Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image astrid Widya

Penculikan Menaburkan Kekhawatiran dan Teror untuk Para Orang Tua

Agama | Thursday, 09 Feb 2023, 17:02 WIB

Belakangan ini, isu kasus penculikan anak semakin masif di sejumlah daerah. Bahkan dinyatakan darurat. Anak yang diculik dipaksa ngemis, menjadi korban hasrat seksual, hingga organ tubuhnya dijual.

Sejumlah pemerintah daerah (pemda) seperti di Semarang, Blora, hingga Mojokerto pun sampai mengeluarkan surat soal isu pencegahan penculikan anak beberapa waktu terakhir. Namun alih-alih menangani, polisi di sejumlah daerah justru menyatakan kasus penculikan anak itu hoaks. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra mengatakan, meski polisi menyatakan hal tersebut hoaks, alangkah baiknya masyarakat agar tetap mawas diri. Para orang tua untuk memfilter informasi yang hoaks, disamping tetap memastikan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.

Berbagai motif penculikan anak menjurus pada satu garis besar, yaitu kemiskinan. Kasus di Makassar dilakukan oleh pelaku remaja karena tergiur imbalan Rp1,2 miliar dari tawaran jual beli ginjal di media sosial. Pelaku menjalankan aksinya dengan mengajak korban—yang tengah menjadi juru parkir di depan minimarket—untuk membersihkan rumahnya dengan iming-iming Rp50 ribu.

Memang bukan semata karena kemiskinan. Ada banyak faktor penyebab maraknya tindakan kriminal, termasuk penculikan. Faktor utama adalah ketakwaan kepada Allah Taala. Andai saja para pelaku tersebut beriman pada Allah Swt. dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menetapkan rezeki bagi setiap makhluk-Nya, mereka tidak akan melakukan cara haram untuk mendapatkannya.

Namun, bagaimana bisa ketakwaan tumbuh pada diri mereka, sedangkan mereka lahir di tengah sistem kehidupan sekuler? Sedari kecil mereka tidak mengenal agamanya secara utuh. Mereka tidak paham berbagai nilai ajaran Islam, seperti bahwa nyawa manusia lebih mulia dari dunia dan isinya, pembunuhan adalah kejahatan paling besar, wajib mencari nafkah dengan cara halal, wajibnya seorang ayah menafkahi anak dan istrinya, dan sebagainya.

Belum lagi kebijakan lain terkait perlindungan anak. Payung hukum memang telah ada, hanya saja, sanksinya sangat tidak menjerakan.

Belum bicara realitas hukum di negeri ini yang tampak mudah diperjualbelikan. Asal ada uang, hukuman bisa ringan, bahkan pelaku dibebaskan. Walhasil, tindakan kuratif untuk menyelesaikan persoalan penculikan tidak berjalan efektif.

Dan negara harus turun tangan untuk mengatasi hal ini sedemikian mungkin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image