Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akhmad Idris

Jawaban NU atas Tantangan Globalisasi

Lomba | Saturday, 11 Feb 2023, 17:43 WIB

Globalisasi menjadi bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari⸻suka atau tidak. Dampak dari globalisasi ini adalah kemunculan paham-paham seperti fundamentalisme dan liberalisme yang jelas tidak sejalan dengan kebudayaan atau identitas masyarakat Indonesia. Dalam kondisi inilah, Nahdlatul Ulama mengambil peran untuk menghadapi tantangan ‘perusakan’ tersebut lewat prinsip/ kaidah al muhafadhoh alal Qadim as-Shalih wal Akhdzu bil Jadid al-Aslah yang berarti melestarikan budaya lama yang baik serta mencoba budaya baru yang lebih baik). Sederhananya, Identitas kenusantaraan sebagai ciri khas Indonesia yang baik tetap dipertahankan sembari menerima modernisasi yang lebih baik⸻tanpa merusak identitas.

Paham-paham ‘baru’ sebab globalisasi tersebut mengingatkan saya dengan pandangan seorang penulis asal Swedia, Juri Lina dalam Architects of Deception the Concealed History of Freemasonry tentang penjajahan⸻yang berkedok globalisasi. Juri Lina menyebutkan bahwa cara menjajah sebuah negara dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu mengaburkan sejarahnya; menghancurkan bukti sejarahnya; dan memutuskan hubungan masyarakat dengan leluhurnya. Esensi dari tiga hal tersebut adalah menghilangkan identitas. Oleh sebab itu, Nahdlatul Ulama menerapkan prinsip moderat/tawassuth/jalan tengah yang berarti memertahankan budaya sebagai identitas namun tetap tidak menolak globalisasi⸻dengan tetap melakukan filterisasi.

Tak hanya membawa paham-paham ‘baru’, globalisasi juga semakin membuka lebar kesempatan sosialisasi⸻baik antarmuslim maupun lintas agama. Menghadapi tantangan ini, Nahdlatul Ulama tetap berpegang teguh pada prinsip Islam adalah agama yang menyayangi seluruh alam atau rahmatan lil ‘alamin. Oleh sebab itu, sudah seyogianya umat muslim menjalin hubungan yang hangat dengan non-muslim. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Thabrany bahwa siapapun yang menyakiti kafir dzimmy atau non-muslim yang tidak memusuhi umat Islam, sama halnya dengan menyakiti Nabi Muhammad sendiri. Sementara siapapun yang menyakiti Nabi Muhammad, maka ia sama saja dengan menyakiti Allah.

Melalui hadits tersebut, tampak jelas bahwa Islam sendiri sangat melindungi hak-hak sesama manusia sebagai ciptaan Tuhan⸻tak memandang suku maupun keyakinan. Dalam sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Hasan, Nabi Muhammad tidak ragu untuk memberikan bantuan harta kepada masyarakat Makkah saat musim paceklik tiba. Bagian paling mengharukan adalah Nabi Muhammad membagikan kepada seluruh penduduk tanpa memandang ia sekeyakinan atau berbeda keyakinan.

Jika membaca dan mencermati kisah-kisah pada masa Nabi Muhammad, kehangatan lintas agama juga dilakukan Nabi Muhammad dalam menghargai ibadah non-muslim. Dalam kitab Futuhul Buldan karya Imam al-Baladzuri, dikisahkan bahwa Nabi Muhammad pernah didatangi sekelompok orang Nasrani dari Bani Najran saat di Madinah. Kedatangan mereka adalah untuk menawarkan perjanjian damai dengan umat muslim. Bagian menariknya adalah ketika tiba waktu kebaktian (ibadah orang Nasrani), kelompok Bani Najran tersebut langsung masuk ke dalam masjid Nabawi dan menghadap ke timur⸻siap-siap melangsungkan kebaktian. Seketika itu juga, para Sahabat sudah bersiap-siap untuk melarang mereka melanjutkan kebaktian, namun Nabi Muhammad langsung melakukan teguran dengan berujar, “Biarkan mereka melanjutkan kebaktian mereka!”

Sumber-sumber historis inilah yang terus dipegang teguh oleh Nahdlatul Ulama untuk menjaga Islam yang santun dan damai. Pada akhirnya, terima kasih untuk Nahdlatul Ulama atas prinsip-prinsip hangat yang membuat keharmonisan antarumat beragama semakin lekat.

#lombanulisretizen #lombavideorepublika #satuabadnu #akudannu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image