Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Didi Rosadi

Nilai-Nilai Sebagai Pondasi Pengambilan Keputusan

Guru Menulis | Wednesday, 22 Feb 2023, 06:17 WIB

“ Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik ” (Bob Talbert)

Kembali lagi mengisi dinding Learning Management System setelah hampir dua bulan berlibur karena ada di masa transisi anggaran, di tahun 2022 sudah banyak yang di tulis kalaupun harus bergelut dengan padatnya kegiatan baik di sekolah ataupun di kehidupan pribadi, yang terkadang mempengaruhi kualitas analisa dalam melihat permasalahan.

Kata-kata bijak Bob Talbert sebagai cerminan dari proses pendidikan yang terjadi, pendidikan sesungguhnya bukan hanya mengajarkan tentang angka-angka dan berbagai konsep yang di tabung di kepala peserta didik, akan tetapi mengajarkan mereka memaknai berbagai permasalahan yang terjadi. Kehidupan tidak di lakoni secara transaksional dengan perhitungan untung rugi, tetapi di lakukan dengan pertimbangan nilai-nilai universal dari sisi dasar kehidupan manusia.

Poto : Wawancara bersama Ibu Kepala SMPN 3 Satu Atap Cijaku Lebak-Banten

Sekolah sebagai unit terkecil dari sistem pendidikan kita, langsung bersentuhan dengan peserta didik dan masyarakat. Sekolah terbuka dengan berbagai perubahan yang terjadi, beradaptasi dan berinovasi dengan perkembangan jaman agar tidak terlindas oleh perubahan. Keberadaan sekolah di tengah-tengah masyarakat bisa dilihat dari berbagai sudut baik pendidik, peserta didik maupun lingkungan masyarakat.

Dari sisi menajerial, hitam putih sekolah tidak bisa lepas dari peran kepala sekolah sebagai manager di satuan pendidikan, kebijakan-kebijakannya akan mewarnai ke arahmana sekolah akan berlabuh, seperti lokomatif menuju stasiun-stasiun persinggahan, mengantar penumpang dengan tujuan masing-masing. Dalam keseharian kepala sekolah kadang dihadapkan pada situasi-situasi pelik yang harus membuat keputusan. Pertimbangan aturan dan nilai-nilai universal menjadi bumbu sedap dalam sebuah keputusan (dilemma etika), sementara pada situasi tertentu dikondisikan dengan pertimbangan benar salah (bujukan moral).

Beberapa contoh yang sering ditemukan di sekolah, kasus 1: Pada hari Selasa, 21 Februari 2023 seorang guru mata pelajaran IPS di undang untuk mengikuti kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP IPS) di Tingkat Wilbi, sementara dalam waktu yang bersamaan guru tersebut harus ke sekolah karena ada jam pelajaran IPS. Jarak antara sekolah dengan tempat MGMP ditempuh + 3 jam. Kasus 2: Setelah melakukan proses pembelajaran di kelas, pa Isna guru mata bahasa Inggris mengabsen siswa, dan mendapat laporan salah satu siswa berprestasi di kelasnya meninggalkan sekolah (bolos), setelah mencari tahu dari teman-temanya, siswa tersebut pulang karena harus mengantar ibunya kontrol ke rumah sakit. Kemudian Pa Isna melaporkan kasus tersebut kepada kepala sekolah. Kasus 3: Setiap akhir tahun pelajaran di SMP Mawar selalu mengadakan acara perpisahan dan kenaikan kelas, dengan anggaran dari partisipasi orang tua/wali siswa. Setelah acara selesai, panitia merekap semua pemasukan dan pengeluaran, dan mendapatkan sisa kegiatan sebesar 1.5 juta. Rekan-rekan guru meminta sisa kegiatan untuk dibagikan ke panitia atau dipakai makan bersama, dengan jalan mamalsukan kwitansi sebagai laporan ke orang tua/wali siswa. Karena kebingungan, kemudian ketua pelaksana melaporkan kasus tersebut kepada kepala sekolah untuk mencari solusi.

Kasus-kasus yang dipaparkan di atas selalu mewarnai keseharian kepala sekolah untuk membuat keputusan. Pada kasus pertama, kepala sekolah dihadapkan pasa situasi dilema etika, karena memutuskan guru bertahan di kelas untuk mengajar dan berangkat mengikuti kegiatan MGMP adalah keputusan yang sama-sama mengandung nilai kebenaran. Hal inipun sama dengan kasus kedua, dimana tidak membuat keterangan bolos untuk siswa dengan kepentingan kesehatan keluarga, dasar pertimbanganya adalah nilai-nilai universal yaitu kamanusiaan. Pada kasus ke-3, kepala sekolah dihadapkan pada kondisi bujukan moral, dimana kepala sekolah dihdapakan bukan lagi pada dua pilihan benar, akan tetapi dihadapkan pada keputusan benar dan salah.

Poto : Wawancara bersama Kepala SMPN 1 Cigemblong Lebak-Banten

Sesulit apapun situasi yang harus dihadapi, keputusan tetap harus diambil dengan berbagai resiko yang menyertainya. Tiga dasar pengambilan keputusan antara lain : berpihak kepada murid, kebajikan-kebajikan universal dan tanggung jawab terhadap keputusan. Terdapat empat paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu : Individu lawan kelompok (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) dan Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

Keputusan dalam pemimpin pembelajaran tentunya akan mendasarkan diri pada nilai-nilai yang diyakini, dengan konskuensi yang mengikatnya. Kidder (2009) mengungkapkan tiga prinsip pengambilan keputusan antara lain : Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sebuah keputusan tentu saja tidak akan memuaskan semuanya, akan tetapi kita bisa melihat ketepatan keputusan yang diambil dengan mendasarkan diri pada sembilan langkah yang dilakukan :

1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulasi/standar professional, uji intuisi, uji publikasi dan uji panutan/idola)

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6. Melakukan Prinsip Resolusi

7. Investigasi Opsi Trilema

8. Buat Keputusan

9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Kemampuan seorang pemimpin akan semakin terasah, dengan seringnya dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan. Semoga kita mampu membuat keputusan-keputusan terbaik untuk peserta didik kita, menciptakan generasi yang ada dengan kodratnya.

,

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image