Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Adakah Solusi Perbaikan Jalan?

Info Terkini | 2023-03-07 10:19:05
Ilustrasi kondisi jalan rusak - dok REPUBLIKA

Kerusakan jalan terjadi di berbagai ruas dan kategori jalan. Sejumlah aksi unjuk rasa yang menuntut perbaikan jalan digelar dimana-mana. Pemerintah daerah selalu berdalih terkendala dana untuk perbaikan jalan. Adakah solusi perbaikan jalan yang ideal pada saat ini.

RETIZEN.REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu provinsi yang suka “beternak” lubang jalan adalah Jawa Barat. Tingkat kepadatan lalu-lintas semakin membuat pemda tidak berdaya memperbaiki jalan dengan metode yang benar. Yang terjadi hanyalah tambal sulam sekedarnya dan tidak lama akan hancur kembali.

Sebagai gambaran, panjang jalan provinsi Jabar mencapai 2.360,58 km. Kondisinya sepanjang 421,07 km mengalami rusak berat yang harus direkonstruksi. Pihak Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Jabar menyatakan untuk merekonstruksi jalan rusak tersebut butuh dana sekitar Rp1,9 triliun.

Alasan klasik, keterbatasan anggaran menjadi kendala untuk mewujudkan jalan mulus di Jabar saat ini. Kondisinya semakin rumit karena setiap perbaikan kategori ruas jalan terkandung biaya yang tinggi akibat bermacam modus penyelewengan hingga pungutan liar yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Bencana banjir hendaknya jangan dijadikan kambing hitam penyebab kerusakan jalan. Pasalnya kualitas infrastruktur jalan juga banyak yang bermasalah. Selama ini proyek perbaikan jalan sarat dengan mark-up dan permainan anggaran.

Diperlukan audit investigasi untuk mengusut segala macam korupsi proyek infrastruktur jalan. Secara teknis ada beberapa tipe kerusakan ruas jalan, yakni retak-retak, bergelombang, kerusakan alur jejak roda kendaraan, dan berupa lubang-lubang. Sebenarnya setiap tipe kerusakan diatas sudah ada standar penanganan. Namun, pengerjaan di lapangan sering tidak sesuai dengan standar karena adanya penyelewengan.

Untuk lokasi jalan yang medannya kritis atau riskan terhadap bencana alam, diperlukan inovasi teknologi untuk mengatasinya. Mestinya tidak ada lagi istilah tambah sulam atau perbaikan jalan secara asal-asalan yang berulang-kali menghabiskan keuangan negara. Inovasi teknologi jalan juga disertai dengan pembenahan saluran drainase. Sebenarnya salah satu kunci dari umur jalan adalah adanya drainase yang baik. Sayangnya, masalah drainase bukan tanggung jawab pihak Bina Marga. Urusan drainase yang lintas instansi tersebut selama ini juga diwarnai dengan koordinasi yang kurang baik.

Perlu inovasi teknologi untuk perbaikan infrastruktur jalan. Agar dilapangan proses perbaikan jalan bisa lebih sempurna dan tidak asal-asalan. Selama ini penyebab kerusakan jalan bukan semata-mata karena faktor beban. Permasalahan yang paling mungkin adalah karena kinerja atau kualitas jalannya. Salah satu rendahnya kualitas jalan karena prosedur pengerjaan yang kurang benar. Seperti karena aspalnya tipis atau agregatnya jelek.

Kesalahan mendasar yang sering ditemui di lapangan adalah kualitas pekerjaan jalan yang masih buruk. Sebagai contoh adalah pembuatan jalan dengan hotmix. Yakni pencampuran antara agregat ( batu pecah ) dan aspal yang harusnya dilakukan dalam suhu tinggi hingga sekitar 140 derajat celcius. Metode ini banyak dipakai untuk perbaikan jalan karena durasinya pendek sehingga jalan bisa digunakan secepatnya.

Namun, metode diatas dilapangan sulit sesuai dengan ketentuan teknis. Sehingga memerlukan inovasi teknologi tepat guna untuk mengatasi titik kritis dari proses konstruksi dengan hotmix terkait temperatur pada saat dihamparkan dan dipadatkan. Temperatur itu harus mencapai standar agar tercapai kepadatan jalan.

Menteri PUPR sedang memeriksa proses perbaikan jalan ( dok PUPR )

Yang terjadi di lapangan, jarang sekali sesuai dengan standar karena faktor peralatan. Akibatnya, kepadatannya jadi kurang dan jalan akan mudah retak walaupun hanya dilewati kendaraan ringan. Begitupun air mudah masuk ke celah-celah permukaan jalan lalu menjadi inisial keretakan jalan dalam tempo yang cepat.

Sebaiknya pihak KPK dan lembaga pengawas lain secara dini mengambil peran aktif terkait dengan proyek perbaikan jalan. Hingga kini kinerja infrastruktur jalan masih jauh dari harapan masyarakat. Hampir semua kategori, dari jalan nasional, provinsi, kabupaten, hingga jalan desa kondisinya mengalami kerusakan. Data dari Bapekin ( Badan Pembinaan Konstruksi dan Investasi ) menunjukkan bahwa rata-rata masa pelayanan infrastruktur jalan hanya sekitar 50 persen dari umur rencana. Langkah mendasar dalam mewujudkan infrastruktur jalan yang berkualitas adalah peningkatan kegiatan pengendalian mutu oleh tim pengawas. Namun, hingga kini pengawasan tetap saja tidak efektif dan asal-asalan.

Dibutuhkan metode yang lebih efektif untuk mengatasi masalah rendahnya kualitas jalan. Antara lain dengan metoda kontrak yang mempertimbangan aspek kinerja hasil pekerjaan secara tegas. Saatnya meningkatkan kinerja pengelola jalan dan juga usaha inovasi teknologi untuk memecahkan permasalahan kualitas infrastruktur jalan. Antara lain dengan melakukan inovasi project delivery system, inovasi kontrak berbasis kinerja, peningkatan kualitas SDM, dan berbagai upaya lainnya terkait capacity building instansi terkait di tingkat daerah. Upaya peningkatan kapasitas birokrasi pengelola dapat dilakukan melalui penyelenggaraan diklat manajemen dan rekayasa infrastruktur.

Penerapan kontrak berbasis kinerja untuk pembangunan infrastruktur jalan sebaiknya diterapkan juga pada proyek yang bersifat pemeliharaan atau outsourcing maintenance. Penerapan tersebut membutuhkan pengawas independen yang mampu melakukan audit investigasi. Dalam proses pengadaannya, calon kontraktor jalan sebaiknya mengajukan penawaran berupa biaya tetap per bulan per kilometer jalan yang akan dibayarkan kepadanya. Pembayaran tiap bulan akan dilakukan apabila kontraktor melakukan pemeliharaan jalan yang memiliki kinerja dengan tingkat kualitas pelayanan jalan tertentu sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Kinerja diukur dengan tingkat kualitas pelayanan (service quality levels) yang didefinisikan berdasarkan perspektif pengguna jalan. Hal-hal yang dapat dijadikan ukuran kinerja antara lain kecepatan rata-rata, kenyamanan pengendara dan keselamatan. Semuanya harus diukur secara obyektif dan menyeluruh. Selain kontrak berbasis kinerja, juga perlu metoda lain, yakni kontrak bergaransi. Kontrak tersebut diterapkan untuk menjamin hasil pekerjaan selama umur operasi yang direncanakan. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image