Mengurai Problem Diabetes pada Anak
Gaya Hidup | 2023-02-08 12:51:05"Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya," (TQS. 'Abasa :24)
Kita butuh makan agar bisa hidup. Berbagai makanan pun hadir di dunia dengan berbagai karakternya. Semua bisa dinikmati dan dipilih sesuai selera diri. Sayangnya, kini banyak yang mengejar nikmat satu jengkal di lidah tanpa memperhatikan kualitas kesehatan makanan.
Diabetes pada Anak
Dilansir dari laman Republika.co.id (4/2/2023), pada 2023 angka penderita diabetes anak di Indonesia meningkat jadi 70 kali lipat dibandingkan 2010 silam. Berdasarkan laporan di 13 kota yang disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat 1.645 pasien anak penderita diabetes hingga Selasa (31/1/2023). Khusus golongan usia sebaran kasus diabetes pada anak mayoritas di kisaran 10-14 tahun dengan porsi 46,23 persen.
Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI, Muhammad Faizi, mayoritas penderita diabetes anak adalah perempuan dengan 59,3 persen. Sedangkan lelaki sekitar 40,7 persen.
Inna lillahi, penyakit yang biasanya menyerang orang dewasa bahkan lanjut usia, kini banyak menyerang anak. Bahkan bayi dan balita pun bisa mengidap penyakit ini. Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan, apalagi mengingat efek bahaya jika tidak segera dicegah dan ditanggulangi. Penyakit stroke, gagal Ginjal, jantung hingga kematian dini akan menghampiri.
Gaya Hidup
Diabetes dinyatakan sebagai New lifestyle disease atau Salah satu penyakit yang diakibatkan gaya hidup baru. Gaya hidup zaman sekarang yang banyak mengkonsumsi gula, tepung, minyak trans fat. Makanan yang enak di lidah tapi tidak menyehatkan badan malah membuat badan sakit karenanya.
Penyakit diabetes ini diawali dengan resistensi insulin. Kadar insulin terus menerus dipicu kadarnya hingga tubuh menjadi resisten. Hasilnya, pankreas menjadi lelah sehingga muncullah diabetes.
Anak yang sudah akrab sejak kecil dengan junk food beresiko lebih besar terkena diabetes. Pasalnya, junk food merupakan makanan yang tinggi glikemik indeksnya. Sehingga, gula darah tubuh akan cepat naik namun cepat juga turunnya. Pola berulang inilah yang akan membuat pankreas lelah.
Tak hanya makanan, gaya hidup yang malas gerak, asyik dengan gawai hingga tak ingin beraktivitas fisik, enggan berolahraga, tidur pun kurang dan tidak berkualitas. Semuanya ini akan mempercepat penyakit degeneratif.
Lapis Keamanan Pangan bagi Anak
Tentu orangtua harus mengevaluasi kembali makanan yang diberikan pada keluarga, khususnya anak-anak. Karena tak dipungkiri, kualitas anak-anak kita akan mempengaruhi masa depan bangsa. Orangtua harus sadar dan paham makanan yang baik bagi keluarganya. Maka, edukasi makanan sehat jadi hal yang penting untuk orangtua.
Sedihnya, kadang orangtua tahu makanan sehat yang harus dikonsumsi oleh keluarganya. Namun, kemiskinan yang menimpa memaksa mereka mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. Bisa makan saja sudah bersyukur walau hanya dengan nasi dan gorengan atau kerupuk. Banyak juga yang hanya makan nasi dengan garam.
Jangan tanya protein nabati, hewani, sayur juga buah-buahan. Untuk nasi yang jadi makanan pokok sumber karbohidrat negeri ini saja harganya sudah mahal bagi kalangan bawah. Wajar jika akhirnya masyarakat banyak yang terjebak makanan tak sehat karena harganya yang lebih terjangkau.
Tak hanya itu, produsen pun harus diedukasi dan diatur agar menjual makanan yang halal dan sehat saja. Bukan menjual makanan yang minim gizi hingga membuat sakit konsumen. Inilah cacatnya kapitalisme yang hanya fokus pada keuntungan yang didapat. Tak peduli akibat yang diderita orang lain.
Tentu perlu ditanyakan peran negara dalam perlindungan pangan rakyatnya, khususnya anak-anak yang akan jadi calon pemimpin selanjutnya. Negara tak pantas hanya jadi supervisor, melihat, mengamati, tanpa turun terjun ke lapangan untuk memberi solusi. Karena mereka disumpah di bawah kitab suci untuk menjalankan amanah mengurusi rakyat bukan hanya menonton.
Solusi Keamanan Pangan dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna juga memberikan aturan dalam keamanan pangan. Jika kita buka kitab pedoman hidup kita, Alquran, akan ditemukan bahwa sudah tercantum aturan untuk memakan makanan yang halal dan thayyib (sehat) saja. "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi thayyib dari apa yang terdapat di bumi, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan." ( Al-Baqarah : 168 ).
Berbekal keimanan, yakin bahwa ayat di atas menjadi dalil wajibnya kita memakan makanan yang halal dan thayyib, maka semua elemen masyarakat akan bersungguh-sungguh menjalankannya. Mulai dari individu yang memilih makanan halal dan thayyib, orangtua yang menyediakan makanan halal dan thayyib saja untuk keluarganya. Produsen pun akan memproduksi makanan yang halal dan thayyib saja. Jika para produsen ini ada yang bandel dan melanggar, maka negara tak segan-segan akan memberikan hukuman yang tegas.
Bagi muslim, makan bukan hanya sekedar masukan makanan ke dalam mulut dan menelannya. Lebih dari itu, makan menjadi ibadah dengan mencontoh bagaimana Rasul makan. Rasul makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang. Beliau membagi porsi makan menjadi sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sisanya untuk pernafasan. Makan tidak berlebihan, tidak tergesa-gesa, dan sederhana. Inilah yang harus diteladani.
Tak hanya itu, daya beli masyarakat pun harus diperhatikan. Maka, negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan sehingga para tulang punggung keluarga bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dengan layak. Dalam islam, negara juga diberikan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan rakyat yakni sandang, pangan, juga papan. Kebutuhan akan pendidikan, Kemanan dan kesehatan pun dipenuhi oleh negara. Negara bisa saja menggratiskan atau menyediakannya dengan harga yang sangat terjangkau. Dana ini diperoleh negara dari berbagai kas yang ada dalam Baitul mal. Salah satunya kas pengelolaan sumber daya alam. Sebagaimana sabda Rasul, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Ini berarti sumber daya alam seperti padang rumput yang luas, sumber mata air, dan pertambangan semua milik rakyat dan dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan tersebut dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tak boleh diprivatisasi, dijual atau dilelang.
Dengan demikian, Islam menyolusi problematika pangan dan kesehatan pada anak. Sehingga lahir generasi yang sehat dan kuat.
Wallahua'lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.