Bullying, Penghambat Pendidikan di Indonesia
Pendidikan dan Literasi | 2023-04-12 15:04:25Bullying atau dalam Bahasa Indonesia disebut perundungan, merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain yang lebih lemah, dengan tujuan untuk menyakiti, menunjukkan kuasa, kejahilan dan dilakukan secara terus menerus. Bullying berbentuk perilaku agresif terhadap korban, termasuk mengejek, mengancam, memukul, dan lain-lainnya. Penindasan terkadang dapat berbentuk tindakan tidak langsung, seperti dengan sengaja mengisolasi atau mengucilkan seseorang yang dianggap berbeda,” tambahnya. Bullying merupakan salah satu tindakan tidak terpuji yang patut dihindari apalagi sampai melakukannya.
Dalam hukum, kasus bullying diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidan 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah) dan Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan.
Bullying dapat terjadi di berbagai tempat bahkan hingga di lingkungan keluarga sekalipun. Namun, bullying yang kasusnya paling sering terjadi adalah di lingkungan sekolah. School bullying atau bullying yang terjadi di sekolah didefinisikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
“Bullying yang dilakukan sesama siswa itu, dilakukan baik secara formal maupun informal. Anak-anak yang beranjak remaja menjadi korban oleh bullying teman sendiri. Ancaman baik verbal atau fisik dapat digunakan dalam perilaku bullying oleh siswa terhadap temannya, tentu menjadi prilaku yang harus dihilangkan di dunia Pendidikan,” tutur Dr. Siti Kotijah, S.H., M.H, saat mengadakan pengabdian kepada masyarakat SMK Negeri 1 Kota Samarinda.
Akibat dari bullying dapat menjadikan siswa yang mengalami akan merasakan trauma akibat dari perilaku tersebut, yang membuat mereka akhirnya tidak nyaman dengan lingkungan sekolah, mengurangi prestasi belajar siswa, membuat siswa mengurung dirinya karena merasa takut, membenci diri sendiri, bahkan hingga bunuh diri. Pada pergaulan pun ada kecemasan yang terus-menerus, kurang percaya diri dan terhadap orang lain, dan membuat keterampilan sosial korban menjadi buruk.
Hingga saat ini bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori, yaitu:
1. Kontak fisik langsung.
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung.
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama yang senonoh atau tidak terdengar baik, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip yang bersifat buruk mengenai korban.
3. Perilaku non-verbal langsung.
Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung.
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng atau surat yang berisi ancaman atau pelecehan.
5. Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial, mengata-ngatai lewat obrolan pribadi dan lain sebagainya). Cyber bullying merupakan hal yang paling baru semenjak munculnya media sosial dan maraknya pengguna smartphone di dunia.
6. Pelecehan seksual.
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan dengan perilaku agresi fisik atau verbal. Pelecehan seksual biasanya mengacu pada kekerasan terhadap seksualitas seseorang baik itu laki-laki maupun perempuan. Contoh tindakannya berupa kata-kata tidak senonoh hingga pemerkosaan terhadap korban.
Kasus bullying yang masih tinggi dan terus terjadi di berbagai sekolah membuat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengambil langkah baru. KPPPA mendorong lahirnya sekolah ramah anak yang bertujuan untuk menghapuskan penindasan terhadap anak di lingkungan sekolah. Deputi Perlindungan Anak KPPPA Sri Danti Anwar mengatakan, di dalam pendekatan tersebut salah satunya diisi dengan program disiplin positif. Program ini melibatkan para pendidik dan guru dari tingkat SD sampai SMA untuk dilatih agar bisa mencegah kekerasan di sekolah. Tentunya para peserta didik juga harus ikut serta dalam mengatasi permasalahan bullying yang terjadi dengan menolak keras ketika melihatnya secara langsung atau melaporkan kejadian kepada guru atau pihak terdekat agar bullying dapat segera teratasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.