Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Potret Generasi dalam Konser Born Pink

Gaya Hidup | Friday, 17 Mar 2023, 15:36 WIB

Ha, how you like that? You gon' like that, that-that-that-that, that-that-that-that - How you like that?

Mungkin kita sering mendengar lagu tersebut di tempat umum. Atau mungkin dari Playlist kenalan kita. Atau bahkan kita juga jadi salah satu penggemar lagu-lagu blackpink.

Konser Born Pink

Salah satu mimpi yang ingin digapai bagi para fans untuk bertemu artis pujaannya. Begitu juga dengan para Blink, fans girl group Blackpink Asal negeri ginseng sana. Maka, konser jadi salah satu jembatan yang mempertemukan antara idol dan para fansnya.

Konser Born Pink diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta pada 11-12 Maret 2023 yang lalu. Konser ini dihadiri sekitar 70.000 orang penonton. Padahal, harga tiket konsernya merogoh kantung cukup dalam.

Dilansir dari laman Republika.co.id (9/3/2023) , harga tiket konser Blackpink di Jakarta berkisar mulai dari Rp 1.350.000 hingga Rp 3,8 juta. Tiket konser ini ludes terjual hanya dalam kisaran waktu 10 hingga 15 menit saja. Luar biasa.

Pemerintah Fasilitasi Konser

Melihat animo yang luar biasa terhadap konser ini. Ribuan pihak keamanan diterjunkan ke lapangan untuk menjaga dari hal yang tidak diinginkan. Sebagaimana yang diberitakan kompas.com (12/3/2023), Kepolisian Daerah Metro Jaya mengerahkan 1.022 personel untuk mengamankan konser hari kedua grup vokal wanita asal Korea Selatan, Blackpink di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada Minggu (12/3/2023).

Ribuan personel ini terdiri dari 932 dari Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat. Kemudian TNI 30 personel, serta dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 60 personel.

Walau dijaga dengan ribuan personel tak berarti konser bebas masalah. Salah satunya seperti yang ramai di media sosial, penonton yang sudah membeli tiket konser platinum dengan harga 3 juta lebih, tidak mendapatkan haknya. Mulai dari dibentak oleh pihak panitia, hingga tidak mendapatkan kursi atau menggunakan 1 kursi untuk 2 sampai 3 orang.

Venue Stadiun Utama Gelora Bung Karno pun sempat dilarang untuk digunakan konser. Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) mengeluarkan pernyataan yang melarang penggunaan Stadion Gelora Bung Karno (GBK) untuk kegiatan konser. Hal tersebut tertuang dalam surat balasan FIFA kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) terkait penggunaan Stadion GBK sebelum Piala Dunia U-20 2023.

Pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membangun lapangan yang berkualitas. FIFA tidak ingin persiapan bongkar pasang yang dilakukan untuk konser merusak kualitas rumput yang ada di GBK. (ultimagz.com, 17/2/2023)

Namun, faktanya akhirnya konser jadi juga digelar di SUGBK. Dan hasilnya seperti yang dikhawatirkan, kondisi rumput rusak dan tak bisa digunakan untuk bermain sepak bola oleh tim nasional.

Luar biasa pengorbanan pemerintah sebagai dukungan terselenggaranya konser. Luar biasa juga pengorbanan para penonton yang rela merogoh kocek dalam. Padahal, kondisi perekonomian Indonesia sedang terpuruk bahkan banyak terjadi kemiskinan ekstrim. Sedihnya, hal yang sama tidak nampak pada acara kajian.

Aktivis Ngaji

Masih Ingatkah kita dengan gerakan para pemuda Jogja yang membaca quran di sepanjang jalan Malioboro? Pemuda yang mengaku muslim merasa malu dengan kegiatan tersebut. Ia menyayangkan aktivitas tersebut diadakan di tengah tempat wisata bukannya di dalam masjid atau mushola. Bahkan, menghakimi para aktivis pembaca quran dengan sebutan riya.

Bukan hanya itu, masih Ingatkah kita akan klaim media pada para rohis? Rohis katanya sarang teroris. Rohis jadi pintu masuknya radikalisme. Walau sudah bertahun-tahun lalu, tapi frame islam, kajian, Alquran, dengan teroris masih sangat lekat hingga saat ini.

