia. “Ini sudah diakui banyak negara bahwa Indonesia dengan iklim tropisnya merupakan salah satu sumber tanaman obat yang sangat penting di dunia,” ungkap Prof. Dikdik saat menjadi pembicara pada diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu “Prospek Herbal Dentistry: Kimia Bahan Alam untuk Kemandirian Obat” yang digelar Dewan Profesor Unpad secara virtual, Sabtu (28/5/2022). Kementerian Kesehatan RI mencatat setidaknya terdapat 19.871 tanaman obat yang digunakan sebagai ramuan tradisional. Sebanyak 16.218 di antaranya telah diidentifikasi. Dari hasil identifikasi tersebut, baru sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. Sebanyak 200 spesies telah digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional. “Jika dilihat persentasenya, pengembangan tanaman herbal menjadi obat relatif masih sangat kecil,” imbuhnya.
Diakui Prof. Dikdik, pengembangan riset mengenai obat herbal juga bukanlah hal mudah. Namun, hal ini bisa disiasati menggunakan pendekatan etnofarmakologi. Melalui pendekatan tersebut, riset bisa dilakukan dengan memilih bahan baku yang sudah pernah dilakukan atau dicoba oleh nenek moyang. “Kita bisa menggali dengan
pendekatan etnobotani-etnofarmakologi, tanaman apa yang sering digunakan nenek moyang untuk pengobatan tradisional. Itu merupakan pendekatan yang paling mudah untuk kita lakukan,” kata Prof. Dikdik.*
( Sumber referensi referensi Maulana, Arief. (2022). _Menakar Prospek Obat Herbal di Indonesia._ Diakses pada 30 Mei 2022,)
Pengobatan yang terkenal dalam dunia Islam selama ini dikenal Dengan at-Thibbun an-Nabawi (pengobatan dengan cara Rasulullah Saw.). Thibbun Nabawi meliputi banyak hal, di antaranya adalah, susu, madu, Jintan hitam, cuka buah, air zam-zam, kurma dan berbagai jenis makanan Dan minuman yang menyehatkan lainnya. Sebagaimana Rasulullah Saw.Sering membicarakan tentang kesehatan dalam berbagai hadis.
Hadis tentang pengobatan herbal merupakan suatu Pengobatan yang dianjurkan oleh Nabi Saw. Al-‘Aini berkata bahwa al-qust Terdapat dua jenis. Pertama, al-qust al-hindi yang berwarna hitam adalah Yang paling panas dan jenis kedua, yaitu al-qust al-bahri yang berwarna Putih adalah yang paling ringan. Kedua jenis ini memiliki banyak khasiat (Al-Haq, 1388). Sabda Nabi Saw. ةَفيِشْ
أَّن فِي ِه َسْبعَةَ Sesungguhnya padanya terdapat obat dari tujuh macam jenis penyakit” menurut para dokter qust al-hindi ini memiliki beberapa manfaat selain dari yang disebutkan dalam hadis di atas, manfaatnya yaitu: bisa memperlancar menstruasi, buang air kecil, demam, kemudian dapat melawan racun serta membunuh cacing di dalam usus. Ia juga mampu membangkitkan syahwat dan menghangatkan usus (An-Nawawi, 1414). Mereka menyebutkan lebih dari tujuh manfaat. Sebagian pensyarah hadis menjawab tujuh manfaat itu diketahui melalui wahyu sedangkan sisanya melalui percobaan (eksperimen).
Rasulullah Saw mencukupkan untuk apa yang diketahui melalui wahyu karena itu bersifat pasti. Sebagian lagi mengatakan Rasul menyebutkan apa yang dibutuhkan saja karena beliau tidak diutus untuk menjelaskan hal-hal secara detail (Al-Ashqalani, 1379). Perbedaan antara obat-obatan Rasulullah Saw dengan obat-obatan para dokter, jauh lebih besar daripada perbedaan antara pengobatan modern dengan pengobatan tradisional. Apa yang didapat dari wahyu Ilahi, jika dibandingkan dengan yang diperoleh dari eksperimen, jauh lebih besar daripada perbedaan di antara tuan yang mulia dengan budak yang hina (Al-Jauziyah, 2020).
Cara pengobatan di atas dianjurkan Rasulullah Saw. berdasarkan penyakit yang diderita oleh sahabat yang bertanya kepada Rasul. Menurut Ibnu Hajar bisa saja pemakaian qusth al-hindi ini bisa dioleskan, diminum, dikompresi, diteteskan, diuapkan, tergantung dari penyakit yang diderita. Apabila dioleskan, maka dimasukan ke salep dan diberi minyak, kemudian dicampurkan. Demikian juga halnya apabila cara penggunaannya dikompreskan. Apabila diminum, maka dihaluskan terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan madu, ataupun air, ataupun lainnya. Serupa dengannya apabila penggunaannya diteteskan. Untuk setiap cara yang dilakukan ini dapat memberikan manfaat bagi bermacam penyakit.
Sumber;
https://web.dpmptsp.jatengprov.go.id/p/621/peluang_industri_obat_tradisional_makin_melesat)
https://m.bisnis.com/amp/read/20181220/12/871601/sulitnya-menngatrol-ekspor-farmasi-apa-sebabnya
https://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/publication/4651421058307.pdf
https://www.unpad.ac.id/2022/05/menakar-prospek-obat-herbal-di-indonesia/
Ditulis oleh: Daniel Giofany, Dita Dea Amanda, Fransiska Lestari,Liana Riski, Muhammad Ikhsan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.