Pentingnya Rehabilitasi Narkotika Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Eduaksi | Tuesday, 21 Dec 2021, 22:51 WIBPandangan secara global mengenai pecandu narkotika dalam perkembangannya bukanlah lagi diartikan sebagai pelaku kriminal melainkan sebagai orang yang menderita penyakit kecanduan, sehingga perlu dilakukan rehabilitasi. Melalui Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, tindakan bagi pelaku, produsen, impor dan ekspor ilegal, serta peredaran gelap narkotika adalah dengan hukuman berat, namun sangat humanis terhadap para pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika.
Meningkatnya kasus tindak pidana dan penyalahgunaan narkotika salah satunya di lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari persoalan permintaan (demand) dan kesediaan pasokan (supply) narkotika secara agresif dan terus menerus yang terjadi di lingkungan masyarakat umum. Selain itu masalah kesehatan yang timbul harus dicegah dan ditangani selama WBP berada di lembaga pemasyarakatan.
Kemudian tingginya risiko penyalahgunaan kembali selama masa penahanan atau setelah bebas dan risiko kematian akibat penyakit antara lain seperti HIV, TBC dan Hepatitis serta overdosis narkotika menyebabkan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika harus tersedia di lembaga pemasyarakatan. Kondisi tersebut mendorong Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) khususnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam rangka memberikan pelayanan dan penanganan terhadap WBP kasus narkotika yang secara spesifik memiliki kekhususan dalam pembinaannya.
Dalam rangka menjalankan strategi pengurangan kebutuhan zat narkotika (demand reduction) dan meningkatkan kualitas hidup WBP dapat diterima kembali dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat diperlukan peningkatan layanan rehabilitasi narkotika. Rehabilitasi narkotika merupakan bagian dari proses pembinaan dan perawatan kesehatan.
Hal ini sejalan dengan fungsi pemidanaan yang bukan lagi sebagai penjeraan namun sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial narapidana agar dapat kembali ke dalam masyarakat secara sehat. Layanan rehabilitasi narkotika tersebut mencakup layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi sosial dan layanan pascarehabilitasi dalam rangka pemulihan fisik dan mental pada kondisi sebelumnya bagi penyalahguna dan/ atau pecandu narkotika untuk pulih, produktif, dan berfungsi sosial di masyarakat.
Pelaksanaan rehabilitasi narkotika ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan layanan rehabilitasi narkotika bagi Tahanan dan WBP di UPT Pemasyarakatan mengamanatkan agar pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan layanan rehabilitasi narkotika pada Rumah Tahanan Negara, Lembaga Penempatan Anak Sementara, Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan Balai Pemasyarakatan. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Bersama 7 Kementerian/Lembaga tentang penanganan pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi. Pasal 5 dan 7 Peraturan Bersama tersebut menyebutkan dalam bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika memperoleh rehabilitasi di Rutan atau Lapas.
Penulis
Tri Sulistya Hadi Wibowo, S.Psi
Daftar Pustaka
Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. (2018). Petunjuk Pelaksanaan Layanan Rehabilitasi Narkotika Bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan di UPT Pemasyarakatan.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. (2020). Standar Penyelenggara Layanan Rehabilitasi Pemasyarakatan Bagi Tahanan dan Warga Binaan Pemasyarakatan Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) Di UPT Pemasyarakatan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.