Satu Abad NU dan Eksistensi Peradabannya untuk Kaum Muslim Awam
Lomba | 2023-02-11 14:47:20Hasil riset telah menunjukkan, bahwa paham radikalisme sudah menyerap secara menyeramkan di sekolah. 21 persen siswa dan 21 persen guru, menyatakan Pancasila sudah tidak relevan lagi digunakan bangsa. Karena 84,8 persen siswa dan 76,2 persen guru, lebih setuju dengan penerapan syariat Islam. Selain itu, 52,3 persen siswa setuju kekerasan untuk solidaritas agama, dan 14,2 persen membenarkan aksi pemboman yang dilakukan kalangan radikal. Hasil ini diungkapkan oleh peneliti senior lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Turmudi melalui laman web lipi.go.id yang terbit pada artikel edisi 22 Februari 2016.
Hal ini tentu tidak akan mudah terjadi pada seseorang yang memiliki pemahaman Islam yang tepat. Salah satunya seperti apa yang telah dipelajari, dan dipahami oleh para kader Nahdlatul Ulama selama ini. Sebagaimana Nahdlatul Ulama yang tepat di tahun 2023 ini telah berusia satu abad, memegang teguh prinsip membangun relasi yang baik dengan sesama umat beragama, dan membangun relasi dengan orang-orang yang berada di luar penganut agama. Tidak hanya cukup dengan dua prinsip itu, tiga ukhuwah pun menjadi landasan yang menjadikan NU semakin kokoh membentengi para Nahdliyin.
Tiga ukhuwah itu yakni: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan antar sesama anak bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Selain dua prinsip dan tiga ukhuwah itu, NU tetap sepatutnya mampu menjauhkan Nahdliyin (khususnya) dan umat Islam (pada umumnya) dari pemahaman radikal. Mengingat NU adalah organisasi yang lahir melalui proses yang tidak singkat.
Seperti kita tahu bersama, dan juga telah dijelaskan oleh Gus Yahya Cholil Staquf selaku ketua umum PBNU. Setelah zaman Rasulullah, peradaban Islam sempat berjaya, masa itu adalah saat zaman Turki Utsmani. Peradaban Islam yang pada akhirnya takluk atas Eropa, pada waktu terjadi perang dunia pertama. Jatuhnya Turki Utsmani adalah peristiwa yang dampak negatifnya tidak hanya melahirkan keprihatinan untuk penduduk Turki. Kebimbangan pun turut mengacaukan umat Islam di seluruh dunia.
Kondisi menegangkan sekaligus memprihatinkan itu juga di rasakan oleh cikal bakal tokoh Nahdlatul Ulama, KH. Wahab Hasbullah. Dinamika yang terjadi pada umat Islam benar-benar dirasakan oleh beliau yang pada saat itu tengah berada di Mekah.
Hasil dari sikap kritis yang berkombinasi dengan desakan-desakan dinamika yang semakin meresahkan. Membuahkan hasil berpikir KH Wahab Hasbullah yang akhirnya melahirkan pembentukan komite hijaz. Komite yang dibentuk guna mengetahui kemampuan Kerajaan Saudi dalam menggantikan Turki Utsmani.
Mendapatkan hasil penelitian bahwa Kerajaan Saudi tidak punya kapasitas konstruksi untuk menggantikan peradaban Turki Utsmani, KH Wahab Hasbullah pulang ke Tanah Air. Membawa sebuah kesimpulan. Jika tidak ada yang menggantikan, seluruh umat Islam akan mengalami kebingungan peradaban. Dalam keadaan yang bingung ini, tidak ada yang lebih bertanggung jawab untuk memberikan jalan keluar selain ulama. Maka setelah istikharah yang panjang, dan berulang kali bertukar pendapat dengan ulama- ulama di Jawa dan Madura. Pada tanggal 31 Januari berdirilah Nahdlatul Ulama yang diberi lambang bola dunia, sebab kala itu yang merasakan kebingungan umat Islam satu dunia.
Menilik dari sejarah kelahiran, dan prinsip yang dimiliki NU, tentu tidak berlebihan jika di usia yang telah mencapai satu abad ini NU diharapkan hadir membentengi umat muslim dari pemahaman Islam yang radikal, sebagaimana prinsip yang dimiliki dan cita-cita menggantikan peradaban Turki Utsmani yang diharapkan sejak dari sebelum benar-benar lahirnya NU. Dan ini sudah terjadi dengan munculnya organisasi yang menjangkau ibu-ibu berwujud Muslimat, lalu para pemudinya dengan organisasi Fatayat, lantas masih ada GP Ansor, Banser, IPPNU, IKMNU, dan beberapa lainnya yang tentu itu telah menjaring tidak sedikit umat Islam Indonesia bahkan dunia.
Akan tetapi tidak semua umat Islam beruntung. Organisasi-organisasi milik NU itu sayangnya tidak terlalu eksis di kalangan pelajar sekolah umum. Di mana sesungguhnya paham radikal amat menyebar dengar luar biasanya. Di mana di jenjang itu banyak ditempati oleh pemuda-pemudi labil yang tengah bersikeras menemukan jati dirinya. Usia-usia yang masih haus pengetahuan, dan butuh sosok-sosok yang bisa memberi jawaban atas keresahannya. Di mana selama ini justru kaum-kaum radikal itulah yang cenderung lebih cepat untuk selalu ada, mendampingi generasi yang seharusnya menjadi aset bagi bangsa dan Islam.
Oleh karena itu, sangat diharapkan NU menerjunkan kader-kadernya ke sekolah umum. Serta membimbing kadernya untuk benar-benar bisa supel merangkul, merekrut, dan berdakwah terhadap kaum-kaum rentan tersebut. Sehingga di dalam menuju hingga tiba di abad kedua ini Nahdlatul Ulama benar-benar telah meraih cita-citanya, menggantikan peradaban Turki Utsmani yang pernah amat luar biasa pada masanya.
Referensi:
1. lipi.go.id
2. hidayatuna.com
3. nu.or.id
4. inews.id
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.