Surga Bagi Penyelundup, Nasib Buruk untuk Pekerja TPT
Info Terkini | 2023-03-14 11:17:45SEKTOR industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, kulit dan turunannya terus melakukan PHK hingga pengurangan jam kerja. Ironisnya produk impor dan penyelundupan terus berlangsung. Pemerintah kurang berdaya dan aparat kurang totalitas dalam memberantas modus penyelundupan pakaian bekas dan produk lainnya. Ibaratnya Indonesia selama ini menjadi surga bagi penyelundup, dilain pihak kondisi buruh sektor TPT, alas kaki, kulit, asesoris hingga barang-barang elektronik saat ini dalam kondisi susah dan terancam PHK.
Pada saat menjelang bulan Ramadhan hingga Idul Fitri, mestinya para buruh sektor diatas bisa mendapatkan upah dan insentif yang lebih baik. Namun itu tidak terjadi lantaran banyaknya produk impor dan produk hasil selundupan yang sudah merajalela di toko-toko, pasar tradisional, hingga penjualan lewat online.
Mestinya Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit nasional dan daerah peduli dengan kondisi produk impor dan maraknya penyeludupan. Karena pihak pengusaha juga sangat dirugikan oleh modus penyelundupan. Semua unsur yang ada dalam Tripartit hendakanya segera melalukan aksi cepat tanggap. Kalau perlu Serikat Kekerja TPT dan alas kaki dikerahkan untuk melakukan swepping terhadap produk selundupan. Jika eselon terkait tidak totalitas untuk mengatasi masalah itu serikat pekerja melakukan unjuk rasa besar-besaran kepada kementerian terkait.
Jika impor dikurangi hingga jumlah terendah kalau perlu dilarang dan penyelundupan diberantas habis-habisan, maka jutaan lapangan kerja akan tercipta di negeri ini. Alasan klise bahwa penyelundupan sulit diberanas karena di Indonsia terdapat banyak sekali pelabuhan tikus atau dermaga informal yang luput dari perhatian aparat. Hal itu sangat klise karena perkembangan teknologi mestinya bisa mengatasi hal itu. Kinerja pelabuhan yang resmi pun juga masih buruk dalam memberantas penyelundupan.
Menanggapi maraknya produk-produk hasil selundupan mestinya Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan harusnya tidak sebatas membuat himbauan. Perlu tindakan tegas tanpa pandang bulu untuk penyelundup yang selama ini berkedok pelaku bisnis impor pakaian bekas (thrift shop) yang keberadaannya sudah menjamur. Jangan sampai negara kalah dengan para penyelundup.
Praktik perdagangan barang bekas impor berupa pakaian hingga sepatu bekas baru-baru ini menjadi perbincangan di Indonesia, dipicu oleh laporan investigasi kantor berita Reuters menemukan beberapa pasang sepatu yang mereka sumbangkan untuk program daur ulang justru sebagian besar berakhir di pasar Indonesia.
Keberhasilan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau yang baru-baru mengamankan dua buah kontainer yang berisi 1.200 karung berisi pakaian bekas, tas bekas, hingga sepatu bekas, impor dari Singapura merupakan puncak gunung es. Pasalnya banyak yang lolos dibanding dengan yang tertangkap. Barang selundupan yang lolos mengalir deras hingga ke pelosok Indonesia, terbanyak memgalir ke Provinsi Jawa Barat dan kota-kota lainnya. Kota Bandung dan sekitarnya paling banyak dibanjiri oleh produk barang-barang bekas dari luar negeri. Hal itu telah membunuh industri lokal dan menimbulkan pengangguran yang kian banyak.
Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi dan UMKM mestinya belajar bersikap tegas dan berani kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti yang gagah berani dalam menindak para pencuri ikan dengan membakar dan menenggelamkan kapal dan peralatan mereka. Menteri perdagangan perlu tindakan serupa dengan membakar dan memussnakan produk-produk selundupan dn produk impor yang tidak sesuai dengan regulasi.
Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan aturan terkait pelarangan impor pakaian bekas dan barang bekas lainnya, tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Namun peraturan ini tidak efektif dan lemah dalam pelaksanaan di lapangan.
Industri TPT merupakan sektor yang usianya cukup tua di negeri ini. Selain itu struktur industrinya paling besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Industri TPT juga menjadi penghasil devisa yang cukup signifikan. Pada tahun 2019, nilai ekspornya mencapai 12,9 miliar dollar AS, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 3,74 juta orang.
Produktifitas sebagian besar pelabuhan masih terpuruk. Ironisnya, beberapa infrastruktur pelabuhan di tanah air justru dituding menjadi pintu bagi aksi penyelundupan berbagai produk ilegal. Hal itu akibat dari lemahnya institusi yang mengelola perairan. Bahkan, area pemukiman di pantai juga sudah banyak yang menggelar karpet merah bagi para penyelundup. Dewasa ini aksi penyelundupan sudah menjadi profesi yang sangat menggiurkan. Tak pelak lagi, perairan Nusantara ibaratnya seperti surga bagi para penyelundup. Sudah begitu, mereka masih mendapat kesempatan menjadi pemangsa BBM bersubsidi.
Dalam situasi krisis ekonomi global sekarang ini mestinya produk dalam negeri mendapat perlindungan ekstra ketat dari rongrongan penyelundupan. Kerugian langsung negara akibat penyelundupan diperkirakan mencapai puluhan triliun per tahun. Sedangkan kerugian lainnya bisa menghancurkan industri dalam negeri lalu menyebabkan terjadinya PHK massal. Sudah cukup lama pihak pengusaha mendesak pemerintah agar pintu masuk impor barang diperketat dengan menerapkan pelabuhan khusus. Untuk kegiatan ekspor-impor produk TPT misalnya, cukup dilayani oleh pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak saja. Kenapa bangsa ini belum mampu bertindak keras dan konsisten menghadapi aksi penyelundupan ? Ada sesuatu yang sangat serius dengan kekuatan maritim kita. Perlu dicatat bahwa kekuatan maritim sebenarnya tidak hanya tertumpu kepada TNI Angkatan Laut saja. Masih ada beberapa instansi yang bertanggung jawab menegakkan hukum dan mengelola peraiaran. Seperti institusi Bea dan Cukai, Kepolisian, Departemen Kelautan, dan lain-lain. Kesemuanya itu di koordinasikan dalam wadah BAKORKAMLA (Badan Koordinasi Keamanan Laut) yang di kendalikan oleh Kantor Menko Polhukam.
Stigma perairan Nusantara sebagai surga bagi penyelundup merupakan indikator bahwa visi dan strategi kekuatan maritim nasional kita masih rapuh. Masalah kekuatan maritim nasional tidak hanya dalam aspek militer. Tetapi kekuatan maritim itu juga meliputi aspek transportasi, pemanfaatan sumber hayati dan nabati laut, pertambangan dasar laut, pemanfaatan energi laut, pariwisata, aktivitas olah raga serta pengamanan di laut. Kekuatan maritim Indonesia saat ini dalam kondisi titik kritis karena merosotnya kemampuan teknologi, diplomasi dan ekonomi.
Sekedar catatan, pada saat ini terdapat 141 pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan luar negeri dan nasional. Dari jumlah itu, 112 diantaranya dikelola secara komersial di bawah manajemen PT Pelindo. Selain jumlah diatas masih ada 544 pelabuhan non komersial atau pelabuhan pelaksana teknis. Serta 1.233 pelabuhan khusus untuk industri, pertambangan, perikanan, pertanian dan pariwisata. Jumlah pelabuhan sebanyak itu tidak disertai dengan SDM dan perangkat yang memadai. Akibatnya sangat rentan terhadap aksi penyelundupan.
*) Oleh : Arif Minardi, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( KSPSI ).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.