Usia 100 Tahun, NU Bisa Apa?
Lomba | 2023-02-09 13:36:54Usia 100 tahun, NU bisa apa?
Berdasarkan kalender hijriyah, Nahdlotul Ulama genap berusia 100 tahun pada 16 Rajab 1444 Hijriyah. Usia yang tidak lagi muda bagi seorang manusia. Organisasi keagamaan yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari ini, telah melalui proses yang sangat panjang dan matang hingga mampu bertahan sampai sekarang. Di usia ini, banyak hal yang telah dilakukan NU mulai dari amaliyah keagamaan, kegiatan pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Lantas, apakah peran NU dalam membangun peradaban dunia?
Pada kisaran tahun 1924-1925, Raja Najed yang beraliran Wahabi berhasil menaklukkan Hijaz. Sejak saat itu, dibawah kepemimpinan Raja Ibnu Saud aliran Wahabi sangat dominan dan melarang kelompok islam lain mengajarkan madzhabnya, sehingga menyebabkan eksodus besar-besaran para ulama dari seluruh dunia yang ada di tanah Hijaz untuk pulang ke negara masing-masing. Pemerintah Hijaz berencana membongkar tempat bersejarah seperti rumah Nabi Muhammad, sahabat dan termasuk makam Nabi dengan dalih menjaga kemurnian agama dari bid’ah dan musyrik. Mendengar berita tersebut, ulama nusantara yang berfaham Ahlussunnah wal jamaah merasa prihatin sehingga mengirimkan utusan melalui Komite Hijaz untuk menyampaikan aspirasi ulama yang berfaham Ahlussunnah wal jamaah di Nusantara kepada Raja Ibnu Saud.
Beberapa aspirasi ulama nusantara yang disampaikan oleh Komite Hijaz diantaranya memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz, memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah seperti makam Nabi, sahabat dan rumah Nabi, memohon agar biaya haji yang harus diserahkan kepada syaikh dan mutowwif untuk disebarluaskan sebelum musim haji ke seluruh dunia dan memohon agar hukum yang berlaku di Hijaz di tulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran serta Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Raja Ibnu Saud dan diserahkan kepada delegasi tersebut.
Dari aspirasi ini, Raja Ibnu Saud memberikan jawaban positif sehingga kita masih bisa menikmati bangunan-bangunan bersejarah, umat islam diperbolehkan ziarah ke makam Nabi, sahabat dan ulama serta kemerdekaan bermadzhab tetap berlangsung di tanah Hijaz. Akhirnya, banyak santri yang menimba ilmu di Mekkah maupun Madinah.
Selain itu, pada senin malam, 4 Februari 2019 imam besar Al Azhar, Sheikh Ahmed Al Tayeb menulis Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan di Founder’s Memorial di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Penandatanganan ini dilakukan antara imam besar Al Azhar dan Paus Fransiskus. Maksud dan tujuan penandatanganan tersebut adalah untuk mendukung perdamaian, persaudaraan sesama manusia dan menolong orang yang membutuhkan. Karena hal tersebut, kedua tokoh tersebut mendapatkan penghargaan “Human Fraternity Award.”
Menjelang muktamar NU ke-28 di Krapyak, Yogyakarta tahun 1989 KH Ahmad Shiddiq mengenalkan trilogi ukhuwah yang diantaranya isinya tentang ukhuwah islamiyah,wathaniyah dan basyariyah. Ukhuwah basyariyah atau ukhuwah insaniyah yaitu persaudaraan antar manusia secara keseluruhan tanpa memandang agama, ras, suku dan agama. Jauh sebelum terwujudnya penandatanganan Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan antara imam besar Al Azhar dan Paus Fransiskus, NU sudah memiliki konsep dan melaksanakan ukhuwah tersebut. Sehingga meskipun masyarakat indonesia sangat beragam, baik agama, suku dan bahasanya, hal tersebut tidak menjadi masalah karena masyarakat NU sudah memiliki pedoman ukhuwah tersebut. Terlebih, Bangsa Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Beberapa hal yang dapat kita teladani dari uraian di atas bahwa perjuangan harus melalui organisasi, menghargai leluhur dan peninggalan, meminta pendapat orang yang lebih ahli, berani berdiplomasi serta dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Nahdlatul Ulama turut berperan dalam membangun peradaban dunia dan siap merespon terhadap perkembangan dunia internasional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.