Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Benahi Sistem Pensiun Perlu Gebrakan, Jangan Cuma Arahan

Info Terkini | Wednesday, 15 Feb 2023, 11:10 WIB
Ilustrasi tentang dana pensiun

Langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk membenahi tata kelola dana pensiun (dapen) BUMN perlu gerak cepat dan masif. Langkah tersebut jangan hanya berupa arahan dengan surat. Dana pensiun selama ini dikelola asal-asalan dan salah urus. Sehingga masalahnya semakin ruwet dan menyimpan bom waktu sosial.

Langkah Erick Thohir untuk transformasi dana pensiun perlu gebrakan dan sinergi antar kementerian. Langkah tersebut tidak cukup hanya dengan selembar surat arahan kepada direktur keuangan dan direktur SDM masing-masing BUMN agar melakukan uji tuntas dapen. Tidaklah cukup hanya dengan arahan sekedarnya, Erick perlu kerja detail bersama dengan Kementerian lainnya, terutama Kementerian Keuangan. Keinginan Erick agar ke depan dapen BUMN dikelola oleh ahli dan secara profesional bisa kandas jika tidak ada perombakan dan pembenahan secara total.

Transformasi sistem, skema dan mekanisme pemberian pensiun dan THT untuk karyawan akan dihadang oleh masalah pemenuhan past service liabilities (PSL). Sebagai catatan, masalah PSL untuk karyawan BUMN tidak pernah tuntas hingga besarnya terus membengkak hingga mencapai triliunan rupiah. Kerumitan semakin besar karena pesatnya peningkatan jumlah pegawai yang disertai dengan kenaikan gaji pokok setiap tahun.

Skema dana pensiun, baik itu dana pensiun pemberi kerja (DPPK ) maupun dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang diberlakukan selama ini belum menguntungkan pihak pekerja.

Lemahnya pengawasan, salah urus dan maraknya modus korupsi terhadap pengelolaan dana pensiun mesti cepat dituntaskan. Sistem mapan pasti menjadi sistem iuran pasti seperti yang telah dilakukan beberapa BUMN memang lebih terlihat akuntabilitasnya. Tetapi jika beban-beban yang ada belum terselesaikan maka akan sulit diterapkan sistem tersebut.

Postur lembaga penyelenggara dana pensiun kini dikategorikan menjadi tiga, terdiri atas lembaga dana pensiun pemberi kerja berupa program pensiun manfaat pasti (PPMP), dana pensiun pemberi kerja berupa program pensiun iuran pasti (PPIP), dan dana pensiun lembaga keuangan. Hingga saat ini dana pensiun pemberi kerja masih lebih banyak menempatkan dananya pada instrumen investasi yang aman seperti surat berharga negara, obligasi korporasi, dan deposito. Padahal, industri dana pensiun pemberi kerja sebaiknya menginvestasikan dananya pada instrumen jangka panjang yang lebih memberikan imbal hasil tinggi.

Transformasi pengelolaan dana pensiun juga memungkinkan penyelenggaraan program pensiun iuran pasti dapat membayarkan sendiri manfaat pensiun secara bulanan. Dan pada saat tertentu (misalnya sampai dengan pembayaran manfaat pensiun kepada peserta selesai ), selanjutnya untuk pembayaran manfaat pensiun janda /duda dan anak sebaiknya diberikan secara anuitas, karena karakteristik PPIP tidak dapat menanggung risiko umur panjang dan risiko investasi, yang menjadi wajib pungut pajak atas manfaat pensiun adalah perusahaan asuransi jiwa.

Masalah dana pensiun semakin rumit sejak UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan. Ini menimbulkan kekhawatiran akan kerancuan dan kerumitan terkait uang pesangon PHK dan manfaat pensiun. Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menyatakan bahwa sejauh ini pemberi kerja memanfaatkan layanan dana pensiun untuk memenuhi kecukupan pesangon, melalui program Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).

Secara prinsip para pekerja memperoleh pesangon tetapi nilainya menurun menjadi maksimal 25 kali upah, dari yang sebelumnya 32,2 kali upah. Pembayaran itu pun 19 kalinya ditanggung pemberi kerja dan 6 lainnya dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Banyak pekerja yang khawatir dana pensiu itu hilang atau jumlahnya mengecil. Bahkan pihak pemberi kerja cenderung tidak membuat dana pensiun lagi, cukup pesangon saja. Dari segi industri dana pensiun, kalau DPPK diabaikan dan pesangon menjadi kurang pasti, pemberi kerja tidak akan concern lagi membuat dana pensiun untuk pekerjanya.

Menteri BUMN Erick Thohir perlu mendorong pemerintah dan DPR agar seceptnya merevisi UU Dana Pensiun. Revisi itu perlu sinergi dengan Kemenkeu dan OJK. Hal itu untuk memperbaiki pengelolaan dana pensiun yang selama ini mengandung kelemahan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun yang selama ini diberlakukan mengandung kekurangan. Perlunya revisi terkait optimasi besaran manfaat pensiun. Mestinya faktor fleksibilitas sudah terwujud seperti besarnya faktor penghargaan per tahun masa kerja, besaran manfaat pensiun, besaran iuran tidak perlu dibatasi.

Pengelolaan dana pensiun selama ini menjadi krusial karena sering diwarnai dengan salah urus hingga skandal keuangan. Kebijakan tentang dana pensiun bisa menyebabkan negara terjebak oleh krisis hutang. Seperti yang pernah terjadi di negara Yunani, Spanyol, Italia dan Portugal. Masalah ketentuan dana pensiun di Indonesia juga terkait dengan aspek pengembangan SDM bangsa dan ketenagakerjaan di masa mendatang. Dimana pada tingkat global dan lokal masih diwarnai dengan tren negatif terkait adanya ketimpangan kualitas SDM atau pasar tenaga kerja. Ketimpangan pasar itu berupa kurangnya SDM atau birokrat yang terampil atau ahli yang sesuai dengan tuntutan era revolusi Industri 4.0. (AM)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image