Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cerpen: Wulandari

Sastra | Monday, 06 Mar 2023, 08:49 WIB

Wulandari tidak habis mengerti, mengapa tiba-tiba Bu Dibyo menuduhnya mencuri uang. Padahal gajinya sebagai perawat di Rumah Sakit Khusus Covid (RSKC) Bantul sudah cukup bila hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Wulan demikian dia akrab disapa, dara jelita ini belum genap setahun lulus dari akademi keperawatan yang cukup ternama di Yogyakarta. Begitu ada peluang di RSKC dengan gaji lumayan besar, segera mendaftar dan diterima. Baru sekitar 3 bulan dia bekerja dengan dedikasi bagus dan tidak pernah membuat masalah, namun hari itu dia dituduh mencuri.

Hari itu Wulan kebagian piket siang menggantikan Novi. Sebelum pulang Novi sempat berbisik, ”Hati-hati dengan pasien baru di ruang 3, namanya Bu Dibyo. Aku tadi sudah kena omelannya. Pokoknya hati-hati saja!”

Mendengar pesan sahabatnya, Wulan lebih berhati-hati dalam melayani para pasien. Dia bergegas menuju ruang perawatan mengecek keadaan pasien satu persatu dengan mengenakan pakaian APD lengkap.

Dengan langkah perlahan dia mendatangi pasien yang bernama Bu Dibyo. Usianya sudah 80 tahun, semua rambutnya sudah memutih. Sebenarnya wajahnya masih menyisakan kecantikan di masa remaja, namun roman muka ketus nampak tidak bersabahat.

Sebagai perawat yang mesti melayani pasien dengan baik, Wulan tak boleh terbawa pada perasaan, ia harus profesional.

“Maaf Bu, saya Wulandari yang piket siang ini. Ibu dicek dulu ya,” sapa Wulan ramah.

“Yah, silakan,” sahut Bu Dibyo dengan ketus.

“Untuk tekanan darah masih agak tinggi 160 per 90. Saturasinya sudah bagus 96, sedangkan suhu tubuh normal,” terang Wulan.

“Namanya juga orang sakit. Ya mesti ada yang tidak normal,” sahut Bu Dibyo datar.

Perempuan itu meminta Wulan untuk merapikan tempat tidur, sementara dia ke toilet.

Berawal dari situ timbul masalah, karena begitu Bu Dibyo kembali dari toilet ke kamarnya dia berteriak-teriak kalau uang yang ditaruh di bawah bantal hilang. Yang dituduh mencuri adalah Wulandari.

Gara-gara itu Wulandari diskors oleh pihak manajemen rumah sakit padahal dia benar-benar tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan. Menurut kabar yang beredar hal itu karena anak Bu Dibyo merupakan salahsatu anggota dewan yang memiliki pengaruh.

***

Pagi itu Wulan baru saja selesai menyirami anggrek kesayangnya dan hendak masuk rumah. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depan rumahnya, seorang lelaki muda turun langsung menghampiri.

”Perkenalkan saya Herlambang putra Bu Dibyo,” ujar lelaki itu setelah dipersilakan duduk

“Apa keperluan bapak datang ke rumah saya?” tanya Wulan dengan perasaan was-was.

“Ibu saya mengabarkan bahwa uang yang ditaruh di bawah bantal hilang. Jadi saya kesini mau minta pertanggungjawabanmu,” ujarnya.

“Saya tidak mencuri, saya hanya membereskan tempat tidur Bu Dibyo,” sahut Wulan.

“Mustahil kalau bukan kamu yang mengambil uang ibu. Yang di tempat itu hanya kamu,” tuduh Herlambang.

“Maaf ya Pak. Bukannya saya sok suci, tapi haram bagi saya mengambil yang bukan hak saya. Kalau hanya untuk keperluan sehari-hari gaji saya masih cukup,” jawab Wulan tegas.

Tib-tiba dari dalam rumah keluarlah lelaki berusia 60 tahunan, langsung menghampiri keduanya.

“Ada apa ini? Saya dengar dari dalam kok ribut-ribut.”

“Nggak apa-apa Kek,” jawab Wulan.

Herlambang tertegun sejenak begitu melihat lelaki yang dipanggil kakek itu ternyata adalah Pak Muhlis, seniornya di pengurus partai kabupaten.

“Oh. Rupanya rumah ini kedatangan anggota dewan yang terhormat. Tapi mengapa ribut di rumah orang,” sindir Mukhlis yang tak lain kakek Wulandari.

“Maafkan saya Pak Mukhlis, saya tidak tahu kalau Wulan cucu Bapak,” Herlambang nampak segan dan hormat.

“Sebagai wakil rakyat, mestinya kamu melindungi dan mengayomi rakyat yang kamu wakili, bukannya menghakimi dan mengancam,” sambung Mukhlis.

“Saya terlalu emosi mendapat telepon dari ibu.”

“Perlu kamu tahu. Wulandari ini sudah yatim piatu, saya yang mengasuhnya sejak kecil. Dia sekolah dan bekerja sebagai perawat dengan niat tulus mengabdi. Meski di dalam hati menangis karena nasib hidupnya yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orangtua,” tandas Mukhlis.

Wulandari memberitahu kakeknya bahwa ada kabar dari rumah sakit, bahwa amplop yang berisi uang milik Bu Dibyo telah telah ditemukan oleh petugas kebersihan di toilet. Dirinya mulai besuk diminta masuk bekerja kembali.

Mendengar itu Herlambang hanya diam mematung, dia merasa menyesal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image