Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Ketahanan Keluarga dengan Literasi Pranikah

Gaya Hidup | Monday, 27 Mar 2023, 16:43 WIB

Tingginya angka perceraian di Tanah Air, salah satunya disebabkan ketiadaan ketahanan keluarga. Ketidaksiapan pasangan memasuki kehidupan baru dan minimnya pengetahuan tentang pernikahan, berdampak pada kerentanan dan potensial melahirkan disharmoni. Ancaman cerai menjadi mimpi buruk yang melahirkan berbagai problem sosial kemasyarakatan.

Secara faktual, angka perceraian ini menjadi tren dan terus meningkat setiap tahunnya. Ambil saja contoh empat tahun belakangan. Data dari Pengadilan Agama di seluruh Indonesia menunjukkan jumlah perkara pengajuan cerai (talak suami dan gugat istri) mencapai 394.246 kasus di tahun 2015. Angka itu meningkat menjadi 403.070 kasus (cerai talak sebanyak 113.968 kasus dan cerai gugat mencapai 289.102 kasus) pada 2016. Angka itu bertambah lagi pada 2017 menjadi 415.848 kasus. Lalu, di tahun 2018 menjadi 419.268 kasus.

Mahkamah Agung mensinyalir tren perceraian karena berbagai faktor, seperti persoalan ekonomi, perselisihan tanpa solusi, kekerasan dalam rumah tangga dan sebagainya. Implikasi dari persoalan-persoalan itu tentunya berdampak pada kehidupan kita, seperti penelantaran anak dan rusaknya strata sosial kemasyarakatan.

Ada enam poin penting yang akan menjadi perhatian literasi. Pertama, pasangan dibekali tentang hukum pernikahan, yakni pemahaman bahwa pernikahan adalah suatu perbuatan yang memiliki konsekuensi hukum antara suami dan istri. Adanya hukum ini erat sekali hubungannya dengan sahnya perbuatan hukum. Hal ini sesuai dengan UU Perkawinan, Pasal 2 Ayat (1) dan (2) yang berbunyi, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pembekalan tentang hukum pernikahan menjadi sangat penting, agar masing-masing pasangan memahami hak dan kewajiban ketika mengaruhi bahtera kehidupan. Di saat ujian menghadang, mereka mengetahui implikasi apa yang akan didapat ketika satu keputusan diambil.

Kedua, kesehatan reproduksi menjadi tema yang akan diberikan bagi pasangan muda. Tema ini difokuskan pada pemahaman bahwa menikah sejatinya benteng seseorang dalam menghadapi penyaluran kebutuhan naluriah biologis. Dengan menikah, syahwat akan tersalurkan dengan benar. Sesuatu yang haram dilakukan sebelum menikah akan menjadi ibadah ketika dilakukan setelah menikah. Dengan demikian pula, pria atau wanita akan terhindar dari perbuatan zina yang merusak kehidupan manusia.

Penyaluran hasrat biologis dilakukan secara sah dan menjadi benteng kekuatan dan pertahanan dalam menjaga akhlak. Oleh karena itu, menikah akan membentengi akhlak seseorang dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ketentuan agama dan norma hukum yang berlaku.

Ketiga, perlindungan anak dan menyiapkan generasi emas Indonesia. Pasangan muda akan diberi pemahaman bahwa anak dari hasil pernikahan yang sah merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Anugerah itu wajib dijaga dengan baik. Bagaimana kualitas seorang anak sangat ditentukan dengan bagaimana pendidikan mereka peroleh di dalam rumah. Oleh sebab itu, rumah adalah sekolah pertama yang dienyam seorang anak dalam kehidupan mereka.

Suami istri merupakan teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Pengaruh orang tua yang baik ini sangat besar dalam kehidupan anak. Apabila orangtua sudah berperilaku dan berakhlak baik, maka dalam diri anak pun akan tersemai indah perilaku dan akhlak yang sama.

Keempat, berkaitan dengan kepemimpinan dalam keluarga. Seorang ayah sejatinya adalah pemimpin dalam membawa biduk rumah tangga. Jika diibaratkan perusahaan, suami adalah manajer dan istri bisa disebut asisten manajer. Peranan kepemimpinan dalam rumah tangga menduduki tempat yang strategis dan menentukan terhadap dapat tidaknya keluarga itu mencapai kesejahteraan.

Berbicara kepemimpinan tentunya berkaitan dengan keteladanan. Ayah dan ibu menjadi teladan bagi anak-anak mereka. Perilaku yang baik menjadi contoh sehingga anak akan diwariskan kebaikan untuk meniti kehidupan di masa yang akan datang. Ayah sebagai manajer akan bertanggung jawab terhadap perilaku anak, begitu pula ibu selaku asisten akan dipikul pertanggungjawaban tentang bagaimana kehidupan di rumah. Harmonis atau tidaknya sebuah keluarga sangat tergantung pada kepemimpinan orangtua dalam menjalankan biduk rumah tangga.

Kelima, kompetensi pemenuhan ekonomi keluarga. Literasi pranikah menyoroti pentingnya suami sebagai tulang punggung ekonomi keluarga. Adapun, jika istri mencari nafkah itu bersifat situasional dan pelengkap saja. Beberapa hal yang harus diketahui pasangan adalah ketika suami tidak bekerja, apa solusi yang bisa dilakukan. Atau, ketika istri terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, bagaimana etika yang harus dipegang. Tentunya, istri bekerja harus sepengetahuan dan ijin suami. Istri tidak mengabaikan pendidikan anak dan urusan rumah tangga.

Keenam, pemenuhan spiritualitas pasangan calon mempelai. Agama menjadi pondasi yang kuat dan benteng dalam menghadapi cobaan kehidupan. Materi ini tentunya menjadi sesuai bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Pasangan sejatinya mampu menerjemahkan ajaran agama dalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. Khususnya orangtua mampu memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

Literasi pranikah ini sejalan dengan semangat Pemerintah dalam melahirkan generasi Indonesia yang harmonis. Keluarga menjadi pranata sosial terkecil di masyarakat yang akan menentukan wajah bangsa dan negara. Tentunya, kita semua tidak ingin maraknya perceraian menjadi ancaman bagi pertahanan negara, khususnya dalam hal melahirkan generasi yang lemah. Untuk itu, negara perlu memastikan setiap pemuda yang ingin melangsungkan pernikahan memiliki pertahanan diri, agar ketika memasuki biduk pernikahan tidak oleng dan pecah di tengah jalan karena dihadapkan berbagai ujian kehidupan. (*)

Penulis adalah Ketua Umum BKKKS 2020-2025

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image