Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arum Damasari

Mengapa Harus Energi Surya?

Teknologi | Friday, 17 Feb 2023, 14:30 WIB

Dari sekian sumber energi terbarukan, mengapa pemerintah saat ini lebih gencar untuk mencapai target bauran energi nasional pada sektor energi baru terbarukan (EBT) melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)? Padahal Indonesia memiliki potensi energi terbarukan lainnya yang tidak kalah besar seperti panas bumi, mikrohidro, angin, dan biomassa.

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar energi surya? Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa energi surya adalah energi matahari. Iya, benar energi surya berasal dari energi matahari. Namun, seringkali orang bertanya-tanya, manakah yang dapat dijadikan energi listrik? Panas matahari atau cahaya matahari?

Ilustrasi: Pancaran sinar matahari

Matahari adalah sumber cahaya terbesar untuk bumi. Pancaran matahari menghasilkan cahaya dan radiasi panas. Radiasi panas yang dikeluarkan oleh matahari dihasilkan dari reaksi fusi nuklir pada bagian inti. Energi yang dihasilkan dari reaksi tersebut akan memancar hingga ke permukaan bumi tanpa memerlukan medium. Inilah alasan mengapa pancaran sinar matahari terasa panas.

Dalam pemanfaatannya, energi matahari yang dapat dikonversi menjadi energi listrik adalah cahaya matahari dengan sistem photovoltaic. Namun, tidak seluruhnya energi cahaya matahari dapat diubah menjadi listrik karena konversinya tergantung pada kemampuan modul surya yang digunakan.

Energi surya memiliki potensi yang sangat besar, mudah diperoleh, dan murah. Menurut Mirzazoni, dkk. (2019), diperkirakan energi matahari yang diterima bumi sebesar 3 x 1.024 Joule pertahun, sedangkan potensi yang dapat dikonversi menjadi energi listrik sebesar 178 x 1015 W setara dengan 20.000 kali kebutuhan energi global saat ini. Sedangkan, di Indonesia menurut International Renewable Energy Agency (IRENA), pada tahun 2021 Indonesia memiliki potensi energi surya sebanyak 2.898 GW dan menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), hingga tahun 2022 potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) mencapai 3000-20.000 GWp dengan sekenario kesesuaian lahan paling optimis terdapat 10 provinsi potensial yaitu Sumatera Utara (1.133 GWp), Riau (1.198 GWp), Jambi (926 GWp), Sumatera Selatan (1.116 GWp), Kalimantan Barat (2.203 GWp), Kalimantan Timur (1.607 GWp), Kalimantan Tengah (1.412 Gwp), Jawa Barat (687 GWp), Jawa Timur (909 GWp), dan Papua (722 GWp). Namun, realisasi pembangunan PLTS di Indonesia hingga tahun 2022, baru mencapai 200,1 GW. Nilai ini masih kecil dibandingkan dengan total potensi yang dimiliki.

Perlu diketahui bahwa tahun 2022, LCOE PLTS telah turun hingga 88,6% dibandingkan 10 tahun lalu, yaitu 4,8 ct/kWh. LCOE dapat dikatakan sebagai tingkat efektifitas pembangkitan energi. LCOE dihitung dengan membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pembangkitan dengan jumlah listrik yang dihasilkan dari pembangkitan tersebut. Sedangkan LCOE energi fosil di tahun yang sama mencapai 5-15 ct/kWh. Namun, kondisi di masyarakat seringkali terbalik. Energi fosil dianggap lebih murah dibandingkan dengan dengan energi terbarukan. Hal demikian terjadi karena biaya atas dampak lingkungan yang di sebabkan oleh pembangkitan energi listrik dari fosil tidak diperhitungkan.

Wilayah Indonesia yang berbentuk kepulauan, memiliki tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi listrik khususnya di daerah 3T (Terluar, Terpencil, dan Tertinggal). Posisi Indonesia yang berada di garis katulistiwa memungkinkan mendapatkan iradiasi matahari lebih banyak sepanjang tahun dari pada negara-negara di daerah sub tropis, sehingga energi surya tersedia merata di seluruh wilayah termasuk wilayah 3T. Selain itu, sistem PLTS dapat diinstal dimana saja selama lokasi tersinari matahari langsung dan tidak banyak bayangan yang menghalanginya, perangkatnya yang relative sederhana dan tidak bergerak memudahkan proses pengangkutan ke daerah-daerah yang susah dijangkau kendaraan dan meminimalisir biaya perawatannya. PLTS tidak menghasilkan emisi ataupun polusi sehingga aman bagi makhluk hidup dan lingkungan.

Sistem photovoltaic bekerja dengan cara partikel-partikel cahaya (foton) mengenai sel surya yang telah disusun menjadi modul panel surya. Kontak antara keduannya akan mengahasilkan perpindahan elektron. Perpindahan tersebut akan menghasilkan tegangan listrik. Energi listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Photovoltaic untuk dapat digunakan pada peralatan elektonik umumnya harus diubah jenis arusnya dari DC ke AC.

PLTS terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu modul surya yang berfungsi menangkap cahaya matahari untuk dikonversi menjadi energi listrik. Modul surya umunya dipasang dengan kondisi miring dengan sudut tertentu untuk mengoptimalkan penangkapan surya. untuk mengumpulkan arus dan tegangan dari modul surya dapat digunakan DC combiner. Agar kemiringan modul stabil, dapat dibantu dengan memasang penyangga (mounting). Diperlukan pula inverter untuk mengubah arus listrik dari DC menjadi AC. Kelebihan energi listrik yang dihasilkan dapat disimpan menggunakan baterai. Tidak kalah penting, untuk melindungi PLTS dari sambaran petir dapat digunakan penangkal petir.

Sebelum instalasi PLTS, hal pertama yang harus dilakukan adalah menghitung potensi energi surya yang ada di daerah tersebut agar desainnya sesuai dengan kebutuhan. Pengukuran potensi energi surya dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan satelit. Pengukuran langsung dapat menggunakan alat pyranometer, pyrgeometer, phyreliometer, atau pun dengan sunshine duration. Tentu saja dari masing-masing alat tersebut memiliki kelebihan yang berbeda-beda. Sedangkan dengan bantuan satelit, data dapat diperoleh melalui global solar atlas dari World Bank-ESMAP, PVGIS, NSRDB Data Viewer, dan Renewable.ninja.

Berdasarkan potensi dan urgensinya, pembangkitan energi listrik dengan energi surya adalah langkah yang tepat untuk merealisasikan elektrifikasi nasional 100 persen. Tidak hanya itu, kebijakan ini akan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image