Masih banyak kajian yang dibubarkan, tidak jadi digelar karena dianggap tidak sesuai dengan nilai yang dianut negeri ini. Lantas, apakah nilai yang disampaikan oleh konser artis luar negeri sejalan dengan nilai Indonesia? Cara berpakaiannya, makan minumnya, pergaulannya, berpikirnya, semuanya apakah sesuai lantas difasilitasi sedemikian rupa tapi tidak dengan kajian islam?

Nir Visi pada Generasi

Inilah potret ketiadaan visi negara pada generasi. Inilah potret suksesnya diterapkan sekularisme dalam kehidupan. Orang jauh dari agamanya sendiri, merasa malu, tidak butuh hingga benci. Sehingga lahirlah kekeliruan meletakkan prioritas dan bersikap hedonis. Mendukung dan berkorban pada hiburan dan senang-senang. Tapi, melarang dan antipati pada kajian keislaman.

Padahal jika mau adil diukur dan dinilai, manakah yang akan menyelamatkan generasi dari hidup yang penuh masalah? Konser atau kajian?

Wajar jika yang dihasilkan adalah generasi rapuh fisik dan mental. Miskin iman, ilmu, kemauan untuk jadi orang yang bermanfaat. Lahir manusia yang hanya memikirkan kesenangan diri sendiri saat ini saja. Hilang rasa empati pada sesama.

Lahirlah para muslimah yang menanggalkan rasa malunya. Berhijab namun berlenggak lenggok di tengah kerumunan. Berhijab tapi campur baur menyanyikan lagu cinta pada manusia. Sedih sekali potret generasi ini.

Betullah Rasul pernah katakan bahwa jumlah kita banyak namun bak buih di lautan. Jumlah kita banyak namun diperebutkan bak hidangan.

Islam Selamatkan Generasi

Tentu berbeda dengan konsep dalam Islam. Islam sebagai Dien yang sempurna, Allah turunkan secara mendetail mengurusi seluruh aturan kehidupan manusia. Termasuk mengatur mempersiapkan generasi berkualitas.

Islam paham betul pentingnya kualitas generasi. Maka, sejak fase konsepsi sudah ada panduan dalam mempersiapkan generasi. Mulai dari memilih pasangan yang beriman dan bertakwa. Menjaga asupan makanan saat fase kehamilan dan menghiasi diri dengan amal sholeh. Lalu fase penanaman akidah islam oleh orangtua di rumah. Dilanjutkan dengan pembentukan karakter manusia yang beriman dan bertakwa ditopang oleh kurikulum negara.

Tak luput pula peran masyarakatnya. Budaya amar makruf nahi munkar tak terpisahkan antar sesama. Semua menjaga agar tetap dalam kebaikan dan jauh dari kemaksiatan.

Negara pun tak lepas tangan sebagai penegak aturan. Negara wajib menerapkan aturan islam secara Paripurna baik dari sistem pendidikan, ekonomi, media, hingga mengatur dunia hiburan. Agar generasi tak keliru menonton dan mengidolakan. Justru semuanya harus jadi jalan pada bertambahnya keimanan. Karena semua akan dipertanggungjawabkan.

Negara takkan merasa rugi akan kehilangan pemasukan uang sewa konser dari artis dalam atau luar negeri. Karena masih ada banyak kas pemasukan Baitul mal. Islam juga mementingkan Keberkahan. Sesuatu yang didapat dari pelanggaran hukum Allah pasti tidak akan membawa Keberkahan. Malah mengundang murka dan azab Allah. Tentu, penguasa yang beriman takkan berani mengambil resiko tersebut.

Sehingga lahirlah para pemuda cemerlang seperti Thariq Bin Ziyad, Muhammad Al Fatih, Maryam Al Astrulabi, Fatimah Al Fihri, Amr bin Ash, Mush'ab bin Umair, dan masih banyak lagi. Semuanya lahir atas penjagaan iman dan islam.

Lantas, apa yang kita harapkan dari generasi saat ini. Apakah generasi yang sibuk have fun tapi abai pada kondisi sekitar? Atau generasi yang beriman, bertakwa juga berakhlak mulia yang senantiasa berlomba dalam kebaikan? Jika kita ingin generasi kita seperti generasi cemerlang terdahulu, tentu solusinya adalah kembali menerapkan sistem yang dulu diterapkan secara Paripurna. Islam kaffah. Sebagaimana Allah berfirman, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam secara kaffah. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Wallahua'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image