Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Husnun Maulidina

Apakah Sistem Pre-Order Sudah Sesuai Syariah?

Ekonomi Syariah | 2023-02-27 22:58:12

Penjualan dengan aspek pre-order itu diperbolehkan dalam islam dengan catatan memenuhi rukun

dan syariatnya. Di antaranya, pre-order untuk produk yang halal dan jelas, disepakati, baik sebagai

penjual dalam akad salam, atau sebagai penjual jasa membelikan barang pesanan.

Kesimpulan hukum tersebut berdasarkan telaah terhadap substansi dan praktik pre-order, kaidah

muamalah terkait, serta fatwa DSN MUI terkait.

Jika ditelaah dari beberapa referensi mengenai pre-order, Pre-Order (PO) adalah sistem pembelian

barang dengan memesan dan membayar terlebih dahulu di awal, dengan masa tenggang waktu

tunggu (estimasi/perkiraan) kedatangan barang.

Dari aspek fiqih muamalah, model bisnis pre-order ini diperkenankan menurut syariat jika

memenuhi rukun dan syarat, di antaranya:

Pertama, objek barang atau jasa yang diperjualbelikan itu halal. Oleh karena itu, produk yang

merusak akhlak dan barang najis itu tidak boleh diperjualbelikan. Begitu pula produk pre-order itu

harus jelas kriteria dan spesifikasinya. Jika produk yang jual dengan pre-order ini tidak jelas

kriterianya, maka itu tidak diperkenankan karena termasuk gharar.

Kedua, di antara akad bagi penjual dalam pre-order adalah sebagai agen yang mendapatkan fee dari

calon pembeli atau penjual.

Akad yang berlaku dalam transaksi ini adalah akad ijarah, maka berlaku seluruh ketentuan akad

ijarah, di antaranya adalah bahwa fee harus ditentukan di awal berupa nominal atau nisbah,

sebagaimana hadis riwayat `Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa`ide al-Khudri, Rasulullah

SAW bersabda:

من استأجیر أجیرا فلععلنمھ أجره

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”

Atau sebagai penjual dalam akad jual beli, penjual pre-order sebagai penjual dalam akad salam.

Sebagaimana namanya akad salam, penjual menerima harga beli terlebih dahulu dari pembeli.

Setelah itu, penjual membeli barang yang dipesan kepada supplier dan mengirim atau menyerahkan

barang yang dipesan kepada pembeli.

Akad salam ini diperbolehkan sesuai dengan hadis riwayatnya Bukhari dari Ibn `Abbas, Rasulullah

SAW bersabda:

من أسلف في شيء ففي كیل معلوم ووزن معلووم إلى أجل معلوم

“ Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan

timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui”. (HARI. Bukhari)

Dan sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang salam yang menjelaskan

ketentuan akad salam berikut:

Bahwa alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, maupun

manfaat. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Waktu dan tempat penyerahan

barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Diperbolehkan melakukan salam paralel dengan

syarat akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama. Penyerahan batang

sebelum atau pada waktunya, penjual harus menyerahkan barang harus tepat pada waktunya

dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan kualitas barang yang

lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga. Tetapi jika penjual menyerahkan barang

dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, ia tidak boleh menuntut diskon.

Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas

dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan Ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih

rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, ia memiliki dua pilihan: membatalkan kontrak dan

meminta kembali uangnya, atau menunggu sampai barang tersedia. Wallahu a`lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image