Mengapa Harus NU? Sumbangsih NU terhadap Peradaban Islam dan Dunia
Agama | 2023-02-11 20:42:59Nahdlatul Ulama (NU) sebagai cara pandang yang dekat dengan sosial kultural indonesia memiliki setidaknya empat prinsip nilai, yaitu tassawut (Moderat), tassamuh (toleran), Tawazun (harmoni) dan I’tidal (Konsisten).
Prisip-prinsip ini telah teraktualisasi dalam sikap menghargai nilai-nilai dan budaya serta tradisi yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman. Sehingga dengan prinsip-pinsip inilah Nahdlatul Ulama (NU) dapat terus memberikan cahaya bagi peradaban dan bahkan menjadi ormas Islam terbesar di Indonesia. Maka tak heran jika The founding father of Indonesia, Soekarno dalam muktamar Nu Ke-25 tahun 1962 yang digelar di Solo berkata “ Meskipun harus merayap, saya akan datang dalam mukhtamar Nahdlatul Ulama, untuk menunjukkan kecintaan ku terhadap Nahdlatul Ulama”.
NU merupakan organisasi sosial keagamaan yang sangat besar dan memiliki pengaruh di Indonesia. Dalam rekam sejarah, NU lahir jauh sebelum Indonesia mendeklamirkan kemerdekaannaya. Jejak sejarah kelahiran NU dapat ditelusuri sejak kebangkitan nasional yang diikuti oleh terbentuknya organisasi pergerakan, Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) pada tahun 1916. Sampai akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab 1344 , yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari dengan prinsip dasar organisasi yang termaktub dalam kitab Qanun Asasi dan dilanjutkan dengan merumuskan kitab I’tiqad ahlussunnah Wal Jamaah. Dengan demikian NU bukn hanya soal keagamaan, namun sesuatu yang lebih luas dari itu.
Meskipun bukan merupakan ormas pertama, NU memiliki peran yang luar biasa baik terhadap bangsa dan Agama, dalam catatan sejarah NU punya sumbangsih besar dalam membangun peradaban bangsa. NU lahir sebagai respons berbagai problem keagamaan, peneguhan madzhab serta alas an-alasan kebangsaan dan sosial masyarakat.
Umat Islam di bawah naungan komando para ulama memberikan cahaya yang sangat cerah dalam sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, terlebih dalam upaya melawan penjajahan. Secara Nasional, kelahiran NU dilatarbelakangi oleh semangat untuk memperjuangkan kualitas sumber daya manusia, membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Idonesia bahkan dunia. KH. Yahya Cholil Staquf selaku ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam pembukaan muktamar Internasional Fikih peradaban I di Surabaya, Jawa Timur mengatakan bahwa “Memberikan sumbangsih kebaikan dan kedamaian merupakan misi mulia yang sampai saat ini terus didengungkan oleh para pemimpin agama dunia. Dalam hal ini Nahdlatul Ulama mengambil langkah awal denga menggelar muktamar Fikih peradaban dan dari forum tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa semua pemimpin agama-agama akan berjuang dalam mewujudkan dunia yang lebih damai dan harmonis.”
Layaknya mata air yang terus mengalir, cahaya NU tidak hanya di rasakan oleh orang-orang NU saja tetapi juga pada hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk ormas-ormas Islam lainnya. Hal ini dibenarkan oleh ketua umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso. Menurutnya NU ibaratkan sebuah kapal yang tangguh dengan nahkoda istimewa, sehingga mampu melewati zaman pergerakan, revolusi, hingga lahirnya Indonesia Modern. Kontekstualisasi pemikiran NU mampu memberikan solusi agar masyarakat tidak menjadi korban benturan dari peradaban, karena Kecanggihan teknologi tidak selalu menjanjikan moralitas manusia kian beradab, bahkan justru kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan akal dan iman akan mengancam eksistensi manusia dan melahirkan krisis eksistensi, dan Nu memikirkan hal tersebut, Nu terus mengembangkan pola-pola lama yang masih dianggap bagus, yang bisa teteap diterapkan, hal ini sesuai dengan kaidah NU “Al-Muhafadzhattu ala qadimisshalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan beradaptasi dengan tradisi baru yang lebih baik) dan terus menjaga prinsip “Himayatu ad-daulah wa himayatu addin” (menjaaga negeri dan menjaga agama).
