Mitigasi Kekeringan dan Peran Dewan Air
Info Terkini | 2023-02-23 16:06:50
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk menampung air hujan sebagai salah satu langkah mitigasi kekeringan menjelang musim kemarau.Kiprah dan program Dewan Sumber Daya Air diharapkan mampu memberikan solusi dampak kekeringan mendatang.
RETIZEN.REPUBLIKA.CO.ID, Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, musim kemarau yang terjadi pada tahun ini akan lebih kering dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, terutama tahun 2020-2022.
"Pada saat kemarau nanti, air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dampak kekeringan akibat musim kemarau. Utamanya daerah-daerah yang rawan kekeringan seperti Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB)," kata Kepala BMKG, Dwikorita, dilansir dari situs resmi BMKG.
Presiden Joko Widodo telah membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional atau Dewan SDA Nasional yang diatur lewat Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 53 Tahun 2022. Ketua Dewan SDA Nasional dijabat oleh menteri yang mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi.
Sumber air tanah kini dalam kondisi sarat masalah, tetapi tidak sepenuhnya diakui dalam pembuatan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Perlu komitmen tertinggi negara bahwa mengeksplorasi, melindungi, dan menggunakan air tanah secara berkelanjutan akan menjadi inti untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan iklim dan memenuhi kebutuhan populasi yang terus bertambah.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah melakukan kampanye terkait dengan air untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian warga dunia terhadap pentingnya air bagi kehidupan. Masalah limbah yang mencemari sungai, waduk dan bendungan kini menjadi masalah laten. Bahkan kondisi sungai-sungai di tanah air boleh dibilang dalam kondisi darurat limbah. Pemerintah pusat dan daerah masih setengah hati mengatasi limbah yang mencemari sungai.
Dewan air diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan air yang ada dan mencegah tumpang tindih antar pemangku kepentingan. Selama ini pengelolaan air di negeri ini terlalu banyak yang menangani. Seperti, Kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah (Pemda), Kementerian PU-Pera serta Kementerian ESDM.
Masalah koordinasi pengelolaan air selama ini terjadi tumpang tindih dan respon yang lambat terkait masalah distribusi dan kebutuhan air untuk pertanian, industri dan rumah tangga. Hingga kini pengelolaan air belum efektif. Padahal laju peningkatan kebutuhan air mencapai 12 persen per tahun.
Meskipun 75 persen Planet Bumi tertutup oleh air, banyak negara di seluruh dunia mengalami kekurangan pasokan air tawar. Banyak air di laut, tetapi mengubah air laut yang berkandungan garam menjadi air tawar atau desalinasi selama ini sangat mahal. Karena sumber air tawar semakin berkurang, warga dunia dipaksa berpikir keras untuk berinovasi guna menemukan cara desalinasi yang lebih murah.
Arah inovasi untuk merubah air laut menjadi tawar pada prinsipnya ada dua metode dasar. Yakni distilasi melalui penguapan dan desalinasi dengan penyaringan melalui membran khusus yang menghalangi molekul garam lewat. Desalinasi dengan saringan telah mencapai hasil yang memuaskan berkat inovasi saringan polimer yang memiliki stabilitas kimia dan mekanis yang lebih baik.
Kini teknologi desalinasi sudah berhasil menghemat biaya karena prosesnya lebih sederhana, dan lebih sedikit bahan kimia digunakan dalam menjalankan prosesnya. Menurut Asosiasi Desalinasi Internasional, ada lebih dari 19.000 pabrik atau instalasi desalinasi di seluruh dunia yang mampu memproses lebih dari 92 juta ton air setiap hari.
Tidak banyak yang menyadari bahwa planet bumi telah mengalami degradasi atau penurunan kemampuan irigasi pertanian. Degradasi yang lebih parah lagi justru terjadi di Indonesia yang notabene merupakan negara agraris. Degradasi tersebut menyebabkan penurunan produksi pangan atau biji bijian.
Muka air tanah di negara negara produsen pangan besar seperti Cina, India, dan Amerika Serikat menurun setiap tahun. Misalnya, di Cina bagian utara setiap tahun terjadi penurunan air tanah yang sangat signifikan. Kondisi diatas menyebabkan penurunan kemampuan irigasi pada wilayah pertanian yang banyak menggunakan pompa air tanah. Bersamaan dengan penurunan muka air tanah adalah peningkatan temperatur udara.
Para ahli ekologi tanaman menyatakan bahwa setiap peningkatan temperatur satu derajat celcius bisa menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan seperti gandum, padi, dan jagung sebesar 10 persen. Sekedar catatan, selama tiga dasawarsa terakhir temperatur rata rata permukaan bumi meningkat sebesar 0,7 derajat celcius.
Laju peningkatan kebutuhan air irigasi mencapai 12 persen per tahun. Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh kecilnya anggaran untuk membangun infrastruktur irigasi dan derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak dua dasawarsa terakhir, khususnya di pulau Jawa.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah pembangunan infrastruktur irigasi skala besar dalam waktu singkat terjadi salah urus. Contohnya setelah sistem irigasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane direhabilitasi dengan dana pinjamanan dari World Bank, tidak lama kemudian sebagian sawah irigasinya dikonversi menjadi kawasan industri, perluasan kota, dan lapangan terbang. Hal serupa juga telah dialami oleh DAS yang lainnya.
Irigasi yang merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak harus dikelola dengan sistem yang baik. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
Perlu menata kompetensi sumber daya air, dari tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Irigasi hingga perguruan tinggi. Selain itu perlu juga pengayaan kurikulum di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan materi yang terkait dengan air. Agar budaya pemuliaan air tumbuh pada anak-anak.
Untuk mengatasi sumber daya air perlu penguatan pendidikan vokasi pengairan atau irigasi. Saatnya menata SMK Irigasi dengan kurikulum yang lebih relevan dengan persoalan masa depan sumber daya air. Selama ini SMK irigasi hanya terpaku pada persoalan irigasi untuk pertanian. Belum mencakup dalam aspek yang lebih luas terkait dengan metode ekohidrologi, keandalan bangunan air, teknologi kemasan air minum, hingga manajemen sumber daya air untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian berbasis otomatisasi dan komputasi. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
