Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Malamang, Mengenal Tradisi Masyarakat Minang Menjelang Bulan Ramadhan

Info Terkini | 2023-04-06 17:21:16

Malamang adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau yang melakukan proses pembuatan lemang atau makanan dari beras ketan yang dimasukkan ke dalam buluh bambu beralaskan daun pisang. Dalam bahasa Minang, lemang disebut lamang sehingga kebiasaan membuat lemang dikenal juga dengan Malamang. Ini merupakan salah satu tradisi unik dan turun temurun masyarakat Minang sejak dulu.

Kebiasaan membuat lemang ini sering dilakukan pada saat acara-acara penting seperti lebaran, maulid nabi, pengangkatan penghulu, menyambut ramadhan dan acara-acara besar lainnya. Lamang terbuat dari beras ketan yang dimasukkan dalam buluh bambu, bulih-buluh ini dialasi dengan daun pisang. Beras ketan kemudian disiram dengan santan kelapa yang sudah diseduh dengan garam selanjutnya bambu kemudian di panggang dengan perapian yang menggunakan kayu bakar atau sabut kelapa.

Ada Apa Dengan Tradisi Malamang?

Lalu sebenarnya mengapa tradisi ini dilaksanakan secara turun temurun? Khususnya untuk menyambut bulan ramadhan? Merujuk ke beberapa sumber kegiatan malamang ini biasanya dilakukan secara beramai-ramai oleh beberapa ibu-ibu yang tinggal disuatu wilayah, alasannya sederhana yaitu untuk meningkatkan kebersamaan, gotong royong dan silahturahmi sebelum datangnya bulan suci ramadhan, kegiatan ini juga sekaligus sebagai ajang bermaaaf-maafan dalam niat mensucikan diri dari khilaf dan salah pada orang-orang disekitar kita.

Lalu mengapa kegiatan malamang yang menjadi objek? Mengutip portal resmi Detik.com, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang Muhammad Nasir mengatakan bahwa tradisi malamang ini mulai diperkenalkan ulama besar asal Pariaman Syekh Burhanuddin Ulakan (1646-1704). Syekh Burhanuddin kerap dijamu masyarakat setiap kali dia berdakwah, namun saat itu ia ragu dengan kehalalan makanan yang disuguhkan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat masih suka memakan olahan daging dari hewan-hewan yang tidak boleh dimakan, seperti tikus dan ular.

Kemudian Syekh Burhanuddin berinisiatif mencontohkan memasak nasi dalam ruas bambu yang dilapisi daun. Karena nasi tidak tahan lama, lalu diganti dengan beras pulut (ketan). Cara masak Syekh Burhanuddin tersebut lalu ditiru oleh orang-orang di sekitar surat tempat ia mengajar. Itulah asal mula lamang, namun mengapa malamang bisa berubah menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Minangkabau sebelum hari-hari besar khususnya menyambut Ramadhan tidak banyak dijelaskan.

Namun poin dan kesimpulan yang bisa diambil dari kegiatan Malamang ini bukanlah lemangnya atau kenapa lemang yang dipilih untuk dibuat bersama-sama. Namun nilai apa yang terkandung didalam tradisi Malamang ini, di masak dan dibuat bersama-sama secara bergotong royong, sambil bersilahturahmi dan bercengkrama dengan warga sekitar hal inilah yang menjadikan tradisi Malamang lekat di hati masyarakat Minangkabau. Dari sini nilai yang ada di bulan Ramadhan yaitu bermaaf-maafan dan berbagi juga terealisasikan karena lemang tidak hanya dimakan sendiri tetapi juga dihantarkan ke beberapa saudara yang dekat sebagai hantaran dalam rangka mempererat hubungan silahturahmi menjelang bulan Ramadhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image