Para ulama Nusantara sejak dahulu tidak pernah memberikan doktrin para santrinya untuk menggunakan cara-cara yang berbentuk kekerasan dalam berdakwah karena hal itu bertentangan dengan prinsip aswaja yang menjadi tumpuan dalam menyebarkan wajah Islam, “Rahmatan Lil Alamin” (Rahmat bagi semesta).
Di zaman meillenium kedua ini tantangan yang kerap kali dihadapi makin beragam, mulai dari hadirnya paham-paham transrasional yang memiliki kecenderungan ekstrim dan takfir.
Kemajuan teknologi informasi pun selain memberika dampak positif juga memiliki sisi negatifnya. Tak sedikit orang yang terbuai belajar agama secara mandiri melalui konten-konten yang tersebar bebas di internet tanpa mengetahui sumber dan sanadnya. Padahal dalam tradisi aswaja, menuntut ilmu-ilmu agama wajib sampai kepada sanadnya. Menurut ketua Tanfidziyah MWCNU Balik Bukit, Ust. Henardi “Ideologi NU adalah ideology aswaja, serta menjaga kemurnian Islam dengan berpegang pada Al-Qur’an, sunnah nabi dan para sahabat dengan sanad keilmuan yang jelas”.
Di usia satu Abad, Nahdlatul ulama yang merupakan repesentasi Ahlusunnah wal Jamaah NU terus menguatkan peran-perannya, memasuki abad kedua dengan semangat “Merawat jagat, Membangun Peradaban”. Dengan mengusung tema ”Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru” perayaan satu abad NU ini merupakan langkah yang besar untuk kebangkitan peradaban millennium ke dua. Kegiatan-kegiatan seperti R20 di Bali dan seminar Internasional Fikih peradaban I melibatkan banyak tokoh besar dunia. Topik-topik yang dibahas pun menyangkut kehidupan masyaratak di kanca Internasional. Seperti pembahasan tentang Piagam PBB di mata syariat Islam. Yang dimana menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf bisa dipakai sebagai sumber hukum Islam.
Gagasan Nahdliyin tentang mewujudkan tatanan peradaban bau bukan hanya sekedar spekulatif belaka, lebih dari itu NU sudah mulai mengambil langkah-langkah strategis dalam mewujudkan mimpinya. Bersama kerjasama dunia mimpi besar itu bisa segera terwujud. Kebangkitan NU dan terciptanya peraddaban baru akan segera terwujud. Dalam rangka menyambut visi dan harapan besar sebagai warga NU sudah sepantasnya kita bahu membahu, topang, menopang, menyingsingkan lengan, bekerja keras dan terus istiqomah.
Kebangkitan Nahdliyin merupakan gerbang awal untuk menciptakan peradaban baru. Melihat konflik global yang kian memanas, peseturuan atas nama agama, kelompok-kelompok intoleran tersebar dimana-mana. Sudah saatnya Nahdliyin berperan aktif dalam menciptakan tatanan peradaban baru yang lebih damai dan toleran. Karena pada dasarnya perdaban manusia memiliki dasar yang sama terlepas dari perbedaan kultur maupun agama.
Referensi :
Referensi :1. Prof. Dr. Moh Mukri, M.Ag, dkk “Nu Mengawal Perybahan Zaman” Terbitan Lajnah Ta’lif wan Nasyr PWNU Lampung, Januari 2016
2. Amin Farih, “Nahdlatul Ulama dan Kontribusinya dalam Memperjuangkan Kemerdekaan dan Mempertahankan NKRI”, Walisongo: Jurnal Sosial Keagamaan, Vol. 24 No.2, November 2016
3. Jateng Tribunnews.com, diakses pada Jum’at tanggal 10 Februari 2023, pukul 20.30
4. https://www.nu.or.id/amp/opini/nu-dan-revolusi-digital-CRrxd, diakses pada Jum’at tanggal 10 Februari 2023, pukul 20.56
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.