Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agung Prima

Mengenang Komite Hejaz, Salah Satu Cikal Bakal Nahdlatul Ulama yang Punya Peran Internasional

Agama | Thursday, 09 Feb 2023, 05:31 WIB

Sebelum berdiri menjadi organisasi yang berusia satu abad pada 16 Rajab 1444 H (7 Februari 2023), Nahdlatul Ulama dibentuk dari bersatunya organisasi-organisasi kecil. Salah satunya dari Komite Hejaz yang ternyata punya peran di dunia internasional.

Diketahui Komite Hejaz lahir pada tahun 1925 yang dipimpin KH Wahab Hasbullah. Kelahirannya didorong isu internasional yang berhembus dari jazirah Arab Saudi. Kala itu, Raja Ibnu Saud memiliki rencana yang menggegerkan kalangan pemeluk agama Islam internasional.

Raja Ibnu Saud ingin menerapkan asas tunggal dan menentukan satu mzhab saja yang boleh dianut umat Islam di Mekah. Mazhab yang dimaksudnya adalah mazhab Wahabi. Mazhab sendiri adalah pendapat ulama Islam yang diyakini kebenarannya oleh pemeluknya.

Dengan diterapkannya mazhab tunggal itu, maka otomatis umat Islam di Mekah tak boleh menganut mazhab yang lainnya. Maka, penganut mazhab lain, seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali dianggap ilegal di tanah Mekah.

Selain menetapkan Mazhab Wahabi sebagai mazhab tunggal di Mekah, Raja Ibnu Saud dikabarkan hendak menghancurkan semua peninggalan bersejarah Islam maupun pra-Islam di wilayahnya. Seperti diketahui, tempat maupun benda itu menjadi jujukan ziarah bagi umat Islam sedunia. Alasan niat mengahcurkan peninggalan bersejarah itu lantaran kegiatan berziarah dianggapnya bid'ah.

Begitu gagasan Raja Ibnu Saud bersama kaum Wahabi-nya itu sampai ke telinga umat Islam di Indonesia, berbagai reaksi ditunjukkan. Pro-kontra datang dari organisasi kemasyarakatan yang sudah lebih dulu berdiri sebelum Nahdlatul Ulama, termasuk dari kaum Islam modernis di Indonesia.

Kalangan pesantren waktu itu masuk dalam barisan umat Islam yang menentang wacana dari Raja Ibnu Saud tersebut. Sebab, kalangan pesantren tergolong mereka yang membela dan memperjuangkan keberagaman. Mereka dengan tegas menolak apa yang menjadi keinginan Raja Ibnu Saud. Kalangan pesantren pun berjuang agar tak ada pembatasan bermazhab, terlebih penghancuran warisan peradaban Islam di Mekah.

Ternyata, sikap berbeda yang ditunjukkan kalangan pesantren itu membuat mereka menanggung konsekuensinya. Keanggotaan mereka dalam Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925 dicabut. Kalangan pesantren juga tak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami. Dalam Kongres Islam Internasional yang digelar di Mekah itu rencananya akan disahkan keputusan tersebut mazhab tunggal dan penghancuran warisan peradaban Islam oleh Raja Ibnu Saud.

Tak kehabisan akal, dan didorong niat yang gigih untuk menjaga kebebasan dalam bermazhab, serta kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban Islam, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri. Delegasi independen itulah yang akhirnya diberi nama Komite Hejaz.

Perjuangan kalangan pesantren lewat Komite Hejaz tak sia-sia. Sebab, atas desakan mereka bersama masyakarat Islam dari segala penjuru dunia yang menentang, Raja Ibnu Saud membatalkan rencananya. Hasilnya bisa dilihat sampai saat ini umat Islam di Mekah masih bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab masing-masing. Deretan warisan peradaban Islam yang ada di sana pun masih bebas dikunjungi oleh umat Islam sedunia.

Itulah tadi peran dari Komite Hejaz yang mnejadi salah satu cikal bakal Nahdlatul Ulama yang berdiri pada 16 Rajab 1344 (31 Januari 1926) berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc. Perjuangan mereka menciptakan keberagaman bermazhab sekaligus merawat peninggalan bersejarah dari peradaban Islam di Mekah yang sangat berharga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image